Merasa tidak mendapat perlindungan dari keluarga, Felicia akhirnya memutuskan meninggalkan tempat tinggal orang tuanya. Apa yang bisa dia harapkan dari orang tuanya, sedang selama ini dia tidak pernah mendapatkan ketenangan di sana. Felicia memang pernah melakukan hubungan bebas, itu karena dia lepas dari pengawasan orang tua, orang tua tidak memberi contoh yang baik. Felicia sadar, dengan kebebasan yang dia jalani selama ini ternyata tidak membuatnya tenang, dia harusnya mengambil pelajaran setelah kejadian demi kejadian menyakitkan yang dia alami.“Tuhan itu maha pengampun, perbaiki kehidupanmu. Jika kamu manusia beragama, maka kembalikan kehidupanmu pada jalur yang benar.” Nasehat itu yang akhirnya membuat Felicia tinggal di sebuah kota kecil jauh dari kebisingan. Seorang wanita pekerja kebun memberinya tempat tinggal setelah dia sampai dan kebingungan akan tinggal di sana.Wanita paruh baya memakai jilbab panjang itu menyambutnya sangat baik, tapi rumah kecil itu hanya mempunyai s
“Pokoknya Mama kasih waktu satu tahun lagi, kalau dalam waktu satu tahu kamu tidak juga hamil, kamu harus ikhlas kalau Abi harus menikah lagi.” Wanita bersanggul rendah itu menatap wanita muda yang menunduk di hadapannya.“Mara akan usaha lagi, Ma,” jawab Wanita itu. Dia segera menyeka air matanya yang tadi menggenang dan akhirnya lolos juga.Entah berapa obat-obatan yang sudah dia telan dan segala macam makanan sehat penambah kesuburan. Dia hanya menjalani apa yang dititahkan keluarga itu tanpa bisa menolak atau mengatakan keadaan yang sebenarnya.“Besok Mama antar, kita ganti dokter.”Wanita bernama Amara itu menganguk patuh kemudian dia menoleh saat mendengar langkah kaki mendekat. Lelaki yang sedang dia tunggu akhirnya datang. Amara ingin suaminya ikut menjawab segala macam pertanyaan mertuanya. Bukan dirinya saja yang seharusnya ditekan, tapi Abian yang seharusnya bertanggung jawab atas keadaannya yang tak kunjung hamil.“Mara mau periksa sama Mas Abi, Ma,” kata Amara setelah lel
“Tujuan kami ke sini karena kami ingin mengikat kekerabatan kita biar lebih erat,” kata Atmaja.Saat itu Atmaja dan istrinya bertandang ke rumah Handoyo. Itu memang rutin mereka lakukan untuk menjaga hubungan baik mereka. Atmaja bahkan sudah menganggap Handoyo keluarga dan ingin mengikatnya menjadi sebuah keluarga.“Saya ingin melamar Amara menjadi istri Abian, saya dengar Amara sudah lulus kuliah,” lanjut Atmaja dan mendapat anggukan dari Maria-istrinya.Rencana ini sudah Atmaja dan Maria utarakan pada Abian. Awalnya Abian menolak, tapi Atmaja memaksa dan mengancam tidak akan memberikan jabatan pada Abian di perusahaan. Itu adalah hal yang paling ditakuti Abian, putranya itu sangat mencintai pekerjaannya.“Apa Nak Abi mau dengan Amara?” tanya Herlina. Sebagai seorang ibu dia takut jika perjodohan itu akan membuat putrinya menderita.“Kalau Abi sudah setuju. Kami tidak meminta jawabannya sekarang, kalian bisa tanyakan pada Amara terlebih dulu.”“Saya minta waktu satu minggu,” kata Han
“Sepertinya kamu harus periksa ke dokter kandungan, saya hanya bidan dan sudah kasih kamu vitamin dan penyubur kandungan. Sudah setahun, lho, ini,” kata bidan cantik itu.Amara hanya menunduk, ada yang ingin dia ceritakan, tapi dia tidak mampu untuk bercerita, dia sudah janji untuk tidak mengatakan apa pun tentang pernikahannya.“Apa mungkin Abi yang mandul. Seharusnya kalian periksa berdua.” Bidan cantik itu menghela napas lalu kembali bertanya dengan wajah terlihat kecewa. “Aku akan hubungi Abi, sesibuk apa, sih, dia sampai urusan penting begini tidak bisa,” lanjutnya masih menggerutu.“Dara, jangan.” Amara mencegah Dara untuk menghubungi Abian, dia tak mau ada masalah dengan suaminya.“Amara, ini soal keturunan kalian, kalau hanya kamu yang dituntut untuk memeriksakan diri ini tidak adil dan mereka akan menyalahkanmu.” Dara masih berusaha menjelaskan padanya. Memang banyak orang yang menganggap masalah kesuburan itu tanggung jawab wanita, banyak orang yang menghakimi wanita saat pa
