Share

4. Jatuh Cinta Lagi

Aku tidak tahu sejak kapan benih-benih cinta ini muncul pada gadis muda itu. Ia terlihat sangat menarik apalagi pakaiannya yang modis, memperlihatkan lekuk tubuhnya membuatku terkadang menelan saliva. 

Ia terlihat begitu sempurna, seperti bunga yang baru mekar, harumnya semerbak mewangi. Bibirnya selalu dipoles dengan lipstik berwarna pink merona. Ia terlihat seperti bidadari yang turun dari langit. Apalagi rambutnya yang lurus panjang seringkali tergerai, namun aku juga sering melihat rambutnya dikuncir ke atas memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus.

Bukan, bukan karena istriku tidak menarik. Diapun begitu cantik, ia selalu merawat penampilannya. Meskipun sederhana dan selalu tertutup gamis panjang dan jilbabnya, senyumannya begitu manis dan mendamaikan hati. Keseksian tubuhnya hanya diperlihatkan saat di depanku. 

Sebagai seorang istri, iapun mampu menyenangkanku dalam segala hal. Bahkan masakannya terasa begitu luar biasa di lidah. Nadia pandai sekali memasak, ia sering melontarkan ingin membuka catering makanan, namun tidak kuperbolehkan. Aku gengsi, masa istri seorang manager harus bersusah payah untuk membuka catering? Apa kata para staffku nanti. Aku tak ingin dia kelelahan, cukup di rumah saja dan melayaniku.

"Mas, boleh gak kalau aku buka usaha catering?" ucapnya kala itu.

"Buat apa? Gak usahlah repot-repot seperti itu. Memangnya uang dari mas gak cukup?" aku balik bertanya.

Ia terdiam, mungkin kecewa mendengar pernyataanku. Memanglah segala keputusan dalam keluarga akulah yang mendominasi. Untungnya Nadia gak cerewet, dia selalu menuruti apa kataku.

"Kamu di rumah saja, gak perlu susah payah bekerja. Tinggal terima gaji dariku, beres kan?"

"Iya mas."

Aku tersenyum, Nadia gak mungkin berani melawanku. Bisa apa dia tanpa aku. Uang lima juta pasti lebih dari cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, apalagi kita belum punya anak. Akupun tak pernah mengungkit-ungkit uang itu habis untuk apa saja, asalkan ada makanan dan lauk diatas meja makan itu sudah lebih dari cukup.

 Hari-hari berikutnya seperti biasanya. Nadia selalu menyambutku dengan manis. Ia memang istri yang baik, maka dari itu aku tidak ingin menceraikannya meskipun separuh hatiku mulai mencintai orang lain. Ia adalah Keysha, keponakan istriku sendiri.

Entahlah, sudah aku bilang akupun tidak tahu dari mana awalnya hingga aku dimabuk kepayang seperti ini. Gadis itu benar-benar mempunyai daya tarik sendiri. Bahkan aku jadi tergoda olehnya. Beberapa kali aku memergokinya, saat ia hanya memakai tanktop setelah selesai mandi. Rambutnya basah. Dan rinai-rinai itu seakan menggodaku untuk mendekat.

***

Siang itu aku izin pulang dari kantor. Aku pikir Nadia ada di rumah, aku ingin memberikannya kejutan, sebuah cincin permata berwarna biru. Namun sayangnya dia sedang tidak ada di rumah. Saat aku melihat pesan di ponselku, dia sedang berada di tempatnya Mirna. Ia bilang akan pulang sore nanti. Mungkin Nadia berpikir aku pulang seperti biasanya, sore menjelang malam.

Aku bisa maklum, mungkin dia merasa jenuh di rumah. Sesekali keluar tidak masalah, diapun butuh bersosialisasi. Apalagi yang ditemui adalah sahabatnya sendiri yang sudah menjanda. 

Aku memencet bel, tak lama pintu terbuka. 

"Tante, sudah pu..."

Tiba-tiba kalimatnya terhenti ketika yang dijumpainya ternyata aku. Akupun tercengang melihatnya. Terutama penampilannya yang sungguh menggoda imanku.

"Key, kamu udah pulang kuliah?"

