Share

3. New Day

Tangan mereka sibuk saling menjamah. Merry memeluk leher pria itu, sementara sepasang lengan kekar melingkar di pinggangnya, menarik tubuhnya begitu dekat, Merry bisa merasakan bara menguar dari tubuhnya.

Kemudian pria itu melepaskan ciumannya. Matanya terlihat gelap, segelap langit malam, menatapnya dengan penuh nafsu.

Merry terhuyung, kali ini bukan pusing karena pengaruh alkohol, melainkan ciuman dahsyat yang baru pertama kali dia rasakan sepanjang hidupnya.

Tiba-tiba pria itu menggandeng tangannya dan membawanya menuju ruangannya. Setelah menutup pintu, pria itu kembali menghujani Merry dengan ciuman. Bibirnya, pipinya, lehernya, merambat ke belahan dadanya.

Merry sudah terlalu terlena dengan kenikmatan yang sedang dirasakan olehnya saat ini. Sehingga dia tidak berdaya menolak. Dia menurut saja seperti sapi yang dicucuk hidungnya saat pria itu merebahkannya ke atas sofa. Kali ini, ciumannya sudah tidak terlalu ganas. Ciumannya sangat lembut namun begitu menuntut.

Padahal ruangan ini memiliki pendingin ruangan, namun Merry merasa kepanasan. Begitupun halnya dengan pria itu. Dia melepaskan jasnya, kemudian kemejanya, lalu celananya.

Merry terbelalak melihatnya. Dia bermaksud melarang, namun niatnya terlupakan saat bibir pria itu kembali mencumbunya, memberikan kenikmatan yang membuatnya lemah.

Merry tidak pernah “one night stand” sebelumnya. Namun untuk kali ini, dia sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk menolaknya.

Maka, saat pria itu melucuti semua pakaiannya, dia sama sekali tidak kuasa mencegahnya.

*

Dering telepon genggam mengusik tidurnya sehingga dia segera terbangun dan sibuk mencari-carinya. Dengan mata setengah terpejam, dia melihat nama si penelepon.

Cathy

Merry pun menekan tombol terima, “Ya, hallo?”

“Merry, ya ampun akhirnya teleponnya lo angkat juga! Lo di mana?” teriak Cathy di seberang sana.

Merry menjauhkan telepon dari telinganya. Kepalanya sakit karena pengar. Ditambah lengkingan Cathy yang luar biasa.

“Gue … di mana ya? Lo di mana? Eh, sekarang jam berapa?”

“Sekarang udah jam tujuh pagi! Gue sama Dawn nyariin lo tadi malam di club. Abis ke toilet lo nggak muncul-muncul lagi. Tapi karena Syeiley bilang lo nggak apa-apa, jadi kita berdua pulang duluan. Lo di mana? Tadi malam apa yang terjadi?” cecar Cathy.

“Tadi malam …,” Merry memaksakan otaknya untuk mengingat kejadian tadi malam.

Tadi malam dia mau pipis, naik ke lantai VIP, salah buka pintu berkali-kali, dan akhirnya setelah pipis, dia ketemu sama cowok ganteng. Terus−

Mata Merry terbelalak begitu dia bisa mengingat keseluruhan kejadian tadi malam. Tubuhnya langsung tegak, dan dia baru menyadari kalau dia tidak memakai sehelai pakaian pun, hanya ditutupi oleh selimut. Kepalanya celingak-celinguk untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi dan di mana dirinya berada. Dia berada di sebuah kamar yang seperti kamar hotel. Tapi bagaimana bisa?

“Mer, Merry! Lo masih nyambung kan?” tanya Cathy tidak sabaran.

“I-iya, Cath, udahan dulu ya! Nanti …,” Merry mencoba mencari kata-kata yang pas, “Nanti aja gue ceritain pas kita makan siang bareng!” Setelah itu dia segera menekan tombol merah di layar.

“Ya ampun, baju gue di mana? Baju gue?” gumamnya dengan panik.

Kepanikannya semakin bertambah ketika dia menyadari ada sesosok tubuh pria, yang sama seperti dirinya − tanpa sehelai pakaian pun − masih tertidur dengan nyenyak.

Merry segera menutup mulutnya untuk mencegahnya berteriak histeris.

'No-no-no! Gilak! Apa yang udah gue lakukan!?' Batinnya mengutuk dirinya sendiri.

Dia menarik semua selimut, agar tubuhnya tidak telanjang sementara mencari ceceran pakaiannya. Dan hasilnya, tubuh telanjang pria itu malah terlihat seluruhnya.

Refleks dia menutup matanya. Tapi, tubuh pria itu bagus banget, terpahat sempurna seperti patung-patung dewa Yunani. Dia mengintip sedikit namun langsung mengutuk dirinya kembali.

'Fokus, Mer, fokus! Lo harus segera kabur dari sini. Mumpung cowok itu masih tidur!' Begitu alarm yang berteriak di dalam kepalanya.

Akhirnya dia menemukan celana dalamnya di atas meja, gaunnya di depan pintu masuk dan branya di bawah kepala cowok itu.

Merry mengerang, gimana mengambilnya? Lagian itu cowok kok bisa sih, tertidur di atas bra. Mesum banget!