“Selamat malam, ini dengan Amara?” Suara asing pada panggilan nomor asing terdengar. Amara mengernyit.“Iya, saya Amara.”“Saya mau mengabarkan kalau Pak Handoyo beserta seorang wanita mengalami kecelakaan, sekarang berada di rumah sakit Pelita, kondisinya sangat kritis.”Suara di sebearng sana membuat telinga Amara langsung berdenging. Amara langsung menjatuhkan telepon selularnya, tubuhnya langsung lemas seketika, wajahnya pucat.“Ada apa, Mara?” tanya Maria saat melihat wajah pucat Amara.Bibik sigap mengambilkan air minum untuk diberikan pada Amara.“Diminum, Non,” kata Bibik lalu membantu Amara minum. Wajah Amara semakin pucat dan keringat dingin mengalir di pelipisnya.“Ayah kecelakaan,” kata Amara dengan suara bergetar, air matanya mengalir. Tidak mungkin ayahnya kecelakaan, meski saat pulang terlihat tidak baik-baik saja, tapi dia yakin ayahnya tidak mungkin kecelakaan.“Kecelakaan? Di mana?” Maria tak kalah kaget, dia tadi sempat melarang Handoyo pulang karena setelah mendeng
Setelah dihubungi Dara untuk segera pulang, Abian berniat segera pulang setelah rapat, dia bergegas menuju mobilnya, entah masalah penting apa yang akan dikatakan Dara, yang jelas Abian menduga ada masalah dengan pemeriksaan pada Amara. Dalam pikirannya hanya satu, Amara bermasalah dengan alat reproduksinya, ini akan memudahkannya menceraikan Amara, dia tahu mamanya yang terus saja menuntut anak. Abian tersenyum penuh kemenangan, lima tahun yang dia jalani dengan Amara akan segera berakhir.Tiba-tiba tubuhnya dipeluk dari belakang, siapa yang berani kurang ajar pada seorang pimpinan perusahaan. Dia pun mematung berusaha menebak siapa wanita yang telah berani melakukan itu padanya.“Aku datang, Sayang.” Suara wanita yang begitu dia rindukan terdengar sangat merdu, jantungnya langsung berpacu lebih cepat, dia langsung berbalik arah dan ….“Kapan datang, kenapa tidak mengabariku?” Abian memeluk Falicia begitu erat, diciuminya bertubi wajah cantik itu. Empat tahun Felicia berada di luar n
Amara duduk bersimpuh di depan makam kedua orang tuanya, air matanya terus saja menetes hingga jilbab yang dia kenakan basah. Para pelayat sudah kembali ke rumah masing-masing. Wanita malang itu begitu hancur, dia seperti tidak bisa melanjutkan hidupnya. Seandainya … jika boleh dia meminta waktu berputar kembali, dia akan ikut ketika ayahnya memintanya pulang, tapi dia bersikeras tetap bertahan dengan suami yang sebenarnya dia sendiri tidak yakin suaminya akan mau menerimanya.Kenapa dia bisa secinta itu pada Abian? Dia benci perasaan ini, dia benci menjadi lemah.Abian masih di sana menatap istrinya, istri yang tak dia anggap dengan perasaan yang, entah.Hampir dua jam Amara menangis di pusara kedua orang tuanya, akhirnya Abian mendekati Amara dan mengajaknya pulang.“Relakan mereka agar mereka tenang di sana.” Ucapan paling lembut yang selama lima tahun didengar Amara itu membuat Amara menoleh. Wajah tampan yang selalu dia rindui, wajah yang selalu dia khayalkan bersikap lembut pad
“Mas, aku tidak bisa hidup dalam bayang-bayang wanita lain, lebih baik kita berpisah agar tidak ada yang tersakiti.”“Apa maksudmu? Bukankah kamu mencintaiku?” Abian jelas tidak terima kalau Amara menolaknya, seharusnya bukan Amara yang menolak, tapi dirinya.Amara tersenyum sinis. “Cinta? Aku tidak pernah mencintaimu, Mas.”Ketiga orang itu menatap Amara tidak percaya, selama ini apa yang ditunjukkan Amara? Setiap hari Amara menunggu kedatangan Abian dan selalu patuh padanya . Mana mungkin Amara tidak cinta.“Apa maksudmu?” Jelas ini melukai harga diri Abiyan. Dia memang ingin berpisah dengan Amara, tapi tidak begini.“Aku tidak pernah mencintaimu, aku melakukan ini karena aku tidak mau menyakiti hati orang tuaku.” Kali ini Amara terisak. Memang cintanya telah mati, tapi selama lima tahun dia selalu memendam cintanya untuk Abian.“Oke, kalau begitu maumu” Abian menatap Amara lekat. “Amara Salsabila aku talak kamu, mulai sekarang kamu bukan istriku lagi.”Tubuh kedua orang tua itu lan