"Bagaimana aku bisa memikirkan pertanyaan hanya dalam waktu setengah jam?" tanyaku dengan mulut yang terisi penuh."Sambil makan pula!" gerutuku, masih sambil menyuap sesendok bubur ke mulutku.Kepala pelayan itu hanya tersenyum dengan penuh arti. Sesekali ia melirik jam di dinding."Pertanyaan pertama," ucap bu Martha. Aku berpikir sejenak. "Uhm, mengapa Ayah dan Ibuku belum menjemputku?" Bu Martha segera mencatat pertanyaanku kemudian berkata, "Pertanyaan kedua." Aku melirik wajah kepala pelayan yang datar itu. Bu Martha hanya menatapku tanpa ekspresi."Mengapa kalian masih menahanku?" Sekali lagi kulihat, kepala pelayan itu mencatat dengan serius."Pertanyaan ketiga," ucapnya ketus. Aku memasukkan sesuap bubur ke mulutku sambil berpikir."Apa tugasku yang tadi kamu bilang?" Kepala pelayan itu menganggukkan kepalanya masih sambil menulis. Sesekali ia melirik jam di dinding."Pertanyaan keempat, silahkan! Tersisa 5 menit lagi" "Hah?" Aku tersedak makananku. Wanita paruh baya itu sam
"Aku benar-benar bosan di ruangan ini!" teriakku dengan keras sembari mengedor pintu. "Ahhh, sia-sia," ucapku sambil memijit tanganku yang sakit akibat mengedor pintu terus.Aku melirik jam di dinding. "Pukul 11 siang," ucapku sambil kembali merenggangkan tubuhku yang kaku.Tak lama kemudian, pintu terdengar dibuka dari luar. Dua orang pelayan yang sama masuk ke kamar. Bu Martha menenteng dua kantong bungkusan dari kertas yang kelihatannya mewah. Pelayan satunya lagi membawa makanan di atas nampan.Kepala pelayan menyerahkan dua bungkusan besar untukku, sementara pelayan satunya mulai menyusun makanan di meja untuk makan siangku."Silahkan menikmati makan siang, Nyonya muda. Aku akan membantu Nyonya memakai bantal perut palsu, Nyonya akan kami bawa keluar jalan-jalan," ucap bu Martha sambil tetap menunjukkan wajahnya yang datar.Aku segera melahap makan siangku. Aku tidak bertanya terlalu banyak lagi karena aku sudah sangat bosan terkurung di sini. Kulihat bu Martha mengeluarkan baran
Bu Martha masuk ke dalam mobil hitam yang mewah, aku merasa senang sekali dapat keluar dari kamar si*lan itu. "Ughh," ucapku sambil menarik nafas dalam-dalam. Aku membentangkan kedua tanganku ke samping kiri dan kanan sehingga perut kecilku nampak jelas membuncit kecil walaupun dari jarak lima meter.Aku duduk di dalam mobil, seorang pria kekar duduk di depan samping supir. Sepertinya pria tinggi itu adalah pengawal yang diutus untuk menjagaku. Kulihat pria itu memakai masker hitam dan kaca mata hitam serta memakai topi hitam. Semua pakaiannya berwarna hitam."Hmmm, sok bodyguard," gumamku dengan suara kecil.Mobil dijalankan perlahan. Aku menatap keluar kaca jendela mobil dengan pandangan kosong. Gedung-gedung yang mencakar langit sama sekali tidak menarik bagiku.Hiruk pikuk kota Jakarta menjadi santapan sehari-hari. Tapi, aku tidak peduli dengan hal itu semua. Aku memandang kartu hitam yang diberikan tadi, membolak-balik kartu tipis itu."Kamu boleh membeli apapun yang kamu inginka
Kulihat pria tinggi itu melirik ke kiri dan ke kanan dengan buru-buru. Mencari butik yang menjual pakaian hamil."Di sana!" seru Bram sambil menunjuk ke sebuah butik di ujung pusat perbelanjaan itu. Kami bertiga mengikuti langkahnya yang memang cepat, mungkin karena kakinya yang panjang.Sosok tinggi itu cepat sekali masuk ke dalam butik, berbicara kepada penjaga butik kemudian mulai menunjuk berbagai rak."Ahh, kemarilah," ucap Bram dengan nafas menderu.Aku memandangnya dengan bingung kemudian beralih memandang petugas butik yang tersenyum ramah kepadaku."Rak di sini untuk usia kehamilah 3 bulan, di sebelahnya untuk usia kehamilan 6 bulan. Kemudian rak paling samping adalah untuk usia kehamilan 9 bulan," ucap penjaga butik dengan ramah.Aku mengelilingi rak yang ditunjukkan tadi, memilah-milah mana yang ingin kucoba. "Semuanya bagus-bagus," ucapku kepada penjaga butik sambil melirik ke arah Bram yang melihat jam tangannya dengan gelisah."Apakah dia sudah mau pulang kerja? Apakah d
