Share

Pendekar Romantis
Pendekar Romantis
Penulis: mrd_bb

Bab 1: Turun Gunung Kembali

Pria berperawakan tinggi tegap berpakaian perlente ini berjalan santai menuju sebuah warung yang terletak di sebuah desa yang lumayan ramai. Badan atletisnya di bungkus jubah warna abu-abu di bagian luarnya, rambutnya terlihat rapi di ikat kuncir kuda, wajahnya tampan dan mulutnya  selalu tersenyum simpatik, hingga kesan wibawa terpancar dari wajahnya itu.

Matanya tajam di topang alisnya yang tebal dan hidungnya mancung dengan bibir tipis di bagian atas dan agak tebal di bagian bawah dengan warna kemerah-merahan, seakan pakai lipstick, ditunjang kulitnya yang kuning langsat.

Di balik jubahnya terselip sebuah pedang pendek tapi anehnya bengkok bagian ujungnya, bentuk pedang dalam sarung itu tipis dan sangat tajam, dengan pedang itulah pria yang berusia 26 tahunan ini di kenal sebagai Pendekar Pedang Bengkok alias Pendekar Pekok, julukan itu diberikan karena pedangnya bengkok di ujung tersebut, kesaktiannya sangat menggiriskan musuh-musuhnya.   

Malaki, sang pendekar Pedang Bengkok ini lalu sengaja memilih bangku yang agak di pojok di warung itu. Agar kehadirannya tak menyolok, Malaki juga sengaja memilih di pojokan, karena letaknya sangat strategis, yakni menatap langsung ke jalan utama dan dia bisa melihat aktivitas warga yang berlalu lalang menggunakan kuda, kereta kuda, sapi atau kerbau namun kebanyakan jalan kaki.

Kalau dia bersikap begitu, tak ada yang mengenalnya sebagai pendekar yang sangat di segani sekaligus di takuti di daerah itu. Penampilan Pendekar Pekok ini lebih cocok sebagai seorang bangsawan atau orang penting di kerajaan atau pemerintahan. Pendekar ini memang tak suka menonjolkan diri, dia hanya akan bertindak kalau sudah menolong orang, ataupun ada yang bermain-main dengannya.

Pandekar Pekok juga di ketahui bukanlah pendekar golongan putih, tapi bukan juga pendekar golongan hitam, karena dia tak pernah melakukan kejahatan, dia hanya bertindak semau gue dan diyakininya benar.

Pendekar Pekok sebetulnya sudah jenuh dengan kehidupannya yang bebas dan berkeliaran ke sana ke mari, sebagai pendekar dia tak pernah lepas dari kekerasan dan juga perkelahian mengadu nyawa. Untungnya dengan kesaktiannya yang sangat tinggi, Pendekar Pekok sampai detik ini belum pernah merasakan kekalahan.

Dengan jurus andalannya yang sangat terkenal di seantero dunia persilatan, yakni jurus Menari di Atas Awan, Elang Mematuk Mangsa dan Harimau Menerkam Mangsa, semua musuh-musuhnya jarang ada yang sanggup menaklukan dia. Ditambah jurus Menyedot Sukma yang sangat ditakuti, karena ilmu ini mampu menyedot tenaga dalam musuh-musuhnya hingga tewas. Pendekar Pekok secara tak langsung telah mensejajarkan diri sebagai salah satu tokoh pendekar nomor wahid, tak kalah dengan tokoh-tokoh pendekar besar lainnya .

Kini banyak musuh-musuhnya yang jerih dan pasti menghindar kalau bentrok dengannya, karena Pendekar Pekok juga terkenal sangat sadis dengan musuh-musuhnya. Kesadisannya inilah yang membuat dia sering di tegur para pendekar golongan putih dan dianggap mencemarkan nama baik golongan ini.

Namun inilah sifatnya yang justru tak disukai pendekar golongan putih, Pendekar Pekok kadang jengkel dengan kemunafikan kaum pendekar yang mengaku golongan putih ini. Sebab banyak dari pendekar ini yang diam-diam masih suka melakukan tindakan-tindakan tercela. Seperti menerima sogokan dan juga jadi centeng pejabat kerajaan dengan imbalan tertentu.

Selain di kenal sebagai pendekar sadis tanpa ampun, Malaki juga di kenal sebagai pendekar romantis, tak sedikit putri-putri bangsawan, bahkan istri-istri bangsawan yang cantik-cantik pernah merasakan kehangatan cintanya. Termasuk para pendekar golongan putih dan hitam, sehingga dia juga di juluki sebagai Pendekar Romantis.

Kelakuan ini juga sangat disesali pendekar golongan putih, karena Pendekar Pekok tak bisa mengendalikan nafsu. Inilah salah satu yang membuat dia tak pernah cocok dengan para pendekar golongan putih yang selalu dia sebut munafik. 

Di usianya yang sudah 26 tahun lebih, Pendekar Pekok ingin istirahat dari dunia persilatan dan ingin hidup tenang, dia juga sudah berniat akan mencari seorang wanita yang dia cintai.

Bukan perkara sulit bagai Pendekar tampan ini mencari wanita cantik, baik dari kalangan priyayi ataupun kalangan pendekar, dengan kesaktian dan juga ketampanannya, dia mudah menaklukan wanita.