Maka, dengan effort lebih untuk membuat pria itu membalikkan tubuh dan kepalanya, akhirnya dia berhasil mendapatkan branya kembali. Sambil membawa sepatunya, dia berjalan berjingkat-jingkat menuju pintu keluar agar pria itu tidak terbangun.

Dia baru memakai sepatunya setelah berada di luar kamar. Koridor ini terlihat mirip dengan koridor club. Tapi di lantai ini hanya ada kamar tersebut. Dia berjalan menuju lift dan melihat kalau saat ini dia berada di lantai lima, lantai pribadi pemilik gedung.

Saat Merry turun di lantai dasar, rupanya dia masih berada di dalam Ambience. Dia baru mengetahui kalau ada kamar tersebut di gedung ini. Siapa pria itu? Kenapa pria itu bisa mengakses lantai tersebut? Apa dia pemiliknya?

Merry berjalan keluar lift. Dilihatnya beberapa orang karyawan masih sibuk beberes. Sepertinya mereka sudah terbiasa melihat tamu-tamu yang baru pulang jam segini. Merry malu sekali, mereka pasti menduganya sebagai cewek nakal.

Merry memutar bola matanya. Memang yang sudah dilakukan olehnya tadi malam tidak termasuk nakal?

'Ah sudahlah, lupakan! Lupakan!'

Dia menghentikan taksi begitu sampai di pinggir jalan dan segera pulang menuju apartemennya.

*

“Dan lo pergi begitu aja tanpa tukeran nomor telepon sama cowok itu?” tanya Cathy saat mereka makan siang bareng.

“Nggak ngira gue, Mer, gue pikir lo cewek baik-baik,” tambah Dawn sambil menggelengkan kepalanya.

“Ih, apaan, sih! Tadi malam kecelakaan! Kecelakaan gara-gara mabok!” kilah Merry merasa kesal karena kedua sahabatnya malah sibuk memojokkannya.

“Mer, gue bilangin ya, cewek baik-baik itu cewek yang abis ML sama cowok, dia nggak kabur begitu aja. Dengan lo kabur, lo malah memberikan kesan ke cowok itu kalau lo udah sering melakukan hal itu,” nasihat Cathy sok bijak.

Wajah Merry langsung tegang, “Eh, emang gitu? Jadi gue memberikan kesan yang salah dong ke cowok itu? Ah, bodo ah! Emang gue pikirin. Kita juga nggak bakalan ketemu lagi!”

“Dunia memang nggak selebar daun kelor. Tapi Jakarta itu kecil lho! Bisa aja lo ketemu dia lagi di club yang lain, di restoran, atau bahkan di kantor lo!” tambah Dawn semakin membuat Merry paranoid.

“Ah, kalian berdua kenapa bukannya bantuin gue malah bikin gue panik sih? Udahlah, abis ini nggak jadi aja gue beliin kalian baju kembaran!”

“Eh, jangan-jangan. Berhubung duit lo utuh tadi malam, ya harus diganti dengan hal lain lah!” Dawn dan Cathy terkekeh berbarengan, merasa senang melihat sahabat mereka panik.

Maka, sisa hari Minggu itu mereka habiskan dengan asyik berbelanja dan berjalan-jalan di mall. Dan masalah dengan pria itu pun menguap dari ingatan Merry. Setidaknya untuk hari ini.

*

Hari Senin pun tiba, di mana hari ini merupakan hari pertamanya bekerja di kantor baru. Di kantor ini dia melamar sebagai junior sekretaris. Tentu saja akan ada senior sekretaris di atasnya sebelum dia berurusan langsung dengan bosnya.

Merry mengenakan pakaian barunya. Sepasang rok span selutut warna pink pastel dengan blus warna putih. Untuk sepatunya dia mengenakan heels senada dengan roknya. Warna yang langka tentu saja. Kemudian rambutnya yang lebat dikuncir ekor kuda. Makeupnya tidak terlalu tebal, dengan lipstik warna pink lembut.

Setelah puas dengan penampilannya, dia meraih flap bag bertali panjang berbahan kulit warna putih.

Sambil bersenandung pelan, dia turun ke parkiran dengan kunci mobil di tangan kanannya.

Pagi ini berjalan dengan lancar. Alarmnya tidak mengkhianatinya, dia sempat sarapan telor mata sapi dengan roti, bahkan meneguk segelas kopi. Hari ini pasti berlangsung dengan baik dan sempurna.

Hanya membutuhkan waktu setengah jam, dia sudah tiba di gedung tempatnya bekerja. Sebelum dia mendapatkan mejanya sendiri, dia pun menghadap ke ruangan SDM, bersama dengan beberapa karyawan baru lainnya.

Rekan kerjanya terlihat asyik dan ramah, dia bahkan melihat Ashton yang baru tiba di ruangannya. Karena kebetulan dia dan beberapa karyawan baru sedang diantar berkeliling oleh staf bagian SDM.

“Ashton!” panggilnya setengah berbisik agar tidak memancing perhatian yang lain. Dia melambaikan tangannya pada pria itu, sangat berharap Ashton melihat dirinya.[]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status