Kulirik sekilas jenazah di sampingku dalam kegelapan, sinar rembulan samar-samar masuk dari balik tirai.
Pria kaku itu sudah diangkat keluar dari peti mati dan mereka membaringkannya di ranjang.
Masih dengan kain putih menutup wajahnya. Ingin rasanya membuka penutup kain putih itu, setidaknya aku bisa melihat wajah suamiku sekali saja. Tapi sungguh aku tidak berani.
Dengan takut aku duduk satu ranjang dengan mayat. Kecewa, sungguh kecewa dengan kedua orangtuaku yang meninggalkanku di sini.
"Gila, mereka semua kehilangan otaknya," bathinku. "Apa yang mereka harapkan dengan menidurkan mayat di sini?"
"J-jangan katakan, mereka benar-benar ingin aku hamil dari mayat ini?"
Aku membulatkan mataku dan memandang pria yang terbujur kaku itu dengan bulu kuduk berdiri.
Degh! Lampu hidup kembali. Aku bernafas dengan lega. Ac pendingin di kamar yang luas itu malah membuatku berkeringat jagung.
Aku pasrah. Harus tahan duduk sampai acara di luar selesai. Baru aku bisa pulang ke rumah.
"Ya, harapanku selesai acara aku akan dibebaskan."
Tik tik tik tik ... Jam terus berdetik. Tak berani aku beranjak dari ranjang walau sudah sesak pipis dari tadi.
Perutku terasa sungguh lapar dan kepalaku sakit. Aku tidak cukup tidur semalaman.
"Mereka sungguh kejam sekali karena tidak memberikan makanan yang layak kepada pengantin!" Aku mengumpat dengan kesal.
"Suami mati ini-kan memang tidak perlu makan lagi, tapi aku masih hidup dan aku butuh makan!"
Kedua mataku mulai marah. Tidak menangis lagi karena bukan sedih tapi lapar!
Degh … tiba–tiba mati lampu lagi.
Badanku mematung karena ketakutan. "Ohh Sh*t, apalagi ini?" Sekujur tubuhku mematung. Merinding dan bulu kudukku mulai berdiri. Leherku tiba - tiba dingin seperti ada yang meniup dengan halus.
"Paa ... paa. Papa ... Tolong aku." teriakku kecil dengan tubuh yang sudah kaku total.
Tiba - tiba lampu hidup. Bergegas aku menoleh ke samping. Mayat itu masih disana. Dengan kain putih yang masih tertutup di wajahnya.
"Ups, sedikit lega rasanya," ucapku sambil mengelus dadaku sendiri.
Samar-samar aku melihat bayangan yang berjalan bolak-balik di bawah celah daun pintu.
"Sepertinya ada yang berjaga di luar. Apakah lampu dimatikan dari luar?"
"Kurang ajar! Siapapun yang bermain-main disini!" gumamku dengan marah.
"Mama, Papa!" teriakku dengan marah.
"Aku sudah mau pulang!" Kugedor pintu kamar dengan gelisah.
Kesabaranku sudah melewati batas. Aku ingin pulang sekarang. Pikirku dengan mantap.
"Aku lapar!" teriakku masih dengan kemarahan yang tinggi sambil mengedor pintu.
"Barbar". Terdengar suara kecil dari arah belakangku yang membuatku membujur kaku kembali. Bulu kudukku berdiri lagi.
"Siapa?" Aku memutar tubuhku dan menoleh ke belakang. Masih tidak ada kejadian apapun. Gelap sekali dan aku semakin panik.
Apakah aku berhalusinasi? Sepertinya aku mendengar suara seorang pria memanggilku "Barbar."
Lampu sial itu hidup kembali, aku melirik ke arah ranjang. Tidak ada yang terjadi.
Tak lama kemudian terdengar kunci pintu diputar dari luar. Bundaku menampakkan wajahnya
"Mama!" Aku berseru dan menangis dalam pelukannya.
Beberapa pelayan masuk dan membawa mampan berisi makanan.
Aku melirik mereka dengan malas, mereka juga sedikit gemetaran karena ada mayat di ranjang.
"Nak, kamu belum bisa keluar. Sebentar lagi ya," ucap mama kemudian mendorongku masuk dan menguncinya kembali dari luar.
Aku ingin berontak tapi bundaku sudah menutup pintu dengan cepat.
"Mama!" Aku kembali mengedor pintu. Namun sepertinya usaha ini hanya akan membuatku kelelahan.
Dengan kecewa, aku duduk di ranjang. Menghentakkan pantatku dengan kasar sehingga si mayat ikut terguncang tanpa kusadari.
Kain putih yang menutup wajahnya terbang ke samping.
Aku menoleh dan terkejut. Dengan singgap aku berdiri dan mematung di tempatku. Kututup mulutku dengan kedua tanganku.
