Sebenarnya aku terbangun karena sesak pipis, pendingin di kamar pengantin ini bekerja terlalu baik. Aku hampir membeku.
"Sial, mati lampu lagi!" umpatku dalam hati sambil duduk di ranjang yang empuk. Tiba-tiba, kedua netraku menangkap bayangan yang tidak wajar. Jantungku mulai berpacu dengan kencang.
Betapa terkejut diriku saat melihat seseorang sedang berdiri di hadapanku. Pandangan mata yang terbatas karena kegelapan membuatku menyadari sesuatu hal. Saat ini, aku sedang tidur di ranjang di sebelah mayat dan sialnya, mayat itu tidak ada di sebelahku! Bulu kudukku semakin meremang.
"Arrghhh! Setan!" teriakku dengan panik.
Pria bertopeng itu langsung menyerangku dan menutup mulutku yang sedang berteriak dengan keras. Tentu saja aku memberontak dengan semua usaha dan kekuatan yang ada.
Kutendang tubuhnya dengan kakiku, kugigit tangannya dengan geram kemudian kugigit bahunya yang keras sampai gigiku sepertinya mau putus. Pokoknya dimanapun ada kesempatan, aku akan menyepak, mencakar dan mengigit karena cuma ilmu itu yang kumiliki untuk membela diriku saat ini.
"To-long!!" teriakku setiap kali saat berhasil melepaskan diri. Entah berapa kali aku terjerambab di lantai, menyenggol sisi ranjang dan menabrak perabotan sekelilingku karena perkelahian kami.
"Diam!" teriak pria itu dengan marah sambil menyekap mulutku kembali. Aku mencium bau d*rah dari bekas luka gigitanku di tangannya. Dengan segala tenaga yang tersisa, aku mengigitnya kembali.
"Aarghhh!" pekik pria itu kemudian menamparku. Aku berdiri dan menjauh darinya. Pipiku terasa perih. Pria itu tidak melepaskanku.
"Tolong," teriakku lebih keras, membuat pria itu semakin panik, ia menarik kakiku dan berusaha menindihku. Tapi tubuhku kecil dan liar, aku melepaskan diri dengan mudah karena kegelapan yang menghalangi pandangan kami.
Kami saling baku hantam di kamar itu selama beberapa saat sampai akhirnya dia memukulku tepat di leher. "Matilah aku!" rutukku, kemudian semua gelap. Aku pingsan!
***
Hari sudah pagi, aku terbangun dengan kepala berat dan tubuh yang terasa remuk serta rahang kanan yang sakit.
"Urghh!" ucapku sambil memegang rahangku yang terasa nyeri.
Aku mengedipkan mata berulang kali, melihat cahaya matahari yang masuk melalui celah tirai di kamar ini.
Aku tersentak kaget setelah menyadari keberadaanku, duduk mematung sejenak sebelum menggeser pantatku sampai ke tepi ranjang. Mayat kurang ajar itu masih berada di sana!
Aku mengedipkan mata beberapa kali. Melihat dengan teliti, berusaha berpikir dengan otakku yang cuma sedengkul.
"Apakah aku sedang bermimpi?"
"T-tapi, ini sakit sekali!" ucapku seraya memegang rahangku. Dengan singgap aku mengecek bagian tubuhku yang lain, "Arrghh, sakit!"
Ada beberapa bagian yang menjadi biru, "Seperti terbanting, terantuk atau dipukul?" gerutuku dengan kesal.
Kulirik lagi mayat sialan itu! Aku mengepalkan tanganku. Mendengkus dengan kesal. "Sungguh! Aku ingin menyepakmu sekali lagi!" pekikku dengan nada tinggi.
"Sepertinya aku memang bermimpi buruk," ucapku dengan ketus setelah berhasil meredam emosiku sendiri.
"Aaah, sudahlah, aku tidak mau menghiraukan mayat sialan itu lagi!"
Dengan nafas menderu dan perut yang lapar, aku kembali mendekati pintu. Mengedornya dengan kasar.
"Buka pintunya! Kalian harus membawaku pulang! Perjanjian sudah selesai!"
Aku berteriak sambil mengedor pintu dengan keras. Tanganku mulai terasa kebas, nafasku menderu dan aku kelelahan.
"Pokoknya aku harus pulang hari ini!" pekikku berulang kali sembari terduduk di belakang daun pintu. Menangis.
Ya! saat ini aku hanya bisa menangis karena tidak ada juga sahutan dari balik pintu sial ini.
Tanpa aku tahu, ada CCTV yang berkedip terus merekam semua yang kulakukan dan pria di balik sebuah layar tv, terkekeh sambil memantau layar itu dengan bahagia.
