Share

03. Maunya Apa?

Hari ini Tasya sangat mengantuk. Bahkan tadi dia nyaris tertidur saat mengajar. Semalam Tasya hanya tidur tiga jam. Dia tidak bisa tidur setelah membaca pesan yang dikirim Radhika. Radhika benar-benar out of the box. Tasya yakin, tidak ada satu orang pun yang bisa menebak jalan pikiran Radhika, kecuali Yang Maha Kuasa.

Sungguh, Tasya tidak mengerti kenapa ada orang yang super duper labil seperti Radhika. Dua hari yang lalu Radhika memintanya untuk tidak berurusan dengannya. Dia bahkan menghinanya dan mengusirnya, tapi semalam dia ingin mengajaknya bertemu. Itu sangat tidak masuk akal. Apa kepala Radhika terbentur sesuatu sehingga kepalanya sedikit sengklek?

Tasya menyeruput Milk

Shake Strawberrynya dan bersandar pada sandaran kursi. Kini dia sedang berada di Oh Me Time!─kafe yang pertama kali ia kunjungi saat bertemu dengan Senja.

Sebelumnya dia benar-benar kepikiran dengan pesan yang dikirim si Sableng. Pikirannya meminta dirinya menemui Radhika. Jadilah sekitar pukul setengah delapan malam, Tasya pergi ke kantor Radhika. Namun, setelah sampai, Tasya mengurungkan niatnya itu. Dia meminta supir ojek online untuk mengantarnya ke sini. Itulah alasan mengapa malam-malam dia duduk sendiri di sini.

Sekarang sudah pukul sepuluh kurang, dan Tasya harus segera pergi dari sini, karena cafe ini akan segera tutup. Dia tidak menyadari kalau dia sudah sangat lama duduk di sini. Dia terlalu larut dalam pikirannya sendiri. Tasya mengambil ponselnya. Dia hendak memesan ojek online dan pulang ke rumahnya.

Namun, hatinya merasa tidak tenang. Jadi dia segera mengirim Radhika pesan.

Tasya      : Kamu masih di kantor?

Jika dalam lima menit Radhika tidak membalas pesannya, maka Tasya akan langsung pulang, dan dia tidak akan mau menemuinya lagi. Itulah tekadnya sekarang. Namun belum sampai dua menit, Radhika sudah membalas pesan Tasya. Dia bilang masih berada di ruangannya. Seketika Tasya merasa bersalah. Pasti Radhika belum pulang karena menunggunya. Jadi dia berjalan dengan terburu-buru.

Walaupun Tasya masih marah atas perlakuan Radhika, tetapi tetap saja dia merasa bersalah. Tasya termasuk orang yang suka memikirkan perasaan orang lain. Dan terkadang itu membuatnya sulit. Namun, dia tidak menyesal menjadi orang seperti itu, karena terkadang kebaikan datang begitu saja padanya.

Jarak dari kafe ke perusahaan Radhika sekitar sepuluh menit, jadi Tasya berlari ke sana. Ada dua alasan kenapa dia berlari. Yang pertama dia tidak ingin membuat Radhika terlalu lama menunggu. Yang kedua, jalanan sudah sepi karena saat menuju ke sana harus melewati jalan kecil dan gelap. Tasya dari kecil takut gelap, jadi dia menyalakan lampu di ponselnya dan berlari dengan sangat cepat saat melewati jalan kecil itu.

Tasya terengah-engah saat sampai di depan perusahaan Radhika. Dia membungkuk dan memegang lututnya, berusaha untuk menormalkan debaran jantungnya. Sudah lama sekali dia tidak berolahraga, jadi rasanya lelah sekali. Seperti habis maraton dengan jarak sepuluh kilometer.

"Maaf, Bu. Mau ke mana, ya?" tanya security itu.

"Aku mau ketemu dengan Radhika." Dia memperlihatkan percakapannya pada security tadi.

"Tunggu sebentar, ya." Security itu pergi ke posnya dan terlihat sedang menelepon seseorang. Tak lama dari itu, dia kembali dan dia bilang akan mengantar Tasya ke ruangan Radhika.

Selama perjalanan Tasya merasa sedikit takut, karena semua ruangan yang ia lewati kosong. Dan lampu-lampunya juga redup bahkan ada yang padam. Cukup bagus sih sebenarnya untuk menghemat energi, namun hal itu malah membuat suasananya menjadi seram. Untung saja dia ada yang menemani. Jika tidak, mungkin dia tidak akan jadi mengunjungi Radhika.