Pria itu sangat pucat. Tapi, "Ia sangat ganteng!"
Aku memberanikan diri mendekati mayat itu. Kuperhatikan dengan jelas.
Pria itu seperti seorang bintang film pria yang biasa kulihat.
"Eh, bukan bintang film." Aku mengernyitkan alisku berusaha mengingat.
"D-dia, bukankah dia adalah seorang milyuner muda. Betul! Aku pernah melihat wajahnya. Ia bukan artis tapi wajahnya ada di majalah F*rbes, majalah orang kaya!" seruku karena berhasil mengingat dengan baik.
"Astaga, ganteng dan masih muda, sudah meninggal. Kasihan," ucapku tanpa sadar.
"Kasihan sekali kamu. Seandainya kamu masih hidup, pasti tidak akan ada wanita yang menolak untuk menjadi pasanganmu!" gumamku dengan sedih.
Bermonolog, mengapa hidup terasa begitu kejam bagi sebagian manusia.
Pria ini sudah memiliki segalanya, seorang pewaris dari keluarga yang memiliki kekayaan tanpa nominal. Tapi sudah harus direnggut nyawanya dan berakhir dengan tragis, harus menikah dalam kondisi sebagai mayat.
"Kamu lebih kasihan daripadaku," gumamku masih memperhatikan sosok kekar milik pria yang terbaring kaku itu.
Aku termenung cukup lama sebelum terdengar suara memalukan dari perutku.
"Ahh, aku lapar. Kamu tidak butuh makan tapi, aku butuh!"
Aku bergerak menuju ke meja kecil dimana berbagai makanan lezat disajikan.
"Setidaknya mereka memberiku makanan," gumamku.
Kubuka handphoneku sambil menikmati makanan itu. Kedua mataku melotot saat melihat layar berita di sebuah media sosial.
Dengan sengaja kunaikkan volumenya sehingga bisa didengar mayat itu juga. Karena aku kesal harus menanggung penderitaan sendirian.
"Dengar hei! Kalian dianggap aneh. Aku dianggap bodoh dan materialistis. Oh, hidup kacau ini sungguh nikmat!" ucapku dengan nyaring sambil menertawakan diri.
Terdengar suara pembawa acara televisi dalam berita terkini.
"Sebuah pernikahan yang aneh dilakukan di perumahan elit Tandean hari ini. Sang pengantin pria dinyatakan meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan satu hari sebelumnya."
"Sebelumnya pria itu sudah ditunangkan dengan seorang wanita berinisial A. Wanita tunangannya itu menuntut sebuah pernikahan karena ia sudah lebih dulu hamil satu bulan."
"Benih dalam kandungan wanita berinisial A itu akan mewarisi semua kekayaan yang dimiliki oleh keluarga Sanjaya sebagai pewaris tunggal."
"Pernikahan aneh pun dilakukan hanya demi mendapatkan kejayaan, warisan dan kekuasaan. Demikian sekilas informasi hari ini."
Aku menertawakan diri sendiri sambil menyuap makanan ke dalam mulutku, "Hancurlah, aku tidak mungkin bisa berada di kampus lagi. Mereka mengedar fotoku, ha ha ha."
"Suka-suka mereka sajalah, mau menganggap apa. Aku yang dibilang menuntut sebuah pernikahan padahal keluarga kalian yang memaksaku dengan melemparkan uang dua milyar itu!"
Tak sengaja aku melirik pria yang sudah kaku dan pucat itu. Entah mengapa aku melihat ia mengernyitkan alisnya. Aku menggelengkan kepalaku.
"Apakah Aku sudah mulai berhalusinasi?" Kukulum sendokku dan memandang tanpa henti. Aku tidak merasa setakut tadi. Apakah karena sangat kelaparan sehingga takut? Tak hentinya aku bermonolog.
"Eh, bagaimana mereka bisa mengambil foto untuk dipublikasikan?" Aku bertanya dengan bingung karena sepanjang acara berlangsung, aku sama sekali tidak melihat keberadaan juru foto pengantin.
Tidak ada wartawan ataupun dari media sosial yang meliput. Dari keluarga kerabat juga, mereka terkesan kaku dan hanya beberapa dari mereka yang menghapus airmatanya. Aku menebak dua wanita itu adalah ibunda dan nenek dari pria ini.
Aku kembali menikmati makananku dan segera menghabiskannya. Aku butuh tenaga," ucapku lantang dan berusaha menyemangati diri.
"Hufft." Terdengar suara tawa tertahan.
Aku kembali mendelikkan kedua mataku, menatap ke arah pria itu.
"Kok sepertinya aku mendengar suara tawa yang tertahan ya?"
