Zacky membaringkan Angel dengan lembut di atas ranjang lalu memeluknya erat-erat.
"Zacky, jangan ...," ucap Angel dengan wajah merona merah.
"Katakan, kamu merindukanku?" Zacky menatap kedua mata Angel dalam-dalam.
Angel merasakan keintiman yang memang menjadi miliknya, walaupun dia tidak bisa mengingat dengan jelas, tetapi dia sangat menginginkan pria yang sedang memeluknya ini.
"Aku merindukanmu, Zacky," ucapnya lalu mencium Zacky dan pria itu membalasnya dengan keintiman yang penuh cinta.
Malam panas dijalani mereka, terlepas dari masalah yang ada.
***
Besok harinya, Zacky terbangun dengan kepala dan tubuh yang segar bugar. Zacky mengelus punggung istrinya yang tertutup selimut lalu mempererat pelukannya.
"Hmmm, Zacky, aku masih mengantuk," ucap Angel pada saat pria itu hendak berlabuh sekali lagi sebagai aktivitas pria normal.
Zacky membenamkan wajahnya dalam-dalam ke ceruk leher Angel. "Kamu wangi dan sangat menggai
Hallo para pembaca setiaku, mohon maaf atas kesalahan penerbitan Bab yang saya lakukan tanpa sengaja sehingga keseruan Anda terganggu oleh Bab yang hilang yaitu Bab 107 sampai dengan 110. Sebagai penghargaan dan permintaan maaf dari saya, Bab 107 sd 110 ini saya lampirkan di sini dan Bab ini GRATIS tanpa perlu pembelian koin. Terima kasih atas kesetiaan Anda untuk membaca cerita ini. Jangan lupa singgah ke akun saya untuk cerita seru lainnya. Salam Pembaca, Bab 107 Aku menundukkan kepala untuk melihat bagian dadaku yang sudah basah. "Astaga," pekikku lalu menutup bagian yang terekspos dengan kedua tangan dan merasa malu. Aku segera memutar tubuh dan menghadap ke arah lain, membelakangi Zacky. Namun, petir sepertinya bekerjasama dengan Zacky. Suara yang menggelegar membuatku terkejut dan memeluk Zacky dengan gemetaran. "Eh." Suara Zacky yang ikut terkejut karena petir tersebut dan dia pun memelukku dengan erat. "Angel," panggil Zacky dengan lembut setelah suara petir mereda.
"Tidak! Pokoknya aku tidak mau!" Aku membanting pintu kamarku dengan rasa kesal yang sudah membuncah. Aku masih remaja-baru saja memasuki semester satu dalam sebuah Universitas. Tentu saja bukan salahku, jika saat ini rasa marah serta tak terima-tersebab oleh keputusan yang diambil orangtuaku secara sepihak tersebut. "Biarkan saja dia! Lamaran tidak akan ditolak dengan alasan apa pun!" "Keluarga kita berhutang budi yang sangat banyak kepada keluarga Sanjaya. Lagipula, masa depannya akan terjamin karena anaknya nanti akan menjadi pewaris!" Demikian ucap papaku yang sekilas masih terdengar samar-samar olehku. “Tapi, Pa … I-itu mayat,” ucap mama membelaku. "Tidak ada penolakan, TITIK!” seru papaku kemudian terdengar langkahnya yang berlalu pergi dengan tergesa-gesa. Kedatangannya ke rumah kecil itu hanya untuk menyampaikan kabar yang baru saja diterimanya. Aku membenamkan wajahku ke bantal kesayanganku. Menangis sejadi-jadinya. "Mengapa mereka begitu tega dan memaksa anak gadis sat
Bunda tersenyum dengan lembut sambil mengusap airmatanya sendiri. Memang inilah takdir yang harus kujalani sebagai anak gadis satu-satunya milik keluarga ini. Selama ini aku selalu dimanjakan dengan semua kebutuhan. Memang hidup kami tidak termasuk mewah. Tapi keluarga Sanjaya, tempat papaku bekerja memang selalu memenuhi semua yang kami perlukan. Uang sekolahku tidak pernah terlambat. Buku sekolah dan tas sekolahku selalu baru setiap tahunnya karena diberikan oleh Emma Sanjaya-Istri majikan, tempat papaku mengabdi. "Istirahatlah, Nak. Siapkan dirimu! Pernikahan akan dilaksanakan besok!" Perkataan Bunda begitu lembut namun terkesan menyedihkan. Bunda melangkah lesu keluar dari kamarku. Kulihat ia masih mengusap airmatanya. Bila keluarga kita cukup kaya, maka kita tidak akan terhina seperti ini. Kedua orangtuaku juga bisa melarikan diri, tapi mereka memilih untuk membalas jasa majikannya. "A-Apa? Besok?" Kepalaku terasa berdengung sejenak. Oh iya ... ya, mayat akan semakin bau bila
Kulirik sekilas jenazah di sampingku dalam kegelapan, sinar rembulan samar-samar masuk dari balik tirai. Pria kaku itu sudah diangkat keluar dari peti mati dan mereka membaringkannya di ranjang. Masih dengan kain putih menutup wajahnya. Ingin rasanya membuka penutup kain putih itu, setidaknya aku bisa melihat wajah suamiku sekali saja. Tapi sungguh aku tidak berani. Dengan takut aku duduk satu ranjang dengan mayat. Kecewa, sungguh kecewa dengan kedua orangtuaku yang meninggalkanku di sini. "Gila, mereka semua kehilangan otaknya," bathinku. "Apa yang mereka harapkan dengan menidurkan mayat di sini?" "J-jangan katakan, mereka benar-benar ingin aku hamil dari mayat ini?" Aku membulatkan mataku dan memandang pria yang terbujur kaku itu dengan bulu kuduk berdiri. Degh! Lampu hidup kembali. Aku bernafas dengan lega. Ac pendingin di kamar yang luas itu malah membuatku berkeringat jagung. Aku pasrah. Harus tahan duduk sampai acara di luar selesai. Baru aku bisa pulang ke rumah. "Ya, h