Zacky tertawa sembari memegang perutnya-pria itu merasa puas sekali melihat gadis mainannya menangis dan terduduk di depan daun pintu."Arrgh, sakit sekali," rintih Zacky. Akibat perkelahian kecil yang dilakukannya dengan Angel semalam, tubuhnya mendapatkan cakaran, serta luka di beberapa tempat. Dilirik tangannya sendiri-pertengahan antara jari jempol dan telunjuk. Bekas gigitan itu masih meninggalkan d*rah kering.Lututnya juga sakit akibat terhantam ke lantai dengan keras saat ingin menangkap gadis kecil itu."Dia lincah sekali seperti ular, liar dan gesit. Dasar gadis barbar!" umpat Zacky sembari bergerak ke kamar mandi.Zacky membuka pakaiannya dan melihat pantulan tubuhnya di cermin. Wajah yang ganteng, rahang yang keras dan tubuh berotot dengan enam kotak teratur di bagian perut yang rata tapi, sekarang ditambahi tiga garis bekas cakaran."Wanita si*lan!" Kembali terdengar umpatan Zacky.Postur pria itu sangat sempurna. Dengan tinggi 180 cm, lengan kekar dan dada bidang serta
Dua orang pelayan masuk dan mengantarkan makanan kepada Zacky. Salah seorangnya adalah kepala pelayan-Martha namanya. Wanita yang berumur lima puluhan dan sudah melayani keluarga Sanjaya selama dua puluh tahun itu melirik layar tv yang berada di meja Zacky. Kemudian melirik sejumlah uang yang sudah disediakan Zacky di meja yang sama."Bukankah dia akan dilepaskan hari ini?" Martha memberanikan diri bertanya.Zacky membalas dengan tatapan dingin.Martha segera mengundurkan diri-keluar dari kamar itu dalam diam. Wanita tua itu tahu, Zacky tidak suka bila kesenangannya terganggu apalagi dikomentari.Zacky melahap sarapan sembari melihat pergerakkan dari Angel-mainan barunya.***Aku buru-buru mundur karena terdengar suara anak kunci yang memutar-pertanda pintu akan dibuka!Dua orang pelayan masuk, membawakan makanan kemudian menyajikannya ke meja kecil di sudut kamar.Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk berlari keluar. Tapi, naas sekali k
"Apakah ini berarti kalian akan melawan hukum?" Zacky memandang kedua orang itu dengan tatapan datar. Aura dingin mulai ditunjukkannya."H-hukum? Hukum apa?" Irsan dan Maya duduk kembali di sofa nan empuk di ruangan tamu itu.Tom-asisten Zacky berdiri di samping Zacky. Pria itu sudah siap dengan dokumen perjanjian di tangannya."Bukankah kamu sudah menandatangani semua perjanjian dan aku membayar dua milyar sesuai harga yang tercatat?"Irsan dan Maya saling memandang, "A-apa yang kita tanda tangani?" ucap Maya, melayangkan pandangan ke arah suaminya dengan bingung.Irsan menaikkan bahunya, sementara sebuah dokumen dilempar ke meja oleh Tom."Bacalah sendiri," ucap Zacky sambil menguap."Pergilah sesudah mengerti, aku mengantuk sekali!" lanjut Zacky kemudian pria itu berdiri, meninggalkan kedua orang tua itu yang sibuk membaca dokumen yang sudah ditandatangani oleh mereka tanpa sadar."Eh, tapi aku hanya tanda tangan
"Apa yang harus kulakukan dengan uang ini," ucap Irsan kepada istrinya. Mereka sudah sampai di rumah kecil yang mereka sewa pertahun.Maya terdiam sembari menatap tas yang terisi penuh itu. Uang asli. Satu-satunya putri yang ia cintai dijualnya tanpa sadar. Airmata menetes dari kedua netranya."Marilah pergi membeli sebuah rumah dan berlayar seperti yang dikatakan Tom," ucap Maya dengan lirih.Mereka hanya bisa mempercayai bahwa Nyonya Emma akan menjaga Angel dengan baik. "Anak gadis pasti akan menikah suatu saat. Sebagai orang tua, kita juga sudah tidak mampu menentang apa pun tanpa kekuasaan," ucap Irsan dengan lirih."Marilah pergi membeli sebuah rumah, kemudian kita berlayar, menikmati masa tua kita," lanjutnya yang kemudian mendapat persetujuan dari istrinya.Kedua pasangan yang sudah berumur itu saling berpelukan dengan sedih. Mereka hanya bisa mendoakan semoga Angel diperlakukan dengan baik.***"Lepaskan aku! Mengapa Mama dan Papa belum juga datang untuk menjemputku?" Isak ta
