Aku menghentikan acara makanku. Memberanikan diri untuk bergerak mengecek keadaan.
Kulirik jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. "Jam berapa aku akan pulang ya?" tanyaku dengan kesal kepada diriku sendiri. Tentu saja mayat itu tidak mungkin bisa menjawab pertanyaanku.
Sejujurnya, aku sudah merasa sangat kelelahan. Sakit pada kepalaku membuatku ingin muntah. Belum lagi asam lambung yang harus keterima karena tidak mengisi perutku dengan makanan sampai sekarang.
Aku menatap pria yang terbujur kaku itu. Tidak ada reaksi. "Huh, dia memang sudah mati kok!" ucapku kembali ke meja kecil di samping kamar yang sudah berisi beberapa makanan dan menghabiskan makananku.
Aku tidak takut sama hantu dan segala macam hal gaib. Karena menurutku, dunia memiliki bagiannya masing-masing. Tapi harus menyatukan dua dunia dengan pernikahan seperti ini tentu saja adalah hal yang menyesatkan. Gila dan di luar nalar. Tapi itulah yang terjadi saat ini.
"Urrgghhhh."
Aku bersendawa dengan keras setelah semua makanan kuhabiskan tidak bersisa. Aku memandang piring-piring kosong di meja dengan tatapan puas.
Aku sudah malas menghubungi mamaku karena sudah pasti, ia hanya akan mendiamkan panggilanku.
Kutempelkan telingaku ke daun pintu. "Sunyi, tidak ada yang berbicara lagi. Apakah acara sudah selesai? Mengapa mereka masih belum menjemputku?"
Aku mulai menggedor pintu dengan gelisah. Hari sudah malam dan mama berjanji kita akan pulang bersama.
"Mama! Mama!" teriakku mulai panik. Masih tetap sama, tidak ada jawaban dari luar kamar.
"Aku terjebak di sini. Mama berbohong kepadaku!" geramku sambil mengepalkan tangan.
Aku duduk termangu di ranjang yang dingin. Pendingin ruangan bekerja dengan baik tapi sekali lagi, aku mengeluarkan keringat jagung.
Sambil mengatur nafasku yang menderu-deru, aku menoleh ke arah jenazah yang terbaring itu. Bulu kudukku kembali berdiri.
"Di mana aku tidur? Tidak mungkin di sisi mayat ini, bukan?"
"Atau kusepak saja mayatnya ke lantai?"
"Bagaimana bila mayat itu bangkit dan menatapku bila aku sudah tertidur?"
"Arrghhh!" Tak sanggup lagi kutahan amarah ini. Dengan kesal aku berlari mengelilingi ruangan kamar yang cukup luas itu.
Menghentakkan kakiku dengan kesal. Berolahraga sedikit karena tubuhku yang sudah terlanjut kaku.
"Huft ya, satu, dua, satu, dua."
Aku melompat dan bertepuk tangan. Kemudian melakukan beberapa gerakan yoga, kembali mengedor pintu untuk melampiaskan kekesalanku dan berputar-putar berlari mengelilingi kamar seperti orang kerasukan.
Bila saat ini aku mempunyai kuota dan pulsa yang banyak, maka aku akan berselancar di dunia maya dengan handphoneku. Tapi, sekarang pengisi daya saja tidak kumiliki.
"Ahh, kesal!" teriakku dengan lantang.
"Ohya, mandi!" Aku belum mandi sama sekali. Walau jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam, mandi air hangat mungkin bisa melegakan perasaanku.
Dengan singgap aku bangkit dan mencari pakaian ganti di lemari samping ranjang.
"Eh, apa ini?" Aku menatap isi lemari dengan bingung. Semua pakaian pria berupa kemeja putih dan stelan jas. Tidak ada warna lain.
"Ini pasti lemarimu ya? Hmm, dari isi lemari saja sudah tampak sekali hidupmu kurang berwarna," ucapku sembari melihat ke arah mayat itu.
Setelah menghela nafas dengan berat, kuambil sebuah kemeja putih.
"Aihhh, besar sekali kemeja ini!" Aku mengukurnya di tubuhku dan panjang kemeja itu hampir selututku.