Aku menghentikan acara makanku. Memberanikan diri untuk bergerak mengecek keadaan. Kulirik jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. "Jam berapa aku akan pulang ya?" tanyaku dengan kesal kepada diriku sendiri. Tentu saja mayat itu tidak mungkin bisa menjawab pertanyaanku. Sejujurnya, aku sudah merasa sangat kelelahan. Sakit pada kepalaku membuatku ingin muntah. Belum lagi asam lambung yang harus keterima karena tidak mengisi perutku dengan makanan sampai sekarang. Aku menatap pria yang terbujur kaku itu. Tidak ada reaksi. "Huh, dia memang sudah mati kok!" ucapku kembali ke meja kecil di samping kamar yang sudah berisi beberapa makanan dan menghabiskan makananku. Aku tidak takut sama hantu dan segala macam hal gaib. Karena menurutku, dunia memiliki bagiannya masing-masing. Tapi harus menyatukan dua dunia dengan pernikahan seperti ini tentu saja adalah hal yang menyesatkan. Gila dan di luar nalar. Tapi itulah yang terjadi saat ini. "Urrgghhhh." Aku bersendawa de
"Jangan katakan kamu memasang CCTV di kamar mandi juga!" Mama berteriak dengan marah. Telingaku dijewer semakin kuat."Aduh, Ma ... Lepaskan! Ampun!" Teriakanku melengking. Aku sungguh kesakitan. Terasa panas dan sepertinya telingaku sudah merah. Aku tidak suka dijewer, apalagi sudah berumur dua puluh delapan tahun. Ini sungguh menggelikan.Mama melepaskan telingaku tapi, masih menatapku dengan tatapan marah. Ia berkacak pinggang di hadapanku. Aku tahu dia menunggu jawabanku."Iya, nanti kuhapus. Aku hanya mau bermain-main. Bukankah Mama sudah membayar mainan itu seharga dua milyar?" ucapku membela diri."Arrghhh!" Perkataanku membuat mama kembali menjewer telingaku yang satunya lagi."Lepaskan, Ma. Sakit sekali!"Mama melepaskan tangannya, kemudian menghentakkan pantatnya dengan kasar ke tepi ranjang."Gadis polos itu bukan mainan!" ucap mama dengan ketus. Aku mencebik, meremehkan perkataan mamaku."Itu dosa! Kamu tidak boleh melakukan hal seperti itu! Nanti bisa-bisa kau akan dikutu
Sebenarnya aku terbangun karena sesak pipis, pendingin di kamar pengantin ini bekerja terlalu baik. Aku hampir membeku. "Sial, mati lampu lagi!" umpatku dalam hati sambil duduk di ranjang yang empuk. Tiba-tiba, kedua netraku menangkap bayangan yang tidak wajar. Jantungku mulai berpacu dengan kencang. Betapa terkejut diriku saat melihat seseorang sedang berdiri di hadapanku. Pandangan mata yang terbatas karena kegelapan membuatku menyadari sesuatu hal. Saat ini, aku sedang tidur di ranjang di sebelah mayat dan sialnya, mayat itu tidak ada di sebelahku! Bulu kudukku semakin meremang. "Arrghhh! Setan!" teriakku dengan panik. Pria bertopeng itu langsung menyerangku dan menutup mulutku yang sedang berteriak dengan keras. Tentu saja aku memberontak dengan semua usaha dan kekuatan yang ada. Kutendang tubuhnya dengan kakiku, kugigit tangannya dengan geram kemudian kugigit bahunya yang keras sampai gigiku sepertinya mau putus. Pokoknya dimanapun ada kesempatan, aku akan menyepak, mencakar
Zacky tertawa sembari memegang perutnya-pria itu merasa puas sekali melihat gadis mainannya menangis dan terduduk di depan daun pintu."Arrgh, sakit sekali," rintih Zacky. Akibat perkelahian kecil yang dilakukannya dengan Angel semalam, tubuhnya mendapatkan cakaran, serta luka di beberapa tempat. Dilirik tangannya sendiri-pertengahan antara jari jempol dan telunjuk. Bekas gigitan itu masih meninggalkan d*rah kering.Lututnya juga sakit akibat terhantam ke lantai dengan keras saat ingin menangkap gadis kecil itu."Dia lincah sekali seperti ular, liar dan gesit. Dasar gadis barbar!" umpat Zacky sembari bergerak ke kamar mandi.Zacky membuka pakaiannya dan melihat pantulan tubuhnya di cermin. Wajah yang ganteng, rahang yang keras dan tubuh berotot dengan enam kotak teratur di bagian perut yang rata tapi, sekarang ditambahi tiga garis bekas cakaran."Wanita si*lan!" Kembali terdengar umpatan Zacky.Postur pria itu sangat sempurna. Dengan tinggi 180 cm, lengan kekar dan dada bidang serta