"Arrgh ... ampun, Tuan. Tolong lepaskan aku!" teriak seorang wanita penghibur yang dibawa Tom kepada Zacky, sementara satu teman lainnya sudah pingsan di lantai.Zacky melepaskan wanita itu dan menamparnya dengan keras. Bibir wanita itu langsung robek. Wanita dengan tubuh polos itu terduduk di lantai berkarpet indah itu sambil menangis kesakitan.Zacky memperlakukan mereka dengan kasar. Zacky kesal karena hasrat terdalam dari diri Zacky tidak terselesaikan, walaupun wanita penghibur yang dicarikan oleh Tom sudah mirip-mirip dengan Angel."Pergi kalian semua!" teriak Zacky sembari bergerak ke kamar mandi. Wanita itu segera memungut pakaiannya dan menarik temannya dalam rangkulan, melangkah dengan tertatih-tatih meninggalkan kamar yang sudah penuh dengan aura dingin Zacky.Sekali lagi pria itu tidak sanggup menuntaskan gairahnya. Dia begitu bingung dengan keadaan yang dialami olehnya."Apakah aku sudah mulai melemah?" gumamnya dalam hati sembari membenamkan dirinya ke dalam bathtub beri
"Aku lapar!" teriakku dengan keras sembari mengedor pintu."Aku sudah tahu apa salahku, tapi kalian tidak boleh dong langsung mengunciku tanpa memberiku makan!" seruku dengan lantang. Berusaha agar orang mengurungku mendengarkannya."Aku bukan binatang peliharaan kalian!" ucapku sembari menangis. Aku benar-benar lapar, aku memegang perutku yang sudah mulai terasa nyeri.Aku memang tidak bisa menahan lapar. Asam lambungku akan naik dan akhirnya aku akan mual dengan keringat dingin membasahi tubuhku.Sudah dua jam aku berteriak, tetapi hukuman benar-benar dijalankan. Tidak ada yang singgah melihatku. Dengan putus asa aku berbaring kembali ke ranjang. Menutupi diriku dengan selimut karena keringat dingin mulai menyerangku.Aku mencoba tidur dan berharap besok aku akan diberikan sarapan.***"Apa yang terjadi?" tanya Emma Sanjaya-ibunda Zacky. Wanita paruh baya itu baru saja kembali ke mansion karena dinas di luar kota menggantikan tugas suaminya yang sudah meninggal dunia.Zacky Sanjaya
"Mama! Aku sungguh ingin keluar!" Teriakku dengan suara melengking tinggi. Bagaimana aku bisa hidup dan bertahan selama 4 bulan lagi.Aku menangis sesenggukkan, aku merasa sungguh capek. Bathinku lelah dan perutku selalu panas. Kunaikkan lagi kaosku ke atas. Kulit dari perut rataku sudah mulai terkelupas. "Perih!" Aku merintih dan meringkuk di dalam selimut kembali. Airmataku menetes membasahi ranjang.Tak seberapa lama kemudian, terdengar suara anak kunci diputar. Aku tidak menoleh sama sekali. Aku sedang kesal.Dua pelayan masuk yang sama masuk dan mengantarkan makanan. Aku mencium aroma makanan yang lezat, tetapi egoku lebih tinggi karena masih kesal. Aku sama sekali tidak menoleh dan memilih tetap meringkuk di ranjangku."Nyonya, silahkan menghabiskan makanan yang kami berikan. Nyonya mempunyai waktu setengah jam," ucap bu Martha sembari berdiri di belakang pintu."Setengah jam?" Aku mendelikkan kedua mataku, langsung terduduk. Sesaat kemudian, aku segera berlari untuk mendapatkan
Hari masih pagi, waktu masih menunjukkan pukul tujuh. Tom sudah sampai ke mansion Sanjaya bersama dengan tim medis Dokter Sam. Emma Sanjaya dan Suliatri Sanjaya-dua wanita yang berprofesi sebagai menantu dan mertua tersebut, tengah memperhatikan deretan beberapa mobil ambulance yang sedang parkir di depan mansion mereka. Dengan wajah bingung mereka saling menatap. "Ada apa ini?" tanya Suliatri melihat ke arah bu Martha dan Emma bergantian. "A-aku tidak tahu," jawab bu Martha seraya mencekal tangan Tom yang melewatinya. "Apa yang terjadi? Nyonya Besar mau tahu!" seru bu Martha saat Tom menepis tangannya dengan kasar. "Kalian menghukumnya dengan tidak memberikan makan! Jatah minuman untuknya juga kurang! Sekarang dia mengalami mal nutrisi dan divonis radang usus buntu. Lepaskan aku!" ucap Tom menatap nyalang kepada bu Martha. "Siapa maksud dia? Angel?" tanya Emma dengan wajah masih penasaran danmulai khawatir. Bu Martha mulai gemetar, apa jadinya kalau gadis itu beneran sakit. Tim