Share

Bab 2

"Nggak," jawab Yuna cepat.

"Tapi tadi ada orang yang mau membayar ratusan juta untuk perawan, Yun. Kamu tahu, di sini nggak ada lagi yang masih perawan."

"Berapa juta?"

"Dua ratus juta."

"Oh, maaf, Ri. Dokter adikku barusan memanggil."

Yuna segera mematikan sambungan telepon. Andai saja ia bicara lebih lama lagi dengan Riana, ia pasti akan terbujuk olehnya.

Ucapan Riana terus berdengung di telinga. Seperti iblis kecil yang membisikkan kata-kata manis di sisi kirinya.

Yuna tidak punya cara lain untuk mendapatkan uang sebanyak itu untuk operasi adiknya. Ia pun tidak memiliki sertifikat untuk dijadikan jaminan.

Yuna berjalan lesu ke arah ruangan Dokter Darius. Hampir tengah malam, dokter itu masih sibuk dengan pasien. Yuna hendak kembali ke ruang perawatan Yuni, sebelum mendengar percakapan para perawat.

"Pasien kecelakaan tadi kondisinya memburuk. Mana kakaknya nggak cepat-cepat tanda tangan lagi," keluh salah seorang perawat.

Yuna mempercepat langkah kaki. Benar apa yang dikatakan perawat tadi. Yuni tengah dikelilingi beberapa dokter dan perawat. Ketika mereka melihat Yuna, salah satu perawat menutup tirai, menghalangi pandangan Yuna.

"Mbak Yuna?" Dokter Darius tiba-tiba muncul dari belakang.

"Dok, itu adik saya kenapa?"

"Saya baru mau ke sana. Mbak Yuna duduk dulu di depan."

Setelah menunggu beberapa menit, Dokter Darius keluar dan menjelaskan kondisi Yuni. Operasi tidak bisa lagi ditunda. Dan Yuna pun telah membuat keputusan besar dalam hidupnya.

"Dokter Darius, bolehkah saya tanda tangan izin operasi sebelum membayar biayanya?"

"Biasanya harus dibayar dulu."

Yuna meraih tangan Darius. "Tolong saya, Dok. Besok saya pasti akan membayarnya. Saya mohon, Dok."

***

Pukul 2 dini hari, Yuna kembali ke Hotel Laisa. Bukan untuk bekerja tapi untuk menemui Riana. Ia sudah memantapkan diri untuk membuang harga diri demi adiknya.

Sesampainya di lantai teratas, kaki Yuna terasa berat untuk beranjak dari lantai lift.

Pintu otomatis menutup sekali, lalu Yuna membukanya lagi. Namun, Yuna masih mematung di tempat.

Suara Riana menyadarkan, "Kenapa malah bengong di situ?" Riana berkacak pinggang.

"Aku..." Yuna menghela napas. "Aku takut, Ri."

Riana menarik Yuna lalu memeluknya sambil berbisik, "Aku juga takut awalnya. Tapi mau gimana lagi? Hanya ini jalan cepat yang bisa kita lakukan demi keluarga kita."

"Apa yang harus aku lakukan, Ri?"

"Seperti kamu biasanya menggoda orang."

"Tapi itu kan cuma bercanda." Yuna mengerutkan wajah. "Sakit nggak, Ri?"

"Sakit bentar. Tahan dan bayangin aja wajah Yuni yang butuh kamu sekarang. Kalau kamu mundur, Mami akan mencari perawan lain."

Yuna akhirnya mengikuti Riana yang membawanya ke kamar paling ujung. Ia mengambil napas panjang berulang-ulang sebelum meraih kenop pintu.

"Semoga berhasil," bisik Riana sambil lalu.

Yuna memutar kenop pintu ragu-ragu. Ia mengintip ke dalam tapi seseorang membuka pintu lebar-lebar lebih dulu.

"Selamat datang. Ayo, masuk, Sayang." Mata pria itu menyipit ketika tersenyum.

"Hai, Om!" sapa Yuna malu-malu.

Yuna tidak menyangka, pria hidung belang di depannya memiliki paras menawan. Tubuhnya tinggi gagah dan bisa dibilang tipe idaman Yuna. Apalagi, pria itu hanya mengenakan jubah mandi, sehingga terlihat jelas pahatan otot dadanya.

"Panggil Mas, Sayang, atau Aldo aja. Kamu namanya siapa?" Aldo menepuk kasur di sebelahnya. Mengisyaratkan Yuna agar duduk di dekatnya.

"Yuna, Om. Maksudku, Aldo." Yuna mengikuti perintah Aldo.

"Mau mandi dulu? Aku baru aja mandi tapi nggak menolak kalau kamu ingin ditemani."

Tangan Aldo meraih pinggang Yuna. Kemudian menariknya mendekat. Kini, tidak ada lagi jarak di antara mereka.

"Nggak usah gugup, Sayang. Kita punya waktu semalaman. Jadi, bisa pelan-pelan aja."

Agaknya, Aldo memiliki banyak pengalaman dengan wanita. Ia tahu betul, Yuna saat ini sedang gugup dan takut melewati malam pertama bercinta.