"Sudah sampai, Bu. Saya pamit," kata security tadi.

Tasya menghela napas. Dia merasa ragu lagi. Sebenarnya dia tidak tau alasan kenapa dia mau datang kemari. Bagaimanapun juga, dia masih marah dan sakit hati atas perlakukan Radhika hari ini. Tapi sebagian dari dirinya berkata, dia harus menyelesaikan masalahnya dengan Radhika secara tuntas. Lebih cepat, lebih baik.

Apa pun yang terjadi hari ini semoga itu akan menjadi hal yang baik di masa yang akan datang. Tasya menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya. Dia mengetuk pintu sebanyak tiga kali.

Setelah mendengar Radhika memersilahkan dirinya masuk, Tasya segera masuk. Tasya melihat Radhika sedang memunggunginya. Radhika sedang melihat ke arah jendela besar di belakang meja kerjanya.

Tasya sekarang bingung, apakah dia harus menunggu Radhika menyuruhnya duduk atau langsung bertanya apa yang Radhika inginkan.

"Langsung aja." Radhika berjalan mendekati Tasya, dan berhenti beberapa langkah dari tempat Tasya berdiri. "Kemari!"

Tasya mengerutkan keningnya. Dia tidak tau apa yang sedang Radhika rencanakan. Mungkin saja dia mau balas dendam atas tamparannya kemarin. Ya, itu masuk akal karena kemarin Tasya pergi begitu saja, pasti Radhika marah padanya dan ingin balas dendam.

"Kamu mau apa?" Tasya sedikit panik, namun berusaha untuk tidak terlihat takut.

"Cepat!" Radhika menatap Tasya tajam.

Tasya menelan ludah, dia berjalan perlahan menghampiri Radhika.

"Ada ap─"

Sebelum Tasya menyelesaikan ucapannya, Radhika menarik lengannya. Tasya sangat terkejut. Dia mengira Radhika mau memukulnya. Namun, ketakutan Tasya tidak terbukti. Radhika malah membawa lengan Tasya untuk menyentuh wajahnya.

"A─apa-apaan ini?" Tasya sangat bingung dengan perlakuan Radhika. Dia juga sangat gugup, karena mereka terlalu dekat. Dan itu membuat jantung Tasya berdetak kencang. “Dhika, kamu kesambet, ya?”

"Sebentar."

Radhika menutup matanya. Radhika merasa kalau tangan Tasya sedikit bergetar dan kaku. Tapi dia tidak peduli, karena tangannya terasa hangat dan dia menyukainya. Radhika membuka matanya. Dan yang pertama ia lihat wajah Tasya yang memerah. Radhika menjauhkan tangan Tasya dari wajahnya.

"Bantu saya sedikit lagi."

Tasya masih merasa bingung, dan dia dikejutkan lagi saat Radhika tiba-tiba memeluknya. "Ih, si gelo! Dhika, nyebut! Kita bukan muhrim!" Tasya mendorong dada Radhika, namun hal tersebut tidak berhasil membuat pelukannya terlepas.

"Sebentar aja. Dosanya saya yang tanggung," ucap Radhika.

“Mana bisa gitu!” Sepertinya Radhika memang sudah benar-benar Sableng.

“Dua menit.” 

Tasya mulai berhenti berontak, karena ia merasa itu sangat percuma. Jadi dia membiarkan Radhika memeluknya sebentar, cuman dua menit. Tidak boleh lebih. Tasya menghitung dalam hati. Namun, dia tidak bisa menghitung dengan benar karena pikirannya berkecamuk, akhirnya dia menyerah.

Tubuh Tasya kaku, karena dia tidak tau harus beraksi seperti apa. Sebenarnya, Tasya merasa heran pada dirinya sendiri. Seharusnya dia memukul atau menampar Radhika, karena sudah bersikap seenaknya. Namun, dia malah merasa gugup, dan lagi, apa-apaan dengan jantungnya yang berdegup cepat? Semoga saja si Sableng tidak menyadarinya.

Sedangkan Radhika merasa seperti menemukan sesuatu yang telah lama hilang. Sudah lama sekali dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Dia merasa senang karena ada orang lain yang bisa bersentuhan dengannya. Dan dia sangat berharap agar bisa sembuh dan bisa berdamai dengan masa lalunya.

Radhika melepaskan pelukannya. "Saya pesankan taksi online untuk kamu." Radhika berjalan ke mejanya hendak mengambil ponselnya.

Tasya mengerjapkan matanya. Dia masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status