Aku menghentikan acara makanku. Memberanikan diri untuk bergerak mengecek keadaan. Kulirik jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. "Jam berapa aku akan pulang ya?" tanyaku dengan kesal kepada diriku sendiri. Tentu saja mayat itu tidak mungkin bisa menjawab pertanyaanku. Sejujurnya, aku sudah merasa sangat kelelahan. Sakit pada kepalaku membuatku ingin muntah. Belum lagi asam lambung yang harus keterima karena tidak mengisi perutku dengan makanan sampai sekarang. Aku menatap pria yang terbujur kaku itu. Tidak ada reaksi. "Huh, dia memang sudah mati kok!" ucapku kembali ke meja kecil di samping kamar yang sudah berisi beberapa makanan dan menghabiskan makananku. Aku tidak takut sama hantu dan segala macam hal gaib. Karena menurutku, dunia memiliki bagiannya masing-masing. Tapi harus menyatukan dua dunia dengan pernikahan seperti ini tentu saja adalah hal yang menyesatkan. Gila dan di luar nalar. Tapi itulah yang terjadi saat ini. "Urrgghhhh." Aku bersendawa de
"Jangan katakan kamu memasang CCTV di kamar mandi juga!" Mama berteriak dengan marah. Telingaku dijewer semakin kuat."Aduh, Ma ... Lepaskan! Ampun!" Teriakanku melengking. Aku sungguh kesakitan. Terasa panas dan sepertinya telingaku sudah merah. Aku tidak suka dijewer, apalagi sudah berumur dua puluh delapan tahun. Ini sungguh menggelikan.Mama melepaskan telingaku tapi, masih menatapku dengan tatapan marah. Ia berkacak pinggang di hadapanku. Aku tahu dia menunggu jawabanku."Iya, nanti kuhapus. Aku hanya mau bermain-main. Bukankah Mama sudah membayar mainan itu seharga dua milyar?" ucapku membela diri."Arrghhh!" Perkataanku membuat mama kembali menjewer telingaku yang satunya lagi."Lepaskan, Ma. Sakit sekali!"Mama melepaskan tangannya, kemudian menghentakkan pantatnya dengan kasar ke tepi ranjang."Gadis polos itu bukan mainan!" ucap mama dengan ketus. Aku mencebik, meremehkan perkataan mamaku."Itu dosa! Kamu tidak boleh melakukan hal seperti itu! Nanti bisa-bisa kau akan dikutu
Sebenarnya aku terbangun karena sesak pipis, pendingin di kamar pengantin ini bekerja terlalu baik. Aku hampir membeku. "Sial, mati lampu lagi!" umpatku dalam hati sambil duduk di ranjang yang empuk. Tiba-tiba, kedua netraku menangkap bayangan yang tidak wajar. Jantungku mulai berpacu dengan kencang. Betapa terkejut diriku saat melihat seseorang sedang berdiri di hadapanku. Pandangan mata yang terbatas karena kegelapan membuatku menyadari sesuatu hal. Saat ini, aku sedang tidur di ranjang di sebelah mayat dan sialnya, mayat itu tidak ada di sebelahku! Bulu kudukku semakin meremang. "Arrghhh! Setan!" teriakku dengan panik. Pria bertopeng itu langsung menyerangku dan menutup mulutku yang sedang berteriak dengan keras. Tentu saja aku memberontak dengan semua usaha dan kekuatan yang ada. Kutendang tubuhnya dengan kakiku, kugigit tangannya dengan geram kemudian kugigit bahunya yang keras sampai gigiku sepertinya mau putus. Pokoknya dimanapun ada kesempatan, aku akan menyepak, mencakar
Zacky tertawa sembari memegang perutnya-pria itu merasa puas sekali melihat gadis mainannya menangis dan terduduk di depan daun pintu."Arrgh, sakit sekali," rintih Zacky. Akibat perkelahian kecil yang dilakukannya dengan Angel semalam, tubuhnya mendapatkan cakaran, serta luka di beberapa tempat. Dilirik tangannya sendiri-pertengahan antara jari jempol dan telunjuk. Bekas gigitan itu masih meninggalkan d*rah kering.Lututnya juga sakit akibat terhantam ke lantai dengan keras saat ingin menangkap gadis kecil itu."Dia lincah sekali seperti ular, liar dan gesit. Dasar gadis barbar!" umpat Zacky sembari bergerak ke kamar mandi.Zacky membuka pakaiannya dan melihat pantulan tubuhnya di cermin. Wajah yang ganteng, rahang yang keras dan tubuh berotot dengan enam kotak teratur di bagian perut yang rata tapi, sekarang ditambahi tiga garis bekas cakaran."Wanita si*lan!" Kembali terdengar umpatan Zacky.Postur pria itu sangat sempurna. Dengan tinggi 180 cm, lengan kekar dan dada bidang serta
