Share

Marriage Agreement
Marriage Agreement
Penulis: hinatasenja

Berubah Pikiran

Degup jantung berdetak kencang menemani dinginnya seorang gadis bernama Isma di dalam mobil yang sedang melesat cepat. Sesekali, sorot matanya yang gugup bertemu dengan ekor mata lelaki yang tengah mengemudi melalui kaca spion bagian depan.

Entah sudah berapa ribu kali Isma mengusap keringat dingin di telapak tangannya, dia benar-benar ketakutan.

"Jangan mengecewakan Isma, dia laki-laki pertama yang berani membayarmu dengan harga tinggi!"

Suara Mami Ratna penguasa rumah bordil tadi kembali terngiang di telinga Isma, semakin menguatkan gelisah yang menderanya.

Cittt!!! Mobil berhenti tepat di depan sebuah hotel bintang lima. Terang cahaya dari gedung pencakar langit tersebut nyatanya tidak mampu membuat Isma merasa tenang. Justru, di matanya semua nampak gelap seolah tidak ada siapa pun dalam dunianya yang mulai kelam.

"Turun!" Pria yang tadi menyetir turun dari mobil, membukakan pintu untuk Isma.

"Iya," sahut Isma mulai menurunkan kakinya menjejak di bumi. Dress di atas lutut yang melekat di tubuh sintalnya sedikit tertiup angin yang berhembus. Isma menarik napas panjang, mulai berjalan mengikuti si pria tinggi di depannya.

Pintu hotel yang terbuat dari kaca terbuka otomatis. Isma mengedarkan pandangannya, mencari-cari seseorang yang kata Mami Ratna sudah menyewanya untuk malam ini.

"Duduk di sini," titah lelaki tadi menunjuk sebuah sofa di sudut lobby hotel yang cukup ramai dilalui banyak orang.

Isma hanya menurut saja, dia duduk di sana dan menunduk. Matanya mulai berkaca meski sudah dia tahan untuk tidak menangis.

"Isma, ibu kamu sakit dan butuh biaya banyak. Uang hasil kerja kamu di warteg ya mana cukup untuk menghidupi kebutuhannya!"

Ah ... tuntutan dari keluarganya di kampung membuat Isma putus asa hingga memilih jalan yang tidak seharusnya. Dua bulan Isma bekerja di sebuah rumah makan dengan gaji tidak lebih dari dua juta, nyatanya tidak mampu memenuhi kebutuhan.

Sekarang Isma memilih jalan pintas. Menjadi wanita malam melalui Mami Ratna, langganannya di rumah makan yang berani memberikan uang dua juta yang ia dapat selama sebulan bekerja hanya dalam waktu semalam saja.

Akan tetapi Isma harus membayar mahal keputusannya. Uang yang dia dapat dengan mudah itu nyatanya harus membuat Isma rela kehilangan kehormatannya yang akan ia jual malam ini kepada seorang lelaki pilihan Mami Ratna.

"Ah!" pekik Isma terkejut sekaligus merasa sakit di bagian belakang kepalanya. Dia menoleh, mendapati dua orang lelaki sedang menatap kepadanya. Salah seorang lelaki terkekeh seraya mengatupkan kedua tangannya di dada.

"Maaf Mbak, saya tidak sengaja!"

"Hm!" kata Isma mengangguk pelan, mengusap kepalanya yang ngilu. Sepertinya tadi lelaki itu tidak sengaja menyikutnya.

"Kalau begitu permisi Mbak, maaf ya sekali lagi saya minta maaf!"

"Iya tidak apa-apa, Mas." Lalu Isma membiarkan dua orang lelaki itu pergi, lelaki yang berjalan paling depan tampak acuh dengan kejadian tersebut. Tidak ada senyum tipis di wajahnya malah terkesan dingin.

Tidak lama setelah insiden itu, pria yang tadi membawa Isma ke hotel kembali dengan seseorang lainnya. Isma berdiri, menyambut kedatangan mereka. Lelaki yang baru dia temui tersenyum menyeringai, menelisik penampilan Isma dari ujung kaki hingga ke ujung rambutnya dengan mata kelaparan.

"Ya ... lumayan cantik untuk ukuran koleksi Mami Ratna," gumam si lelaki bertubuh gempal dan berperut buncit itu.

"Maaf Pak—"

"Bawa langsung ke kamar, saya tidak sabar untuk segera mencicipinya!"