"Emhh, hari ini aku libur om," jawabnya kikuk.

Dia berlalu kedalam meninggalkan aku yang masih terpesona dengan kemolekan tubuhnya.

Setelah berganti pakaian santai, akupun keluar dari kamar. Perutku terasa begitu lapar, kulihat meja makan masih kosong. Tidak biasanya Nadia seperti ini. Ah mungkin karena aku tak memberitahunya kalau hari ini aku pulang cepat.

 Aku berlalu ke dapur, kulihat gadis itu nampak sibuk di depan kompor. Apa yang dia lakukan? Aroma mie instan menyeruak begitu lezat, membuat perut laparku meronta-ronta.

Aku menghampirinya, namun saat dia berbalik, tak sengaja kuah mie itu tumpah mengenai  kaos serta kakiku.

Aku berjingkat-jingkat ke belakang.

"Om, maaf om... Key tidak sengaja," ucapnya dengan nada bersalah. Ia mengibaskan sisa kuah yang menempel di kaosku dengan tangannya. Jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya gara-gara ini. Aku benar-benar terpesona melihatnya.

"Om... Om tidak apa-apa?" tegurnya membuyarkan lamunanku.

Segera kucekal pergelangan tangannya dan menempelkan di dadaku. 

"Kau dengar detak jantungku?" tanyaku. Ia nampak gugup saat kupandangi wajahnya lekat-lekat. 'Pesonamu sungguh luar biasa, Keysha. Hingga aku tak mampu menahan hasrat ini,' batinku mulai mengoceh sendiri.

"Om..." ucapnya begitu lirih.

"Sepertinya om menyukaimu, Key," ungkapku dengan gejolak hati yang tak bisa tertahankan lagi.

Wajah gadis itu nampak bingung. Ia tak bisa berkata-kata. Entah dapat dorongan dari mana, segera kukecup bibir ranum itu. Ia nampak terbelalak kaget dan tersipu malu, wajahnya terlihat memerah.

"Om bisa berikan apapun yang kamu mau," ujarku lagi untuk meyakinkannya.

"Tapi om... Aku gak enak sama Tante Nadia."

Aku tersenyum lalu memberikan sebuah kotak cincin yang masih ada di saku celanaku. 

"Ini buat kamu," ucapku sembari melingkarkan cincin itu di jari manisnya. Cincin yang harusnya kuberikan untuk Nadia, aku berikan pada Keysha. 

Matanya nampak berbinar.

"Ini bagus banget, om. Terima kasih," ungkapnya sambil tersenyum manis.

***

Hari-hari selanjutnya aku lebih sering mengantar jemput Keysha di kampusnya. Meskipun tidak lembur, aku selalu beralasan pada Nadia bahwa pekerjaanku akhir-akhir ini sangat banyak dan harus lembur.

Aku mengajak Keysha berjalan-jalan, dia sangat riang dan juga energik. Kubelikan barang-barang mewah untuk Keysha, apapun permintaannya aku turuti, hingga dia merasa nyaman bersamaku. Tanpa kusadari hubunganku dengan Keysha sudah terlalu jauh. Kami tidak segan-segan memesan hotel berdua, tanpa rasa bersalah pada Nadia. Mungkin hatiku sudah tertutup oleh hawa nafsu.

Rencananya aku ingin menikah sirih dengan Keysha, dan mengajak Keysha tinggal di rumah yang baru. Semuanya sudah kurencanskankan dengan baik, tinggal bicara empat mata pada Nadia.

Namun malam itu, mungkin kami yang terlalu ceroboh, hingga meninggalkan jejak curiga pada Nadia.

Nadia memberondongku dengan pertanyaan-pertanyaan. Aku hanya menanggapinya sekilas, lalu menghela nafas dalam-dalam dan akhirnya tertidur tanpa mendengar ucapannya. Hari itu aku benar-benar merasa lelah.

***

Kubuka pesan dari Keysha, dia mengirimkan sebuah foto testpack dengan hasil dua garis merah. 

[Om, gimana ini?] pesannya dengan lima emoticon menangis.

Aku terlonjak kaget, melihat dia mengirimkan pesan itu. Kulirik Nadia masih tertidur dengan pulas. Pelan-pelan aku keluar kamar dan menghampiri Keysha. 