"Setidaknya bisa menutupi paha," ucapku santai.
"Celana ... hmm, di mana celana ya?"
Sambil merasa kesal karena Mama Papa tidak menyediakan pakaian untukku, malah mengurungku seharian penuh. Apakah besok aku akan pulang?
"Aahhh ini dia, Eh, ini sepertinya ... boxer!"
Aku melirik ke arah mayat itu. Ternyata yang kupegang saat ini adalah boxer dari pria tersebut.
"Besar sekali," ucapku tanpa sengaja memandang ke arah kelaminnya yang ada di hadapanku.
Dengan wajah merona kubalikkan badanku kembali, "Ishhh, birahi sama mayat!" kutepuk kepalaku dengan kesal.
Dengan langkah buru-buru aku masuk ke kamar mandi untuk mandi dan sekedar beredam di bathtub.
Tanpa kutahu ada sepasang mata yang melihatku dari CCTV yang dipasang di berbagai sudut. CCTV kecil dan hanya mengeluarkan sebuah titik merah yang berkedip teratur.
***
POV: Zacky Sanjaya.
Suara bariton seorang pria muda berkata sambil tertawa, "Gadis ini lucu sekali." Pria itu adalah aku, Zacky Sanjaya.
"Hmm, menarik," ucapku sambil menggeser mouse. Kedua mataku menatap layar tv di hadapanku dengan serius. Sekarang CCTV beralih ke kamar mandi.
Tubuh molek tertampang polos membuat birahiku naik. "Eh," ucapku tanpa sadar.
Ruangan gelap ini hanya berisi delapan layar tv di sebuah meja panjang dan sebuah kursi besar untukku. Aku sengaja tidak menghidupkan lampu agar terkesan menyeramkan. Aku sedang memata-matai istri pilihan ibuku.
Pernikahan aneh yang diajukan ibuku adalah tindakan paling baik yang menjadi solusi atas keadaan saat ini.
Kecelakaan ini adalah kesengajaan oleh seseorang. Ayahku meninggal di tempat, sementara aku hanya menderita luka yang tidak seberapa. Tapi, ibuku memalsukan kematianku karena ia ingin tahu akal bulus apalagi yang ingin dilakukan oleh pamanku.
Pamanku adalah adik lain ibu dari Andrew Sanjaya-ayahku. Mereka memang bersama sejak kecil. Tapi, karena keserakahan dan kecemburuan manusia, pamanku mulai berulah.
Aku, CEO yang baru diangkat dan diresmikan satu bulan yang lalu. disingkirkannya karena ia sangat menginginkan Sam-putra tunggalnya untuk menjabat sebagai CEO.
Wanita ini, Angel-namanya, ia akan menjadi tamengku. Ia akan menjadi umpan menarik bagi paman, sehingga secara tidak sadar mereka akan mengincar keberadaan perempuan kocak ini. Melupakan keberadaan aku yang sudah dinyatakan meninggal.
Aku terkekeh saat melihat bagaimana gadis itu ketakutan karena boneka pucat yang berbaring disana menggantikanku.
"Dia sungguh bodoh! Karena itulah gadis tamak uang itu mau menikah, bahkan dengan mayat."
"Tapi dia sungguh lucu," gumamku sambil menyeringai.
Aku tertawa sambil memegang perutku melihat dia yang sedang melakukan olahraga. Tubuhnya yang kecil berjingkrak dan meliuk seperti ular padahal sedang melakukan latihan yoga.
Gerakan yang salah malah membuatku menahan nafasku karena gadis itu terlihat lebih seperti sedang melipat tubuhnya yang sedikit gempal daripada melakukan gerakan olahraga. Apalagi saat ia berlari mengelilingi kamar seperti seseorang yang kerasukan. Sungguh lucu sekali.
Deghh!!! Hatiku berdegup kencang.
Aku menelan ludah beberapa kali saat melihat gadis itu tiba-tiba polos, dari CCTV kamar mandi.
Kulit putihnya sanggup membuatku mengalami kesulitan untuk mengedipkan kedua mataku.
Bagian bawah celanaku juga terasa sempit saat memperbesar layar tv untuk melihat bagaimana gadis barbar itu berendam di dalam bathtub yang besar.
