Share

BAB 3. Kesepakatan

Alex nampak menghela nafas. Kal yang dikenalnya dulu penurut, entah kenapa kini terlihat berbeda.

Lelaki yang dulu begitu mudah diperdaya, kini justru menunjukkan perlawanan.

“Hector  meminta ayah menikahkan Joana dengan Putranya, Mark. Kau kenal bukan? Ayah tak mungkin bisa menolaknya, dan sebulan lalu mereka menikah.”

Kraakkk..

Semua orang terkejut melihat Kal, lelaki muda berusia 22 tahun, berontak dan berhasil menghancurkan baja yang mengurung lengan kanannya. 

Hal yang sangat mustahil terjadi mengingat logam itu sangat kuat bahkan tidak bisa dihancurkan dengan palu besar sekalipun. 

Namun Kal berhasil melepaskan sebelah tangannya lalu menarik paksa baja yang mengikat lehernya sehingga baja itu patah.

“Bodoh! Mengapa membiarkan Joana menikah dengan lelaki bejat itu!” Kal membentak sangat marah.

Ia tahu bagaimana liciknya Hector. Dan, ia jelas marah karena keluarga Joana justru menyerahkan putri mereka pada lelaki itu.

“B-bagaimana bisa? Tidak mungkin!”

Melihat Kal yang kini dapat berdiri meskipun dua kaki dan sebelah tangannya masih terbelenggu di kursi, Alex yang hanya berdua dengan Kepala Sipir di ruang itu menjadi sangat panik. 

Sang Menteri Pertahanan itu pun langsung menekan angka tertentu di handphone-nya yang membuat para pengawalnya yang  berjaga di luar masuk dengan senjata lengkap. 

“Jangan coba menyerang, atau kematian yang kau dapatkan!” Alex mencoba menyembunyikan rasa takutnya dengan menodongkan senjata ke arah Kal. “Kedatanganku ke tempat ini hanyalah menawarkanmu kebebasan, asalkan kau mau menjalankan perintah ayahku untuk menyelamatkan Joana!”  

Mendengar itu, Kal tersenyum sinis menambah kesan mengerikan bagi siapa saja yang melihat senyum itu. 

“Apa kau kira aku takut dengan ancamanmu? Kalau aku mau, sejak tadi kau sudah tidak bernafas lagi.”  

Sejenak suasana menjadi hening. Sementara Kal berpikir  keras, membuat aura keangkerannya semakin jelas. Tak sedikitpun terlihat rasa gentar apalagi takut di raut lelaki tampan itu. 

Ia masih menunjukkan kegarangannya dengan pandangan tajam ke arah Alex yang mulai bergetar melihat Kal seperti singa lapar yang siap menerkam mangsanya. 

Setelah berpikir dengan matang, Kal pun memutuskan. “Baiklah, aku setuju dengan tawaranmu itu! Tapi aku tidak ingin bekerja di bawah perintah kalian. Aku akan melakukannya dengan caraku sendiri.” Kemudian, ia memajukan wajahnya dan berbisik pelan. “Kalau kau setuju, habisi Kepala Sipir Penjara itu, aku sangat muak melihat tampangnya!” 

Dorrr!

Tanpa banyak bicara, Alex menembak Kepala Sipir Penjara itu. Sang Kepala Sipir langsung roboh dengan kepala berlubang dan mengeluarkan banyak darah.

Bersamaan dengan itu, terdengar bunyi baja ditarik patah dan terlihat ceceran kepingan baja yang hancur. 

Kraak! 

Kal berhasil menghancurkan tiga baja yang membelenggu tangan kiri dan kedua kakinya. 

Ia lalu berjalan menghampiri Alex dengan langkah yang cukup menakutkan bagi siapa saja yang melihatnya.

“Habisi orang-orang yang namanya ada di kertas ini, dan beritakan mereka tewas di tangan pihak keamanan, karena membuat kekacauan dan menyebabkan puluhan narapidana melarikan diri. 

“Masukkan namaku dalam daftar orang-orang yang tewas itu. Lalu habisi sepuluh narapidana lain dan buat mayat mereka tidak lagi dapat ditemukan. Sepuluh orang itulah yang menjadi daftar orang-orang yang melarikan diri dari penjara ini!”  

Kal berlalu meninggalkan tempat itu tanpa bicara lagi. Ia sempat menyerang salah satu pengawal Alex dan membuatnya roboh karena hilang kesadaran. 

Setelahnya, ia melepaskan semua yang dikenakan oleh pengawal itu dan menggunakannya untuk menggantikan pakaiannya. Apa yang dilakukan Kal tadi sedikitpun tidak dihalangi oleh Alex maupun anak buahnya yang lain. 

Beberapa jam kemudian tersiar berita penyerangan di Penjara Jembatan Terakhir yang menewaskan sang kepala penjara, yang disimpulkan sebagai pelakunya. Media memberitakan persis seperti apa yang Kal perintahkan pada Alex tadi. 