Kedua mata Zacky menatap tanpa berkedip. Layar tv di depannya merekam bagaimana Angel dengan santai membuka pakaiannya kemudian menukarnya dengan lingerie yang baru saja diberikan oleh kepala pelayan."Setidaknya pakaian ini pas di tubuhku, hhmm ... kemeja jelek kebesaran saja pelit sekali dipinjamkan. Sudah meninggal masih juga pelit. Apakah enggak sekalian dikuburkan saja pakaiannya?" Terdengar suara gadis barbar itu mengomel sembari mematut dirinya di cermin.Zacky memperbesar hasil tangkapan layar. Memperhatikan dengan detail lekuk-lekuk tubuh yang ditampilkan layar. Zacky menelan liurnya sendiri."D-dia sungguh cantik dan seksi. Menarik sekali!" ucap Zacky sambil tersenyum. Ia sudah tidak sanggup menahan gairah akibat halusinasinya sendiri.Dua wanita penghibur segera dibawa Tom untuk menghadap Zacky yang menghubunginya saat itu juga.Kedua wanita itu tertunduk dengan gemetaran, menunggu Zacky memberikan instruksi. Zacky menenguk minuman beralkohol untuk meredam rasa sakitnya aki
Zacky membaringkan dirinya di samping Angel. Memeluk si gadis barbar dari belakang. Menhirup aroma wangi menguar dari kisi-kisi rambutnya. Tak ada niat sedikit pun bagi pria itu untuk melecehkan gadis tersebut. Ia malah menyelimuti tubuh Angel. Walaupun dalam hati, pria itu menahan gairah alami yang sudah membuat kepalanya mulai berdenyut. Tapi, ia tidak ingin gadis barbar itu tiba-tiba bangun dan berkelahi dengannya lagi. "Aku tidak akan menganggap gadis polos sepertimu sebagai penghibur. Lagipula, bagian feminim-mu ternyata kecil," ucap Zacky sambil meraba beberapa bagian tubuh Angel. Meremasnya dengan pelan. "Hmmm, lembut, tapi tidak cukup untuk menaikkan seleraku," bisik Zacky di telinga Angel. Gadis polos itu sudah tertidur dengan nyenyak. Tidak merasakan apapun. Kalau Angel sudah tertidur memang seperti itu. Semua otak dan pikirannya benar-benar istirahat total. Tapi, tiba-tiba gadis itu memutar tubuhnya, memeluk Zacky seperti sedang memeluk boneka besar. Kaki kecilnya dile
"Bagaimana aku bisa memikirkan pertanyaan hanya dalam waktu setengah jam?" tanyaku dengan mulut yang terisi penuh."Sambil makan pula!" gerutuku, masih sambil menyuap sesendok bubur ke mulutku.Kepala pelayan itu hanya tersenyum dengan penuh arti. Sesekali ia melirik jam di dinding."Pertanyaan pertama," ucap bu Martha. Aku berpikir sejenak. "Uhm, mengapa Ayah dan Ibuku belum menjemputku?" Bu Martha segera mencatat pertanyaanku kemudian berkata, "Pertanyaan kedua." Aku melirik wajah kepala pelayan yang datar itu. Bu Martha hanya menatapku tanpa ekspresi."Mengapa kalian masih menahanku?" Sekali lagi kulihat, kepala pelayan itu mencatat dengan serius."Pertanyaan ketiga," ucapnya ketus. Aku memasukkan sesuap bubur ke mulutku sambil berpikir."Apa tugasku yang tadi kamu bilang?" Kepala pelayan itu menganggukkan kepalanya masih sambil menulis. Sesekali ia melirik jam di dinding."Pertanyaan keempat, silahkan! Tersisa 5 menit lagi" "Hah?" Aku tersedak makananku. Wanita paruh baya itu sam
"Aku benar-benar bosan di ruangan ini!" teriakku dengan keras sembari mengedor pintu. "Ahhh, sia-sia," ucapku sambil memijit tanganku yang sakit akibat mengedor pintu terus.Aku melirik jam di dinding. "Pukul 11 siang," ucapku sambil kembali merenggangkan tubuhku yang kaku.Tak lama kemudian, pintu terdengar dibuka dari luar. Dua orang pelayan yang sama masuk ke kamar. Bu Martha menenteng dua kantong bungkusan dari kertas yang kelihatannya mewah. Pelayan satunya lagi membawa makanan di atas nampan.Kepala pelayan menyerahkan dua bungkusan besar untukku, sementara pelayan satunya mulai menyusun makanan di meja untuk makan siangku."Silahkan menikmati makan siang, Nyonya muda. Aku akan membantu Nyonya memakai bantal perut palsu, Nyonya akan kami bawa keluar jalan-jalan," ucap bu Martha sambil tetap menunjukkan wajahnya yang datar.Aku segera melahap makan siangku. Aku tidak bertanya terlalu banyak lagi karena aku sudah sangat bosan terkurung di sini. Kulihat bu Martha mengeluarkan baran