Share

Bab 9. Berperang Lewat Pengadilan 

Kal mengangguk. “Tentu bisa,” jawabnya. “Tapi untuk sementara waktu biarkan seperti ini. Aku punya rencana, kita akan buat terkejut mereka yang sudah menindas kalian. Akan ku kembalikan semua, bukan hanya hak kalian, tapi juga kesehatan para kepala keluarga.”

“Terima kasih kak!”

Tiba-tiba saja Caithlyn memeluk Kal sambil mengucapkan kata terima kasih. Sesaat pemuda itu diam. Jiwa seorang legenda dahulu terusik. Ini untuk pertama kalinya ia dipeluk seorang perempuan, di kehidupan dahulu maupun kehidupannya yang sekarang.

Perlahan Kal melepaskan pelukan gadis itu. “Belum saatnya mengucapkan terima kasih,” bisiknya dengan suara sedikit dingin.

Caithlyn mundur setapak. Ia baru sadar telah memeluk orang. Gadis itu khawatir Kal berpikiran yang tidak-tidak tentangnya.

Kal tidak peduli dengan keadaan itu. Ia tersenyum lalu beranjak pergi. Sempat ia berpesan agar jangan pernah mengatakan apa-apa terhadap siapapun. Sampai rencananya berhasil ia jalankan.

Pemuda itu menggunakan motor sport yang baru ia beli. Ia melaju di jalan utama kota menuju ke arah luar. Tepat di perbatasan kota, di tempat yang agak sepi ia menepi.

Di sana terlihat seseorang berdiri di samping mobil mewah. Dilihat dari cara berpakaiannya ia bukan orang sembarangan. Pandangannya tertuju pada Kal yang mengenakan setelan pembalap dengan wajah tertutup dan kacamata hitamnya. Sedikitpun tidak terlihat wajah pemuda itu.

Kal langsung memposisikan diri di samping orang itu. Keduanya pun diam sesaat melihat kearah depan dimana terdapat danau kecil di tempat itu.

“Bagaimana aku bisa mempercayaimu, bila kau masih menyembunyikan identitas seperti itu.”

“Identitasku tidak penting untukmu Jenderal, tapi kemampuanku lah yang kau butuhkan. Bukankah kau mengatakan ingin menyelamatkan negeri ini? Maka kau cukup ikuti caraku. Aku sudah membuktikan beberapa hal padamu bukan?” 

Orang yang menunggu nampak tidak puas dengan penampilan yang digunakan Kal saat itu. Ia merasa pemuda itu tidak menunjukkan sikap mau bekerjasama dengan penampilan semesterius itu.

Namun Kal dapat memberikan alasan yang membuat orang yang dipanggilnya Jenderal itu mau tidak mau mempercayainya.

“Lalu apa yang kau inginkan kali ini?”

Kal tidak menjawab. Ia hanya memberikan selembar kertas catatan tangan. Lelaki itu pun menerimanya dan langsung membaca isi tulisan.

“Untuk apa kau laptop secanggih dan semahal ini? Bagaimana aku bisa memesankannya tanpa diketahui negara?” tanya lelaki itu.

“Jenderal, mudah saja kau melakukannya. Cukup kau bilang tidak perlu dimasukan dalam data pembelian manapun beres. Aku sendiri sebenarnya bisa membeli dengan harga itu. Tapi untuk membawanya dan melewati pemeriksaan dengan aman hanya kau yang bisa melakukannya.”

Orang yang dipanggil Jenderal itu diam. Tak lama kemudian ia mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hmmm.. baiklah aku akan membantumu. Aku harap kau juga melakukan janjimu menyingkirkan musuh-musuh negara itu!”

“Kau tidak perlu khawatir. Kebanyakan musuh negara ini adalah musuh pribadiku. Kau akan melihat mereka satu persatu tumbang!” sahut Kal sembari berbalik arah lalu kembali ke motor sportnya.

Mantan menantu penguasa tertinggi pemerintahan itu pun melaju meninggalkan tempat. Lelaki yang ia ajak bicara tadi hanya melihatnya mengantarkan kepergian Kal.

“Sulit sekali mencari orang yang bisa dipercaya di negeri ini. Sampai-sampai aku harus menyerahkan tugas ini kepada dia yang aku tidak tahu jati dirinya,” gumam lelaki itu.

Beberapa hari kemudian, di kediaman Hector, ia mendapat tamu yang terlihat sangat khawatir penampakan wajahnya.

“Bagaimana ini Tuan Hector? Kau bilang lima rumah besar itu sudah selesai urusannya? Lalu bagaimana ini, pengadilan membuka kasus itu? Apakah ada jejak bukti yang anak buah tuan tinggalkan sehingga bisa terjadi seperti ini,” ucap lelaki itu.

Hector yang diajak bicara hanya diam. Wajahnya diam kaku. Pandangan matanya tajam ke depan, sementara sesekali gurat wajahnya menunjukkan rasa gusar.

“Tidak ada jejak yang mereka tinggalkan. Semua ini salahmu yang terlalu lambat mengeksekusi bangunan itu dan menjalankan proyek yang direncanakan. Kau terlalu khawatir, padahal Presiden saja berada dipihak kita,” sahut Hector akhirnya dengan nada tidak puas.

Lelaki yang menemui Hector itu tidak lain adalah Gladwin pemilik Perusahaan Elino, developer pengembang perumahan, dan bangunan itu. Hari ini ia mendapatkan surat panggilan dari pengadilan terkait sengketa lahan. Perusahaan Gladwin dituntut atas pengusiran dan penggusuran paksa lima buah rumah mewah yang berada di sebelah kanan pusat kota Golden City.

“Buktinya aku mendapatkan surat panggilan pengadilan!” sahut tuan Gladwin sambil menyodorkan selembar kertas pada Hector.

Hector tak menyambutnya. Gladwin pun terpaksa hanya melempar kertas itu diatas meja yang bera di hadapan Hector.

“Apa yang perlu kau takuti di pengadilan itu? Semua Jaksa, Hakim yang ada di sana merupakan orang-orangku. Kau tidak perlu khawatir!” Hector masih duduk dengan santai di kursi kebesarannya.

“Kau belum melihat siapa yang menjadi Hakim di persidangan itu. Dan kau perlu juga melihat video yang aku kirim ke nomormu itu!”

Hector mengerutkan dahi. Ia melihat kekhawatiran dan rasa takut Gladwin. Pimpinan mafia yang terkenal sangat kejam itu pun menurunkan dua kakinya yang sedari tadi berada di atas meja yang ada di depannya.

“Bangsat!!”

Hector memaki. Ia terlihat gusar dan marah membaca surat panggilan yang diberikan Tuan Gladwin.

“Baru membaca surat kau sudah semarah itu. Coba kau lihat video yang aku kirim!” ucap Gladwin.

Dorrrr! Brannnkkk!

Hector menembak meja di depannya dengan marah. Kemarahannya memuncak ketika membuka pesan yang dikirimkan Gladwin di telpon genggamnya.

“Apakah dia lagi orangnya, yang sudah berani menantangku!” geram Hector dengan mata melotot marah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status