Tapi, tawaku kembali membahana karena gadis itu terpeleset dan terbenam sebentar.
"Uhuk uhukk." Terdengar gadis itu batuk. Sepertinya ia menelan cukup banyak air yang sudah bersabun di dalam bathtub.
"Gadis bodoh! Somplak!" Aku kembali tertawa.
Gairahku turun, lebih suka melihat aksinya yang kocak.
"Hmm, gadis ini menarik. aku harus mengurungnya lebih lama lagi!"
Sebuah sinar tiba-tiba masuk ke kamar. Terlihat mamaku berdiri di depan pintu.
"Mama," sapaku sambil mematikan layar tv-ku.
"Hmm, apa itu?" tanya mamaku dengan penuh selidik.
"Uhm, sedikit pekerjaan. Bukan hal yang besar."
"Mengapa kamu tidak menghidupkan lampu?" ucap mama sambil memencet tombol lampu.
Mataku berusaha menyesuaikan diri dengan lampu kamar yang dihidupkan bersamaan.
"Bagaimana lukamu, Sayang?" ucap mama sambil membelai wajahku yang tergores cukup banyak.
"Sudah mulai mengering," ucapku sambil menepis tangannya. Aku kurang suka dibelai. Memangnya aku kucing?
"Hmm, bagaimana keadaaan di luar? Apakah semua tamu sudah pulang?" tanyaku sembari duduk di kursiku kembali. Menatap layar kosong tvku sambil berpikir, gadis bodoh itu pasti sudah selesai mandi.
"Tamu sudah pulang semua. Mertuamu juga sudah pulang. Besok pagi, Mama akan mengatur kepulangan Angel."
Aku mengernyitkan alis kemudian berbalik menghadap ibuku.
"Pulang? Tidak boleh! Gadis itu sudah menjadi milikku. Enak saja!" gerutuku dengan marah.
"Eh, tapi perjanjiannya cuma satu hari lho!" Mama bangkit berdiri dan menatapku sambil berkacak pinggang.
"Dua milyar untuk satu hari? Ah, terlalu mahal. Setidaknya izinkan aku bermain-main dengannya dong, Ma."
Mama terdiam, duduk di tempatnya dengan bingung. Pikirannya melayang dan pandangannya menerawang ke arah layar tv yang tidak kuhidupkan.
"Kamu, memantau gadis itu lewat CCTV?" tanyanya tiba-tiba.
Aku langsung gelisah tak menentu, karena ketahuan. "Ahh, hanya main-main. Sudah, Mama pergi saja. Aku masih ingin bermain-main dengan gadis bodoh ini!" ucapku sambil mengibaskan tanganku.
Mama menatapku dengan marah, kemudian wanita paruh baya itu mendekat dan dijewernya telingaku.
"Aarghhh, sakit, Maa ...," teriakku.
"Jangan katakan kamu memasang CCTV di kamar mandi juga!" Mama berteriak dengan marah. Telingaku dijewer semakin kuat."Aduh, Ma ... Lepaskan! Ampun!" Teriakanku melengking. Aku sungguh kesakitan. Terasa panas dan sepertinya telingaku sudah merah. Aku tidak suka dijewer, apalagi sudah berumur dua puluh delapan tahun. Ini sungguh menggelikan.Mama melepaskan telingaku tapi, masih menatapku dengan tatapan marah. Ia berkacak pinggang di hadapanku. Aku tahu dia menunggu jawabanku."Iya, nanti kuhapus. Aku hanya mau bermain-main. Bukankah Mama sudah membayar mainan itu seharga dua milyar?" ucapku membela diri."Arrghhh!" Perkataanku membuat mama kembali menjewer telingaku yang satunya lagi."Lepaskan, Ma. Sakit sekali!"Mama melepaskan tangannya, kemudian menghentakkan pantatnya dengan kasar ke tepi ranjang."Gadis polos itu bukan mainan!" ucap mama dengan ketus. Aku mencebik, meremehkan perkataan mamaku."Itu dosa! Kamu tidak boleh melakukan hal seperti itu! Nanti bisa-bisa kau akan dikutu