Deg! Jantung Isma berdenyut nyeri. Jadi ... lelaki ini yang akan tidur dengannya? Lelaki tua ini yang akan merenggut kehormatannya?

"Ayo!"

Seretan di tangan Isma menyadarkan lamunannya. Dia mulai bimbang, namun kakinya tetap mengayun mengikuti langkah dua pria di hadapannya.

"Ibu hanya berpesan, jaga diri kamu baik-baik. Jangan khawatirkan Ibu, yang penting kamu di kota itu hidup baik dan sehat Is." Suara ringkih ibunya sesaat sebelum Isma pergi merantau seperti berdengung di telinganya.

Isma menatap punggung lelaki tersebut. Hati kecilnya berteriak menolak, namun Isma membutuhkan uang dua juta yang Mami Ratna tawarkan. Tadi sore bahkan saudaranya sudah menelepon meminta kiriman uang, dan Isma berjanji akan mengirimnya esok pagi setelah Mami Ratna memberikannya.

"Kamu tidak usah jaga di sini, Gus. Malam ini saya mau senang-senang."

"Baik, Pak."

Ketiganya berhenti di depan pintu sebuah kamar. Salah seorang pergi setelah mendapatkan bayarannya. Saat lelaki bertubuh gempal itu pergi, Isma dipersilahkan masuk ke dalam kamar.

"Kenalkan, saya Hartono. Ayo masuk," ajaknya dengan senyum nakal menjijikkan yang terbit di wajahnya.

"Tapi Pak, sebentar—"

"Tidak ada tapi-tapian, ayo sekarang masuk!"

Didorongnya punggung Isma dengan paksa. Blam! Pintu segera dikunci, Hartono melepas jasnya yang sempit lalu melemparkannya ke sofa.

"Ayo Sayang, layani Om malam ini!"

"Pak sebentar—" Isma dibuat kaget saat tiba-tiba Hartono memeluknya dari belakang. Pria yang usianya berkisar 50 tahun lebih itu mulai melakukan aksinya. "Pak!"

Refleks Isma menepis tangan Hartono, melepaskan dirinya dari pelukan si lelaki tua. "Lepasin saya!"

"Loh, apa ini?" Hartono mulai menyadari ada yang tidak beres karena penolakan yang dilakukan oleh Isma. "Kamu nolak saya?" tanyanya kembali mendekat membuat Isma berjalan mundur menghindarinya.

Isma mulai berubah pikiran. Uang dua juta yang semula membuat tekadnya bulat mulai runtuh. Dia tidak mau melakukannya, menjual diri kepada lelaki tua di hadapannya.

"Saya berubah pikiran, tolong hubungi Mami dan biarkan saya pergi!" kata Isma dengan suara bergetar.

"Tidak bisa begitu, saya sudah membayar kamu dengan mahal dan tidak bisa dibatalkan. Kamu pikir saya pesan makanan di pinggir jalan yang bisa seenaknya saja ditinggalkan?!"

"Tolong Pak, saya tidak mau melakukannya. Saya mau pergi dari sini!" Isma berjalan menuju ke pintu, namun tangannya dicekal oleh Hartono yang menariknya hingga Isma pun kembali terseret ke belakang.

"Tidak semudah itu! Kamu tidak bisa pergi sebelum urusan kita selesai!" Suara Hartono mulai meninggi, kesabarannya tidak bisa diuji seperti ini.

"Pak, tolong lepaskan saya. Bapak tinggal ambil kembali uangnya dari Mami—"

Plak! Sebuah tamparan mendarat keras di pipi kiri Isma, meninggalkan bekas kemerahan di wajahnya yang sudah dipoles riasan oleh Mami Ratna.

"Beraninya kamu mempermainkan saya!" teriak Hartono dengan urat leher menegang, rahangnya mengeras dan matanya hampir melompat keluar menakuti Isma.

"Bukan begitu Pak, saya cuma benar-benar tidak bisa melakukannya!"

Bugh! Isma terjerembab, tubuhnya beradu dengan lantai keramik karena Hartono baru saja mendorongnya.

"Tidak semudah itu, malam ini kamu milik saya!"

"Tolong Pak—" Isma mengangkat wajahnya, mulutnya terbuka lebar saat melihat Hartono mulai melepaskan ikat pinggannya. Senyumnya lebar seperti iblis menampakkan deretan gigi. Hartono mendekat, mencengkeram dagu Isma lalu berbisik di telinganya, "kamu tidak akan bisa lolos dari Hartono Wijaya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status