Share

8. He's not him!

"Apakah kamu sedang merayu saya?" Liam mengulang pertanyaannya kembali.

Sesuai dugaan Liam, perempuan di depannya saat ini duduk dengan salah tingkah. Mudah sekali untuk menggoda perempuan itu. Entah kenapa Liam merasa penasaran untuk terus menggodanya. 

Dan sebenarnya, yang merasakan hal itu tidak hanya Merry. Sejak pagi saat Merry pertama kali muncul di ruangannya, Liam sudah merasa tidak asing dengan wajah perempuan itu. Tentu saja Liam teringat kejadian Sabtu malam sebelumnya, di mana dia sudah melewatkan malam yang panas dan penuh gairah, yang berhasil mengantarkannya pada kepuasan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Namun pagi harinya, dia hanya mendapati kesendirian di dalam ruangan itu. Liam merasa sangat marah dan terhina. Bisa diduga sepanjang sisa akhir pekan dilaluinya dengan suasana hati yang sangat buruk dan ingin terus mengamuk.

Siapa yang menyangka kalau wajah itu akan muncul kembali di hadapannya, tepat di dalam ruangan kantornya sebagai sekretarisnya. Ah, takdir memang tidak ada yang pernah bisa menduga. 

Namun, walau Liam merasa yakin wajah perempuan itu terlihat tidak asing, dia tidak mungkin mengatakannya begitu saja. Perempuan itu bisa-bisa besar kepala dan mengejek dirinya. 

Itulah yang membuatnya kesal sepanjang rapat tadi pagi. Setiap melihat wajah Merry, Liam berusaha menahan dirinya dari memaksa perempuan itu untuk mengakui perbuatannya dan meminta maaf padanya. Tapi, kalau dia melakukan itu, dia akan terlihat sangat bodoh. 

Siapa sangka kalau kesempatan itu akan muncul dengan cepat? Perempuan itu sendiri yang menggigit umpannya tanpa Liam perlu bersusah payah menebarnya. 

Namun, Liam tidak akan mengaku begitu saja. Dia harus membalas Merry atas perbuatannya telah meninggalkan dirinya begitu saja. 

"Kenapa kamu hanya terdiam? Apakah dugaan saya benar, kamu sudah merayu bosmu bahkan di hari pertama kamu bekerja?" tanya Liam tersenyum miring.

Kali ini, Merry tidak lagi melihat tatapan tajam penuh ancaman, melainkan binar jahil. Namun tetap saja, Merry tidak bisa merasa tenang begitu saja. 

"Bu-bukan, bukan itu maksud saya, Pak. Maafkan saya kalau bapak mengira saya bermaksud menggoda bapak. Saya benar-benar tidak ada maksud untuk menggoda bapak. Saya mana berani melakukan hal itu!" ucap Merry cepat memberikan alasan.

Liam tertawa renyah, "Sebenarnya tidak masalah kalau kamu bermaksud menggoda saya. Hal itu tidak aneh, karena saya memang memiliki wajah yang sangat memukau. Bukan begitu?"

Merry terdiam mendengar ucapan narsisistik yang keluar dari mulut Liam. Oh ya Tuhan, dia sama sekali tidak mengira akan mendengar kalimat norak dari mulut pria sekelas Liam. Rasa tegang di hatinya langsung menghilang, berganti dengan rasa geli. Ingin sekali Merry menjawab kalau Ashton jauh lebih ganteng daripada wajah bosnya. Tapi, kalau Merry melakukan itu, dia khawatir suasana hati Liam yang sudah membaik akan terjun bebas kembali. Dia tidak mau membuat masalah di hari pertamanya bekerja.

"Hahaha, tentu saja. Wajah bapak memang sangat memukau," ucapnya dengan tawa palsu yang dipaksakan.

Liam hanya senyum-senyum, kemudian dia kembali meraih kotak makan dan memakannya. Kelihatannya suasana hatinya sudah membaik dan kembali normal. Ah tapi, mana Merry tahu bagaimana suasana hati bosnya yang baik dan normal? Hari ini baru merupakan hari pertamanya bekerja.

Merry akhirnya melanjutkan makan kembali. Walau suasana kembali hening, kali ini bukan lagi keheningan yang canggung dan menyeramkan, melainkan keheningan yang terasa ringan dan menyenangkan. Entah kenapa Merry merasa, walau awalnya menyebalkan, bosnya cukup baik dan profesional.

Tanpa sadar, senyum tipis terulas di bibirnya. Namun dengan cepat senyum itu kembali memudar. Ah, jadi ... apakah bosnya bukan merupakan pria yang sama yang ditemuinya Sabtu malam lalu? Walau merasa lega, tetap saja ada sedikit rasa kecewa di salah satu sudut hatinya. Tapi setidaknya berkurang satu hal yang perlu dikhawatirkan olehnya.