Sebenarnya aku terbangun karena sesak pipis, pendingin di kamar pengantin ini bekerja terlalu baik. Aku hampir membeku. "Sial, mati lampu lagi!" umpatku dalam hati sambil duduk di ranjang yang empuk. Tiba-tiba, kedua netraku menangkap bayangan yang tidak wajar. Jantungku mulai berpacu dengan kencang. Betapa terkejut diriku saat melihat seseorang sedang berdiri di hadapanku. Pandangan mata yang terbatas karena kegelapan membuatku menyadari sesuatu hal. Saat ini, aku sedang tidur di ranjang di sebelah mayat dan sialnya, mayat itu tidak ada di sebelahku! Bulu kudukku semakin meremang. "Arrghhh! Setan!" teriakku dengan panik. Pria bertopeng itu langsung menyerangku dan menutup mulutku yang sedang berteriak dengan keras. Tentu saja aku memberontak dengan semua usaha dan kekuatan yang ada. Kutendang tubuhnya dengan kakiku, kugigit tangannya dengan geram kemudian kugigit bahunya yang keras sampai gigiku sepertinya mau putus. Pokoknya dimanapun ada kesempatan, aku akan menyepak, mencakar
Zacky tertawa sembari memegang perutnya-pria itu merasa puas sekali melihat gadis mainannya menangis dan terduduk di depan daun pintu."Arrgh, sakit sekali," rintih Zacky. Akibat perkelahian kecil yang dilakukannya dengan Angel semalam, tubuhnya mendapatkan cakaran, serta luka di beberapa tempat. Dilirik tangannya sendiri-pertengahan antara jari jempol dan telunjuk. Bekas gigitan itu masih meninggalkan d*rah kering.Lututnya juga sakit akibat terhantam ke lantai dengan keras saat ingin menangkap gadis kecil itu."Dia lincah sekali seperti ular, liar dan gesit. Dasar gadis barbar!" umpat Zacky sembari bergerak ke kamar mandi.Zacky membuka pakaiannya dan melihat pantulan tubuhnya di cermin. Wajah yang ganteng, rahang yang keras dan tubuh berotot dengan enam kotak teratur di bagian perut yang rata tapi, sekarang ditambahi tiga garis bekas cakaran."Wanita si*lan!" Kembali terdengar umpatan Zacky.Postur pria itu sangat sempurna. Dengan tinggi 180 cm, lengan kekar dan dada bidang serta
Dua orang pelayan masuk dan mengantarkan makanan kepada Zacky. Salah seorangnya adalah kepala pelayan-Martha namanya. Wanita yang berumur lima puluhan dan sudah melayani keluarga Sanjaya selama dua puluh tahun itu melirik layar tv yang berada di meja Zacky. Kemudian melirik sejumlah uang yang sudah disediakan Zacky di meja yang sama."Bukankah dia akan dilepaskan hari ini?" Martha memberanikan diri bertanya.Zacky membalas dengan tatapan dingin.Martha segera mengundurkan diri-keluar dari kamar itu dalam diam. Wanita tua itu tahu, Zacky tidak suka bila kesenangannya terganggu apalagi dikomentari.Zacky melahap sarapan sembari melihat pergerakkan dari Angel-mainan barunya.***Aku buru-buru mundur karena terdengar suara anak kunci yang memutar-pertanda pintu akan dibuka!Dua orang pelayan masuk, membawakan makanan kemudian menyajikannya ke meja kecil di sudut kamar.Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk berlari keluar. Tapi, naas sekali k
"Apakah ini berarti kalian akan melawan hukum?" Zacky memandang kedua orang itu dengan tatapan datar. Aura dingin mulai ditunjukkannya."H-hukum? Hukum apa?" Irsan dan Maya duduk kembali di sofa nan empuk di ruangan tamu itu.Tom-asisten Zacky berdiri di samping Zacky. Pria itu sudah siap dengan dokumen perjanjian di tangannya."Bukankah kamu sudah menandatangani semua perjanjian dan aku membayar dua milyar sesuai harga yang tercatat?"Irsan dan Maya saling memandang, "A-apa yang kita tanda tangani?" ucap Maya, melayangkan pandangan ke arah suaminya dengan bingung.Irsan menaikkan bahunya, sementara sebuah dokumen dilempar ke meja oleh Tom."Bacalah sendiri," ucap Zacky sambil menguap."Pergilah sesudah mengerti, aku mengantuk sekali!" lanjut Zacky kemudian pria itu berdiri, meninggalkan kedua orang tua itu yang sibuk membaca dokumen yang sudah ditandatangani oleh mereka tanpa sadar."Eh, tapi aku hanya tanda tangan