Tok... Tok...

"Key, ini om," ucapku. Tak lama pintu kamar itu terbuka. Dia menghambur memelukku dengan isak tangis.

Cukup lama kami terbuai dalam keheningan, aku membiarkan Keysha memelukku hingga dia merasa tenang. Entah kenapa ada rasa bahagia ketika tahu Keysha hamil. Hal yang tidak kudapatkan dari Nadia. Lima tahun menunggu, tapi ia tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Hingga ibu  terus saja mendesakku, agar menikah dengan perempuan lain karena dia ingin sekali menimang cucu.

Kabar kehamilan ini membuat hatiku bahagia, meskipun aku merasa bersalah pada Keysha dan juga Nadia. Pada Keysha, harusnya aku menikahinya terlebih dahulu. Dan seharusnya aku tidak mengkhianati Nadia, wanita yang selama ini setia menemaniku.

"Om, Key takut, kalau Key beneran hamil gimana?" tanyanya dengan manja dan butuh perlindungan.

"Tenang saja, om akan bertanggung jawab."

"Maksudnya, om akan menikahi aku?"

"Iya, sayang..."

"Lalu Tante Nadia, bagaimana?"

"Maafkan om, Key. Tapi om hanya bisa menjadikanmu sebagai istri kedua. Om masih mencintai Tante Nadia, hanya saja dia tak kunjung memberikan om keturunan. Kamu mau kan kalau jadi istri kedua?"

"Iya, om..."

Praankk...

Suara gelas kaca pecah mengagetkan kami. Jantungku berdetak kencang, sepertinya Nadia sudah mendengar obrolan kami. Aku membuka pintu dan melihat Nadia masuk ke kamar. Aku mengejarnya ingin memberikan penjelasan, namun sayang dengan cepat pintu itu dikunci. 

Kudengar ia menangis dari balik pintu. Nadia pasti sangat terluka.

"Dek... Buka pintunya, dek! Mas mau bicara..." teriakku dari luar sambil sesekali menggedor pintu.

"Tidak perlu ada yang dibicarakan lagi, mas. Aku sudah mendengar semuanya. Tega kamu, mas!"

Aku berusaha membujuknya dengan kata-kata yang manis, namun sayang Nadia tak mau mendengarkannya. Hingga diapun menghinaku sebagai seorang suami. Hal yang tak pernah dia lontarkan sebelumnya.

"Dasar menjijikkan! Kenapa kamu tega melakukan ini padaku, Mas? Apa salahku? Apa hanya gara-gara aku belum bisa memberikan anak seperti yang kau mau? Jadi dengan teganya kau mengkhianati pernikahan kita?!"

Ah, aku tahu pasti hatimu sangat hancur, Nad. Maafkan aku. Sudah kepalang basah, nasi sudah menjadi bubur. Mau tidak mau aku harus mengakui hubungan terlarangku dengan Keysha. 

Kutinggalkan dia dan menuju ruang televisi. Nadia butuh waktu untuk sendiri. Nadia butuh ketenangan agar dia bisa menerima semua ini. Akupun sebenarnya dilanda kebingungan. Tapi mau bagaimana lagi?

***

"Om, Keysha ingin belajar masak, jadi nanti kalau kita sudah menikah. Keysha bisa melayani om dengan baik," ujarnya pagi itu. 

Aku tersenyum dan mengangguk. Sejenak melupakan masalahku dengan Nadia karena kehadiran gadis itu. Lalu dengan penuh pengertian, aku memberikan resep-resep masakan yang kutahu pada Keysha.

Keysha memang gadis yang pintar, dia cepat belajar.

"Kayaknya hambar deh om masakannya," tuturnya dengan nada lemas.

"Tambah garam lagi, Key," sahutku.

Aku menoleh dan berbalik, kulihat Nadia sudah berdiri disana memandang kami dengan tatapan tak suka.

"Eh, Dek, kau sudah bangun?" sapaku dengan kikuk. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
gk tau malu qm Rizki syukur deh Nadia memegoki mu klu gk sampe kpn qm sembunyiin
goodnovel comment avatar
Fiiz Hap
antat jemput
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status