Share

06. Officialy Pengangguran

Tasya benar-benar kesal, dan dia marah sekarang, emosinya sudah sampai di ubun-ubun. Radhika sudah sangat keterlaluan. Bisa-bisanya dia berbuat seenaknya seperti itu. Lihat saja, Tasya akan memberi perhitungan padanya.

Tasya kini berdiri tepat di depan pintu ruangan Radhika, dia diantar oleh Yoga. Tadi Yoga datang ke playgroup dan langsung membawanya kemari setelah Tasya berbicara dengan Ilham─pemilik playgroup tempatnya bekerja. Sebenarnya saat dalam perjalanan ke sini Tasya ingin sekali memarahi Yoga. Tapi ia urungkan, karena dalang dari masalahnya ini adalah si kutu kupret, Radhika Putra Prawira Sableng. 

Yoga mengetuk pintu lalu membawa Tasya masuk ke ruangan Radhika. 

"Pak Dhika, Tasya sudah sampai, saya pamit." Yoga keluar dari ruangan setelah mendapat anggukan dari Radhika. 

Tasya menatap Radhika tajam. Sedangkan Radhika hanya meliriknya sekilas kemudian kembali fokus pada pekerjaannya, dia seakan tidak peduli dengan kehadiran Tasya. Hal itu membuat kekesalan Tasya meningkat, amarahnya sudah sampai di ubun-ubun dan dia siap meledak. 

Tasya berjalan ke arah meja Radhika. Dia menggebrak meja dengan keras. Sehingga membuat lengannya terasa sakit. Namun, Tasya menahannya. Dia sedang marah sekarang, jadi tidak boleh menunjukkannya.

"Lo bener-bener keterlaluan ya." Tasya sudah tidak peduli lagi jika di cap tidak sopan. Yang jelas dia ingin meluapkan emosi yang dia tahan sedari tadi. Bisa-bisanya si Sableng membuatnya kehilangan pekerjaan. Benar-benar minta digantung di tiang listrik. “Jelasin, apa maksudnya!”

Radhika masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada di mejanya. Tasya seolah-olah tembus pandang. Radhika sudah gila, dia sepertinya ingin menguji kesabarannya.

Tasya mencondongkan tubuhnya ke arah Radhika, lalu menarik bolpoin dari tangannya. “Gue lagi ngomong sama lo, Wira Sableng!”

Radhika mengerutkan kening. “Wira Sableng?” tanyanya.

“Iya, lo-” Tasya mengacungkan jari telunjuknya ke wajah Radhika. “-Wira Sableng!”

Radhika menghela napas, lalu memijat keningnya. “Anindira, ayo kita selesaikan ini dengan cepat.”

“Makannya, jelasin!” Tasya melipat tangannya di depan dada. 

Radhika mengusap wajahnya. Sepertinya ini bukan pertarungan yang mudah. "Kita udah bahas ini kemarin." 

“Gue kan udah nolak.”

“Saya udah bilang, itu bukan negosiasi.”

Dasar sinting! Tasya mengepalkan kedua telapak tangannya. Ingin sekali ia meninju wajah Radhika dan membuatnya babak belur.

"Gue enggak peduli, gue tetap nolak." Tasya berbalik, dia hendak pergi dari ruangan ini. 

"Anindira, kamu enggak akan bisa nolak. Kamu mau jadi pengangguran?" 

"Denger ya, gue enggak sudi kerja sama lo. Ogah!" Tasya berjalan keluar dengan perasaan kesal. Sumpah, Tasya ingin membeli roket untuk si Radhika kutu kupret dan mengirmnya ke planet Mars.

Sedangkan Radhika hanya tersenyum miring. "Kita lihat aja," ucapnya entah pada siapa. 

Tasya menutup pintu, dia bersandar pada pintu tersebut. Dia menghela napas untuk meredakan emosinya. Jika di pikir-pikir setelah bertemu Radhika dia jadi sering menghela napas. Ini semua karena dia kesal dan stress menghadapi spesies langka yang harus segera dibimbing ke jalan yang benar. Agar kedamaian segera kembali ke pelukannya.

Tadi pagi, saat Tasya sampai di playgroup, rekan-rekan pengajarnya tiba-tiba memeluknya dan menjabat tangannya. Dia yang awalnya tidak mengerti bertanya pada mereka, namun mereka bilang sebaiknya Tasya mendengarnya langsung dari Ilham. Jadi Tasya segera pergi ke ruangan Ilham. 

Ilham bilang, Yoga datang menemuinya dan memintanya untuk memecat Tasya karena perusahaan mereka membutuhkannya. Yoga juga bilang mereka sudah menyiapkan pengganti Tasya. Dia juga bilang kalau pengganti Tasya akan digaji oleh mereka. 

Awalnya Ilham bilang dia tidak mau melakukannya. Karena dia tidak memiliki alasan untuk memecat Tasya, karena Tasya bekerja dengan sangat baik. 

Namun Yoga meyakinkannya bahwa pekerjaan Tasya akan lebih baik di sana, dia juga bilang bahwa yang meminta adalah Radhika─CEO Zero One Corp., oleh sebab itu pada akhirnya Ilham menyetujui permintaan Yoga. Dengan kesepakatan Tasya harus mendapat pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaannya sekarang. 