"Apa yang harus kulakukan dengan uang ini," ucap Irsan kepada istrinya. Mereka sudah sampai di rumah kecil yang mereka sewa pertahun.Maya terdiam sembari menatap tas yang terisi penuh itu. Uang asli. Satu-satunya putri yang ia cintai dijualnya tanpa sadar. Airmata menetes dari kedua netranya."Marilah pergi membeli sebuah rumah dan berlayar seperti yang dikatakan Tom," ucap Maya dengan lirih.Mereka hanya bisa mempercayai bahwa Nyonya Emma akan menjaga Angel dengan baik. "Anak gadis pasti akan menikah suatu saat. Sebagai orang tua, kita juga sudah tidak mampu menentang apa pun tanpa kekuasaan," ucap Irsan dengan lirih."Marilah pergi membeli sebuah rumah, kemudian kita berlayar, menikmati masa tua kita," lanjutnya yang kemudian mendapat persetujuan dari istrinya.Kedua pasangan yang sudah berumur itu saling berpelukan dengan sedih. Mereka hanya bisa mendoakan semoga Angel diperlakukan dengan baik.***"Lepaskan aku! Mengapa Mama dan Papa belum juga datang untuk menjemputku?" Isak ta
Kedua mata Zacky menatap tanpa berkedip. Layar tv di depannya merekam bagaimana Angel dengan santai membuka pakaiannya kemudian menukarnya dengan lingerie yang baru saja diberikan oleh kepala pelayan."Setidaknya pakaian ini pas di tubuhku, hhmm ... kemeja jelek kebesaran saja pelit sekali dipinjamkan. Sudah meninggal masih juga pelit. Apakah enggak sekalian dikuburkan saja pakaiannya?" Terdengar suara gadis barbar itu mengomel sembari mematut dirinya di cermin.Zacky memperbesar hasil tangkapan layar. Memperhatikan dengan detail lekuk-lekuk tubuh yang ditampilkan layar. Zacky menelan liurnya sendiri."D-dia sungguh cantik dan seksi. Menarik sekali!" ucap Zacky sambil tersenyum. Ia sudah tidak sanggup menahan gairah akibat halusinasinya sendiri.Dua wanita penghibur segera dibawa Tom untuk menghadap Zacky yang menghubunginya saat itu juga.Kedua wanita itu tertunduk dengan gemetaran, menunggu Zacky memberikan instruksi. Zacky menenguk minuman beralkohol untuk meredam rasa sakitnya aki
Zacky membaringkan dirinya di samping Angel. Memeluk si gadis barbar dari belakang. Menhirup aroma wangi menguar dari kisi-kisi rambutnya. Tak ada niat sedikit pun bagi pria itu untuk melecehkan gadis tersebut. Ia malah menyelimuti tubuh Angel. Walaupun dalam hati, pria itu menahan gairah alami yang sudah membuat kepalanya mulai berdenyut. Tapi, ia tidak ingin gadis barbar itu tiba-tiba bangun dan berkelahi dengannya lagi. "Aku tidak akan menganggap gadis polos sepertimu sebagai penghibur. Lagipula, bagian feminim-mu ternyata kecil," ucap Zacky sambil meraba beberapa bagian tubuh Angel. Meremasnya dengan pelan. "Hmmm, lembut, tapi tidak cukup untuk menaikkan seleraku," bisik Zacky di telinga Angel. Gadis polos itu sudah tertidur dengan nyenyak. Tidak merasakan apapun. Kalau Angel sudah tertidur memang seperti itu. Semua otak dan pikirannya benar-benar istirahat total. Tapi, tiba-tiba gadis itu memutar tubuhnya, memeluk Zacky seperti sedang memeluk boneka besar. Kaki kecilnya dile