Dua orang pelayan masuk dan mengantarkan makanan kepada Zacky. Salah seorangnya adalah kepala pelayan-Martha namanya. Wanita yang berumur lima puluhan dan sudah melayani keluarga Sanjaya selama dua puluh tahun itu melirik layar tv yang berada di meja Zacky. Kemudian melirik sejumlah uang yang sudah disediakan Zacky di meja yang sama."Bukankah dia akan dilepaskan hari ini?" Martha memberanikan diri bertanya.Zacky membalas dengan tatapan dingin.Martha segera mengundurkan diri-keluar dari kamar itu dalam diam. Wanita tua itu tahu, Zacky tidak suka bila kesenangannya terganggu apalagi dikomentari.Zacky melahap sarapan sembari melihat pergerakkan dari Angel-mainan barunya.***Aku buru-buru mundur karena terdengar suara anak kunci yang memutar-pertanda pintu akan dibuka!Dua orang pelayan masuk, membawakan makanan kemudian menyajikannya ke meja kecil di sudut kamar.Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk berlari keluar. Tapi, naas sekali k
"Apakah ini berarti kalian akan melawan hukum?" Zacky memandang kedua orang itu dengan tatapan datar. Aura dingin mulai ditunjukkannya."H-hukum? Hukum apa?" Irsan dan Maya duduk kembali di sofa nan empuk di ruangan tamu itu.Tom-asisten Zacky berdiri di samping Zacky. Pria itu sudah siap dengan dokumen perjanjian di tangannya."Bukankah kamu sudah menandatangani semua perjanjian dan aku membayar dua milyar sesuai harga yang tercatat?"Irsan dan Maya saling memandang, "A-apa yang kita tanda tangani?" ucap Maya, melayangkan pandangan ke arah suaminya dengan bingung.Irsan menaikkan bahunya, sementara sebuah dokumen dilempar ke meja oleh Tom."Bacalah sendiri," ucap Zacky sambil menguap."Pergilah sesudah mengerti, aku mengantuk sekali!" lanjut Zacky kemudian pria itu berdiri, meninggalkan kedua orang tua itu yang sibuk membaca dokumen yang sudah ditandatangani oleh mereka tanpa sadar."Eh, tapi aku hanya tanda tangan
"Apa yang harus kulakukan dengan uang ini," ucap Irsan kepada istrinya. Mereka sudah sampai di rumah kecil yang mereka sewa pertahun.Maya terdiam sembari menatap tas yang terisi penuh itu. Uang asli. Satu-satunya putri yang ia cintai dijualnya tanpa sadar. Airmata menetes dari kedua netranya."Marilah pergi membeli sebuah rumah dan berlayar seperti yang dikatakan Tom," ucap Maya dengan lirih.Mereka hanya bisa mempercayai bahwa Nyonya Emma akan menjaga Angel dengan baik. "Anak gadis pasti akan menikah suatu saat. Sebagai orang tua, kita juga sudah tidak mampu menentang apa pun tanpa kekuasaan," ucap Irsan dengan lirih."Marilah pergi membeli sebuah rumah, kemudian kita berlayar, menikmati masa tua kita," lanjutnya yang kemudian mendapat persetujuan dari istrinya.Kedua pasangan yang sudah berumur itu saling berpelukan dengan sedih. Mereka hanya bisa mendoakan semoga Angel diperlakukan dengan baik.***"Lepaskan aku! Mengapa Mama dan Papa belum juga datang untuk menjemputku?" Isak ta
Kedua mata Zacky menatap tanpa berkedip. Layar tv di depannya merekam bagaimana Angel dengan santai membuka pakaiannya kemudian menukarnya dengan lingerie yang baru saja diberikan oleh kepala pelayan."Setidaknya pakaian ini pas di tubuhku, hhmm ... kemeja jelek kebesaran saja pelit sekali dipinjamkan. Sudah meninggal masih juga pelit. Apakah enggak sekalian dikuburkan saja pakaiannya?" Terdengar suara gadis barbar itu mengomel sembari mematut dirinya di cermin.Zacky memperbesar hasil tangkapan layar. Memperhatikan dengan detail lekuk-lekuk tubuh yang ditampilkan layar. Zacky menelan liurnya sendiri."D-dia sungguh cantik dan seksi. Menarik sekali!" ucap Zacky sambil tersenyum. Ia sudah tidak sanggup menahan gairah akibat halusinasinya sendiri.Dua wanita penghibur segera dibawa Tom untuk menghadap Zacky yang menghubunginya saat itu juga.Kedua wanita itu tertunduk dengan gemetaran, menunggu Zacky memberikan instruksi. Zacky menenguk minuman beralkohol untuk meredam rasa sakitnya aki