Tasya menghela napas. Sekarang dia menjadi seorang pengangguran. Tasya pasti akan merindukan murid-muridnya di playgroup, dia juga baru ingat kalau dia belum berpamitan pada mereka. Pasti akan sangat sulit berpisah dengan mereka. Karena Tasya menyayangi mereka. 

Walau setiap tahun muridnya selalu berganti-ganti karena mereka harus melanjutkan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi, tapi tetap saja semua murid-murid yang pernah ia asuh adalah anak-anak kesayangannya dan dia selalu merasa sedih setiap kali harus berpisah dengan satu persatu dari mereka. 

Tasya segera tersadar, tidak seharusnya dia melamun di sini. Untung saja tidak ada orang yang melihatnya. Dia harus segera meninggalkan gedung ini. Sebelum dia melihat batang hidung si Sableng, takutnya dia kelepasan memukul wajah yang tampan tapi kaya papan itu. Walaupun dia sebenarnya dia ingin. Yang terpenting serang bukan itu, dia harus segera mencari solusi untuk masalahnya sekarang. Tasya tidak ingin membuang sisa tenaganya.

Sesampainya di luar, dia segera mengirimkan pesan ke Raka, dia menanyakan kapan dia selesai bekerja. Raka bilang dia akan selesai pukul tujuh malam dan Tasya meminta Raka menjemputnya di rumah setelah ia selesai bekerja. 

Sekarang Tasya memutuskan untuk pulang ke rumahnya. 

*** 

"Kenapa lagi?" tanya Raka. 

Mereka kini telah selesai makan. Tadi sewaktu Raka menjemputnya, Tasya bilang ada hal yang ingin dibicarakan, namun dia juga bilang selesai makan baru mereka bicara, agar tidak merusak selera makannya. 

Tasya meminum sodanya. “Gue dipecat. Gila enggak tuh." 

"Hah? Kok bisa?" Raka terkejut. Selama ini bukankah Tasya bekerja dengan baik. Dia juga tidak pernah bercerita kalau dia punya masalah dengan pekerjaannya. 

"Kelakuan siapa lagi kalau bukan si Sableng!" Tasya melemparkan punggungnya ke sandaran kursi. 

Raka mengerutkan keningnya. "Dia kenapa?" 

Tasya menceritakan semuanya. Mulai dari Radhika yang tiba-tiba memintanya menemuinya, pertemuannya hari jumat lalu saat Radhika memintanya bekerja di perusahaannya dan kejadian tadi pagi mengenai pemecantannya. Tetapi dia tidak menceritakan soal Radhika yang tiba-tiba memeluknya, karena itu cukup memalukan. 

"Gue kok enggak ngerti ya. Kata lo dia enggak mau ketemu lagi. Kok aneh sih?" 

Raka ingat sekitar dua minggu lalu, sewaktu mereka ke taman bermain. Tasya bilang Radhika tidak ingin bertemu dengannya. Bahkan sempat menghinanya sehingga Tasya menamparnya. 

“Bukan lo aja, gue juga kagak ngarti! Sebenernya apa sih masalah hidup itu orang? Kerjanya bikin gue pusing tujuh keliling, delapan tanjakan, dua tikungan." 

Raka hanya diam. Dia tidak mengerti dengan situasi Tasya sekarang. Dia juga tidak tau apa yang sedang Radhika rencanakan. Ini sangat membingungkan. Entah karena otaknya yang lambat, atau karena masalah ini memang sulit dimengerti.

"Sekarang gue pusing. Gue udah jadi pengangguran, dan sekarang nyari kerja tuh enggak gampang. Bisa-bisanya tuh makhluk planet lain, mainin hidup gue." Tasya menghela napas. 

Tasya sangat bingung sekarang. Jika dia melamar kerja sebagai seorang akuntan akan sangat sulit karena dia tidak memiliki pengalaman kerja di bidang itu. Jika dia melamar sebagai guru di playgroup lain juga akan sulit walaupun pengalamannya sudah lima tahun, tapi bagaimanapun juga dia adalah lulusan akuntansi.

"Apa gue ngomong aja ya, ke Om Ilham?" tanya Raka. 

"Enggak usah." Tasya menggeleng."Gue nyari kerjaan lain aja. Gila, gue udah sering banget ngerepotin kalian." 

Tasya tidak enak hati jika terus merepotkan mereka. Lagipula ini adalah masalahnya sendiri dan dia yang harus menyelesaikannya. 

Raka tau, jika Tasya tidak ingin dibantah dan dia tidak suka merepotkan orang lain jika berkaitan dengan hal-hal seperti ini. Dulu saja saat ia menawarkan bekerja di playgroup milik Ilham, dia menolak. Namun karena dulu keadaan benar-benar mendesak akhirnya dia mau menerima bantuannya. 

"Okelah. Kalau lo butuh bantuan, lo bilang aja. Enggak usah ngerasa enggak enak." Raka lebih memilih mengalah. Dia akan selalu mendukung keputusannya. Dan dia juga akan menjadi orang pertama yang akan membantunya jika dia kesulitan. 

Tasya mengangguk lalu tersenyum. "Oke, siap."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status