Berita itu tentu saja menghebohkan para penduduk kota.  Beberapa orang aktivis masyarakat langsung mendesak kepolisian untuk bisa menemukan para narapidana yang kabur dan segera memperbaiki sistem keamanan di Penjara Jembatan Terakhir itu.

** 

“Tuan Presiden, Tuan Hector Damos meminta bertemu dengan Anda. Saat ini ia sedang berada di ruang tamu istana Kepresidenan.” 

Sang ajudan pribadi Presiden yang berpakaian lengkap khas pasukan pengawal itu memberikan hormat lalu menghadap kepada Presiden Keith.

Ada keadaan yang tak biasa terlihat dari wajah pengawal Presiden itu. Hanya saja terlihat sekali ia berusaha menutupinya. Namun, Presiden Keith paham betul mengapa pengawalnya bersikap seperti itu. 

Semua tidak lain dikarenakan tamunya yang juga besannya itu dianggap menyalahi prosedur kenegaraan dengan semaunya datang ke istana dan menemui Presiden. 

“Bawa dia masuk!” ucap Presiden Keith cukup singkat. 

“Siap!” 

Tentara khusus yang menjadi Pengawal Presiden itu kembali memberi hormat lalu meninggalkan sang Presiden. Ia menuju ruang tamu istana negara untuk menjemput Tuan Hector Damos.

Tak berapa lama kemudian sang pengawal kembali dengan membawa tamunya. 

“Kau bisa pergi! Aku ada pembicaraan empat mata dengan Tuan Hector!” perintah Sang Presiden. 

Pengawal Presiden itu nampak seperti serba salah. Tidak mungkin ia meninggalkan Presiden dengan orang lain tanpa pengawalan meskipun orang itu adalah besan sang Presiden sendiri. Namun disisi lain Presiden itu sendiri yang memerintahkannya. 

“Tunggu apa lagi? Apakah kau melawan perintah!” bentak Presiden Keith.

 Setelah mendapatkan bentakan dari sang Presiden dengan menunjukkan rasa gusarnya, akhirnya dengan berat hati sang pengawal Presiden itu meninggalkan tempat. 

“Mengapa tidak kau pecat saja pengawalmu itu karena berani membantah?” ucap Hector terlihat tidak senang. 

Presiden Keith tidak menanggapi ucapan Hector. Ia balik bertanya, “Ada apa kau tiba-tiba saja datang ke istana? Bukankah aku sudah mengatakan, sebaiknya pembicaraan kita dilakukan di rumah pribadiku saja?” Wajah lelaki 65 tahun itu terlihat sangat serius. 

Hector melangkah ke kursi kerja sang Presiden. Kemudian dengan sikap seenaknya ia duduk di tempat terhormat itu. “Mengapa kau membiarkan barang-barangku disita oleh pihak keamanan? Kali ini aku mengalami kerugian yang cukup banyak?” tanya Hector sambil mengangkat sebelah kakinya lalu meletakkannya di atas meja yang ada di hadapannya.  

“Bersikaplah yang sopan, Hector! Ini Istana Negara! Apakah kau ingin para tentara menghabisimu apabila melihat sikapmu kepada seorang Presiden seperti ini!”  

Hector hanya tertawa menanggapi amarah sang Presiden. Ia kemudian bangkit dari kursi kepresidenan itu lalu mengambil kursi tamu yang tersedia dan duduk di sana.  

“Tuan Hector, aku sudah menanyakan kejadian itu kepada Kepala  Kepolisian Negara. Yang melakukan penggerebekan itu juga bukan pihak kepolisian. Mereka hanya menerima kabar dari telepon tidak dikenal. Dan bukan hanya pihak kepolisian yang dihubungi, tapi juga para media dan aktivis masyarakat. Hal itu yang menyulitkan kepolisian untuk menutup kasus itu. Tapi kau tidak usah khawatir, namamu bersih dari kasus penggerebekan itu,” terang Presiden Keith. 

Wajah Hector berubah bengis. Ia seperti sedang menahan amarah. “Siapa pun orang itu, dia telah menimbulkan kerugian yang tak sedikit! Dan kau harus mengganti semua kerugianku!” 

Hector kemudian meninggalkan istana kepresidenan dengan menyimpan rasa gusar yang terlihat dari raut wajahnya. 

Presiden Keith pun berjalan menuju kursi kepresidenan dan duduk dengan perasaan senang. Kedatangan Hector yang marah dan menebar ancaman bukan membuatnya takut, malah ia merasa senang. 

Untuk pertama kalinya ia melihat keresahan dan kekhawatiran pimpinan mafia di negaranya itu. 

"Aku yakin semua ini dilakukan oleh anak itu!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Surya Darma
Dari awal gas terus ya.. jadi seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status