"A-Aku mandi dulu."

Yuna berlari ke kamar mandi dan mengunci pintu rapat-rapat. Ia gugup setengah mati.

"Sayang, jangan lama-lama. Sudah setengah jam nih!" seru Aldo.

'Aku bisa!' seru Yuna dalam hati.

Yuna berjalan keluar dari kamar mandi menggunakan kimono tipis yang disediakan hotel. Tatapannya kini berubah, seperti biasa ketika menggoda orang-orang.

"Nah, begitu. Habis mandi jadi lebih cantik. Sini, duduk dan ngobrol dulu."

Yuna mengikuti perintah Aldo. Mereka bercakap-cakap cukup lama. Yuna jadi sedikit lupa jika malam ini ia bertemu dengan pria yang hanya membeli tubuhnya.

Tangan Aldo sesekali mengusap paha Yuna sambil berceloteh panjang lebar. Kemudian ia mematikan lampu utama dan mengganti dengan lampu remang-remang di nakas.

"Coba dicek rekeningmu, Sayang. Sudah masuk uangnya?"

Mata Yuna terbelalak lebar ketika melihat jumlah saldo rekeningnya melalui ponsel. "Seratus juta?"

"Iya, bonus karena kamu cantik, Sayang. Aku juga tahu kalau kamu jelas masih perawan. Yang dua ratus juta minta ke Mami ya."

"Tapi... Kok Mas Aldo yakin sekali aku masih perawan? Kan bisa aja, aku dan Mami bohongin Mas Aldo."

Alih-alih menjawab pertanyaan, Aldo mendaratkan ciuman ke leher Yuna. Gadis itu terperanjat namun tetap diam menerima perlakuan kliennya.

"Kamu baru kali ini disentuh orang, bukan?"

"Iya."

Tangan Aldo menyelusup di balik kimono Yuna. Gadis itu spontan mencekal tangan Aldo.

"Nggak apa, Sayang. Kamu diam aja," ujar Aldo dengan suara berat dan lembut.

Aldo mencium setiap jengkal kulit di sekujur tubuh Yuna. Sebuah getaran aneh menggelitik perutnya. Yuna belum pernah merasakan sensasi itu.

Kewanitaannya berkedut ketika tangan Aldo meremas dadanya. Ia melenguh sekejap, sebelum Aldo mendaratkan ciuman hangat.

"Hmm, nggak usah ditahan, Sayang. Aku suka mendengar desahanmu," bisik Aldo.

Yuna sebenarnya takut dan ingin menghentikan semua. Akan tetapi, Aldo ahli melakukan manuver sehingga tubuh Yuna cepat bereaksi dan tidak terkendali.

Aldo menarik ikatan kimono Yuna menggunakan mulut. "Cantik sekali tubuhmu," puji Aldo.

"Aku malu." Yuna memalingkan wajah.

Aldo mendaratkan bibirnya di perut Yuna. Tangan pria itu bergerilya di seputar organ kewanitaan Yuna. Gadis itu tidak kuasa menahan gejolak nafsu yang membara.

Yuna sedikit kecewa ketika Aldo menghentikan aksinya. Pria itu berdiri setengah badan bertumpu pada lulut di atas Yuna. Lalu mulai membuka jubah mandinya sendiri.

Mulut Yuna sedikit terbuka ketika melihat benda keras dan panjang yang mengacung tegak ketika Aldo membuka celana dalamnya. Untuk pertama kali Yuna melihat barang milik lelaki dengan kedua matanya sendiri.

'Apa benda besar itu bisa masuk ke milikku?' tanyanya pada diri sendiri.

Aldo menuntun tangan Yuna ke arah miliknya. Awalnya Yuna menolak, tapi lama-lama ia terbiasa menggerakkan tangannya naik turun.

"Enak sekali, Sayang. Coba sekarang kamu lakukan dengan mulutmu," pinta Aldo.

Yuna terkejut oleh permintaan Aldo. Ia merasa jijik harus memasukkan tempat berkemih pria ke dalam mulutnya. Yuna hendak menolak tapi Aldo mendorong kepalanya sampai di depan barang pria itu.

Yuna terpaksa menuruti kemauan Aldo. Anehnya, rasa jijik itu tiba-tiba hilang. Ia mengulum, menjilat tanpa ragu sekarang.

Puas dengan permainan mulut Yuna, Aldo membaringkan Yuna dan melakukan hal yang sama di bagian inti kewanitaannya. Yuna mengerang, meracau tidak karuan. Ia bahkan terkejut oleh kalimat-kalimat kotor yang keluar dari mulutnya sendiri.

"Ini agak sakit, Sayang. Ditahan sebentar ya. Nanti kalau sudah biasa, kamu pasti akan ketagihan."

Jantung Yuna berdegup kencang ketika Aldo mengusap-usap barangnya sendiri menuju lubang kewanitaannya. Ia menahan napas sambil memejamkan mata.

"Aku masukkan, Sayang."

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Popow
hoooooootttt
goodnovel comment avatar
Muhammad Krisna
Keren novel nya
goodnovel comment avatar
Chick Kin
mendebarkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status