Tapi Pendekar Pekok ingin mencari wanita yang benar-benar tulus mencintainya, sebagai pria matang, dia sudah sangat berpengalaman dengan wanita. Sampai detik ini dia belum menemukan wanita tulus yang jadi idaman hatinya. Semuanya takluk berkat rayuan dan juga kesaktiannya, inilah yang membuatnya bosan dengan para wanita-wanita yang selama ini sudah dia taklukan.

Sebenarnya bukan dia tak mau, tapi pengalaman pahitnya dengan seorang wanita cantik dari golongan hitam, yang menjadi cinta pertamanya, membuat pendekar ini jadi patah hati dengan cinta tulus para wanita ataupun para gadis yang mendambakan cinta kasihnya.

Demikian gambaran sekilas tentang pendekar sakti nan perlente ini.

Pesanan minuman dan makanan ringan datang, Pendekar Pekok pun dengan tenang menikmati minuman arak dan juga teh harum dengan gula aren ini.

Pakaian perlente serta gayanya yang elegan membuat pelayan ini menunduk-nunduk dengan hormat pada Pendekar Pekok, pendekar ini paham dan tersenyum, dia merogoh kantung jubahnya, lalu melemparkan satu koin ke tangan pelayan ini secara lihai dan koin itupun kini langsung berada di tangan sang pelayan.

Demontrasi itu membuat si pelayan makin melongo dan ada rasa jerih di hatinya, dia membatin kalau pria perlente ini pasti pendekar sakti yang mampir ke warung milik bosnya, diapun menunduk makin dalam, lalu permisi untuk melayani pelanggan yang lain.

Demontrasi itu sekilas itu ternyata menarik perhatian dua muda-mudi yang kebetulan juga ada di warung itu. Warung ini terkenal rame dan merupakan salah satu warung favorit semua kalangan yang kebetulan singgah di daerah ini.

Tak lama kemudian, masuk tiga orang yang dari tampangnya sangat berangasan dan golok besar ada di pinggang mereka. Melihat kehadiran tiga orang ini, sang pemilik warung langsung menyambutnya dan menunduk-nunduk hormat.

Dia tahu siapa ketiga orang ini, karena ketiganya di juluki pendekar golok kilat, yang sangat terkenal di Kadipaten Pangsa ini, konon ketiganya juga merupakan tangan kanan sang Kepala Kadipaten Pangsa, sehingga siapapun akan jerih kalau berhadaapan dengan mereka.

“Hmmm…Tokek, warung kamu makin rame saja…carikan kami bangku dan meja yang enak buat mabuk hari ini,” kata Paro, salah satu dari tiga orang ini, yang agaknya dia pimpinan dari dua kawannya, sambil memilin-milin kumisnya yang lebat dan menatap tajam wajah Tokek, sang pemilik warung.   

“Siappp Tuan Paro, buat Anda bertiga selalu tersedia meja dan bangku itu!” Tokek lalu memandang sekeliling warung yang lumayan rame dan matanya tertumbuk pada Pandekar Pekok yang duduk sendiri dan itulah meja dan kursi paling strategis. Tokek lalu mendekati Pandekar Pekok dan dengan sedikit menunduk pria yang memiliki perut agak gendut ini memasang senyum di wajahnya yang bulat.

“Tuan…mohon maaff…apakah tuan minum sendiri di meja ini!” sapa Tokek mencoba ramah, walaupun suaranya terdengar berat dan agak keras.

Pendekar Pekok memandang Tokek, lalu menoleh ketiga pria berangasan yang sikapnya tidak bersahabat itu, Pendekar Pekok ini lalu tersenyum dan mengangguk.

“Iya…kenapa?” sahut Pendekar Pekok.

“Bangku ini kan panjang dan kosong, sedang tuan hanya memakai satu bangku, bolehkah di bangku ini duduk tiga tuan yang itu, tak apa-apa kan bergabung!” Tokek lalu menunjuk tiga Pendekar Golok Kilat tersebut.

Pendekar Pekok tanpa banyak cincong lantas mengangguk sambil tersenyum kembali. Dengan wajah ceria Tokek di bantu 2 pembantunya sibuk membersihkan bangku di depan Pendekar Pekok lalu mempersilahkan ke tiga orang tadi duduk. 

“Wowww…agaknya hari ini ada bangsawan yang menemani kita minum…siapa kamu dan berasal dari mana!” kata Paro sambil duduk dan malah meletakan goloknya di meja, persis di dekat minuman Pendekar Pekok, diikuti dua anak buahnya.

“Saya Malaki…saya bukan orang sini dan saya juga bukan bangsawan!” sahut Pendekar Pekok sambil terus minum pelan dengan santai, tanpa ada rasa takut ataupun jerih seperti para pengunjung warung lain yang mulai terlihat gelisah. Pendekar Pekok sengaja menyebutkan nama aslinya, agar tidak ada yang curiga.

“Waahh Kang…agaknya dia berani juga, ga takut dengan kita!” anak buah Paro yang ada codet di pipinya tertawa dan ikut meletakan goloknya di meja dan kini ketiga orang itu duduk mengelilingi meja itu, berempat dengan Pendekar Pekok.

*****

BERSAMBUNG

Komen (5)
goodnovel comment avatar
intiplas
suka sekali
goodnovel comment avatar
Renee Sharini
bagus, cuma sedikit kagok saja ada kata "nya" di mana mana
goodnovel comment avatar
anggiat hutagalung
1 bab 12 koin.. mahal x Thor !!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status