***

Saat jam kantor selesai, Merry memutuskan untuk pergi janjian bersama Dawn dan Cathy. Mereka janjian untuk bertemu di sebuah rumah makan yang sedang populer sekalian makan malam. 

"Merry, sini!" panggil Dawn saat Merry memasuki rumah makan.

Merry tertawa bahagia melihat wajah kedua sahabatnya. Dia pun langsung berlari kecil menuju meja mereka. 

"Sudah lama kalian sampainya?" tanya Merry mencium kedua pipi sahabatnya bergantian kemudian duduk di kursi yang masih kosong.

"Nggak juga sih, paling setengah jam," jawab Dawn menyesap es kopi americano yang dipesannya.

"Ya ampun, sorry banget! Tadi tuh gue udah mau jalan keluar, tapi bos gue manggil lagi," ucap Merry merasa tak enak hati.

"Gue sih, nggak masalah cuma setengah jam. Cathy sudah nunggu di sini selama satu jam," lanjut Dawn menyeringai.

Merry terpekik kaget. "OMG, Cathyyy, sorry banget yaaaa! I'll make up to you! Lo mau makan apa malam ini gue yang traktir!"

"Deeeuu, mentang-mentang udah dapat kerja. Udah bisa traktir-traktir," goda Dawn.

"Seriusan guee!" balas Merry.

"Nggak usah, Mer. Gue udah pesan makanan, dessert, es kopi, air putih, sama es krim. Saking lama nunggu kalian berdua," ucap Cathy.

"Serius lo udah makan sebanyak itu? Masih lapar?" tanya Merry terkejut. Biasanya Cathy ketat dengan jadwal dietnya.

Cathy mengangguk, "Lain kali aja traktirnya. Gue ogah kalau cuma ditraktir di restoran yang murah meriah."

Dawn tertawa mendengar jawaban Cathy. Sedangkan Merry berdecak, "Gue kira nolak ditraktir sama gue karena emang baek. Nggak tahunya mau morotin gue." Tapi setelah itu, dia pun ikut tertawa.

Tak lama kemudian, Merry memanggil pelayan untuk memesan makanan dan minuman. Sambil menunggu pesanan tiba, mereka pun kembali berbincang-bincang.

"Jadi, gimana hari pertama lo bekerja?" tanya Dawn memulai perbincangan.

"Gue pikir sih, lancar-lancar aja ya. Semua pekerjaan yang diberikan ke gue bisa gue selesaikan. Eh tapi, kalian berdua jangan kaget ya," ucap Merry memandang dengan saksama wajah kedua sahabatnya.

"Sudah pasti kami berdua bakalan kaget lah," jawab Dawn.

"Kali ini ada apa?" tanya Cathy yang selalu tanpa basa-basi. Seperti biasa, penampilan selalu sempurna, kemeja putih yang tersetrika rapi, rambut panjang yang dicepol dan membiarkan beberapa anak rambut terurai di kedua sisi wajahnya. Parfumnya pun masih tercium. 

"Tapi janji kalian nggak akan heboh setelah mendengar cerita gue."

"Ah elah, lama! Bilang aja sih, ada apa!" omel Dawn yang penampilannya lebih chic dan boyish. Celana panjang bahan, kemeja hitam lengan pendek dan rambut bob.

Merry meringis mendengar omelan Dawn. Namun dia tetap melanjutkan ceritanya, "Bos gue di kantor wajahnya mirip sama cowok malam itu!" 

Selama detik-detik awal, Cathy dan Dawn hanya terpaku mendengarnya. Otak mereka belum memahami maksud ucapan Merry. Cowok malam itu siapa? 

Namun mereka berdua lekas langsung memahami mengingat Merry memang jarang sekali pergi hang out bersama cowok-cowok. Bisa dibilang, Merry tidak pernah kencan buta dengan cowok manapun saking bucinnya sama Ashton. 

Cathy menutup mulutnya dengan mata terbelalak. Dawn terpekik pelan sambil memegang kedua pipinya.

"Seriusan? Terus gimana ceritanya? Mirip doang apa dia memang cowok itu?" cecar Dawn.

"Mirip doang, udah gue tanyain langsung ke orangnya," jawab Merry polos.

"Lo tanyain langsung?" tanya Cathy terkejut. "Bagaimana tepatnya?"

"Yaaa, gue bilang aja langsung, kalau bapak mirip sama cowok yang bertemu Sabtu malam kemarin. Dan kalian tahu nggak jawaban dia apa? Asli nyebelin banget! Masa dia bilang kalau gue lagi ngerayu dia? Terus dia dengan narsisnya bilang kalau wajahnya memang sangat memukau sehingga wajar kalau gue ngerayu dia di hari pertama gue bekerja. Asli nyebelin banget kan?"

Cathy dan Dawn saling pandang. Namun setelah semua cerita terserap sempurna ke dalam otak, mereka berdua serempak tertawa ngakak.[]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status