Share

Bab 6

Yuna berulang kali mengambil napas panjang. Punggungnya terasa seperti terbakar setelah menunduk sekian lama. Di malam yang dingin, peluh membanjiri tiap inci kulitnya.

'Tinggal satu sisi lagi selesai.' Yuna bersorak dalam hati.

Yuna sebenarnya kesal oleh perintah Eric. Bagaimana tidak? Yuna harus membersihkan kolam lima belas kali tujuh meter sendirian di saat hampir tengah malam. Namun Yuna tidak kuasa menolak.

"Satu miliar sebanding dengan ini," gumamnya, 'Dan lebih baik dari pada harus memberikan perawanku.'

Yuna mendongak setelah mendengar suara langkah kaki. Ia merapikan diri, bersiap bertemu tuannya.

"Tuan," sapanya.

"Tuan?" Emilia bertanya.

"Oh, maaf saya kira Tuan Eric yang datang."

"Kamu siapa?"

"Saya Yuna, asisten pribadi Tuan Eric yang baru." Yuna menunduk hormat.

"Ngapain kamu malam-malam begini di kolam? Kenapa airnya dikosongkan?" Emilia keheranan.

"Tuan Eric yang menyuruh saya membersihkan kolam. Nanti saya akan isi lagi, Nona."

"Astaga! Cepat naik ke atas!" perintah Emilia seraya menutup mulut yang ternganga lebar.

"Tapi saya belum selesai. Sebentar lagi saya akan naik."

"Nggak! Naik sekarang juga!"

Yuna menurutinya. Ia segera tahu dari gaya bicara perempuan di depannya, menandakan Emilia orang yang penting di rumah besar ini.

"Duduk sebentar di sini."

Yuna patuh menunggu Emilia yang masuk ke dalam rumah. Tidak lama kemudian, Emilia membawakan handuk mandi dan gaun panjang.

"Cepat keringkan badanmu lalu pakai ini."

"Nggak usah, Nona. Setelah ini saya akan mengeringkan baju saya sendiri. Terima kasih tawarannya."

"Dikeringkan? Memang kamu nggak punya baju ganti?"

"Saya punya dua potong dipakai ganti-gantian."

"Kenapa cuma bawa dua kalau tahu disuruh tinggal di sini?"

"Katanya Tuan Eric mau membawakan pakaian nanti. Jadi saya nggak bawa apa-apa," terang Yuna.

"Ya sudah, pakai ini dulu. Lagian, aku akan membuangnya." Emilia mengeratkan genggaman kain di tangan.

Yuna dapat melihat kesedihan di mata Emilia. Ia pun bergegas menuruti kemauan nona muda itu.

"Nona, baju ini terlalu bagus untuk saya. Pasti mahal sekali." Yuna memutar badan memandang gaun yang pas melekat di tubuhnya.

"Aku baru sadar, kamu memanggilku nona sedari tadi. Sudah lama aku nggak mendengar panggilan itu." Yuna tertawa riang.

"Ups, salah ya?" Yuna terkekeh. "Masa saya panggil Nyonya sama perempuan semuda Anda."

"Berapa umurmu memangnya?"

"Saya dua puluh tahun," jawabnya.

"Ckck, apa yang dipikirkan Eric sampai merekrut gadis muda sepertimu?"

Yuna tidak bisa mengatakan bahwa dirinya kupu-kupu malam yang dibayar mahal untuk melayani Eric. Sesuai perjanjian, ketika bertemu dengan orang lain, Eric meminta Yuna bersikap seperti asisten pribadi pada umumnya. Dan itu pula alasan Eric memberinya tugas bersih-bersih agar orang lain tidak curiga.

"Kalau boleh tahu, Anda apanya Tuan Eric?" Yuna mengalihkan pembicaraan agar tidak ditanya asal usulnya.

"Aku Emilia, kakak kandung Eric satu-satunya. Kamu boleh memanggilku Kakak dan bicara santai denganku."

"Tapi itu nggak sopan! Mana boleh saya memanggil Kakak."

Emilia menghela napas. "Duduklah. Aku nggak punya teman ngobrol, kamu mau mendengar ceritaku?"

***

Eric melompat bangun dan menatap jam dinding. "Gila, aku ketiduran."

Ia memeriksa seluruh ruangan. Yuna tidak ada di tempatnya. Biasanya gadis itu sudah tidur pulas di sofa.

Eric merasa ada yang mengganjal di hati. Kemudian ia teringat sesuatu.

"Benar! Aku tadi menyuruh pelacur itu membersihkan kolam! Sampai jam satu masih belum selesai? Tsk, lambat sekali!"

Eric berjalan santai ke belakang rumah. Ia mendapati dua perempuan tengah duduk di kursi malas dekat kolam. Ia memicingkan mata untuk melihat lebih jelas ke daerah yang sebagian lampu telah dipadamkan itu.

"Kakak?"

Eric terkejut bukan kepalang. Belum-belum, rencananya ketahuan. Padahal ia ingin memberi kejutan pada Emilia.

Ia akan menyerahkan Yuna saat gadis itu dalam kondisi terburuknya. Dan tentu saja, agar kakaknya bisa membalas perbuatan Yuna.

"Benar, laki-laki memang nggak bisa dipercaya!" seru Emilia sambil tertawa.

Eric memasang telinga lebar-lebar. Rupanya dua orang itu sedang bercerita dan bercanda.

"Kamu nggak punya pacar?"

"Nggak, Kak."

'Kakak?' Eric mengernyitkan dahi.

"Kenapa? Padahal kamu masih muda dan cantik. Nggak mungkin nggak ada orang yang mengejarmu."

"Haaaa, punya pacar bikin repot, Kak. Makanya dari dulu aku nggak pernah mau punya pacar. Nanti saja, langsung cari suami."

'Mana ada laki-laki yang mau pacaran dengan kupu-kupu malam? Dan orang bodoh mana yang mau menikahi barang bekas sepertimu,' Eric mencibir dalam hati.

***

"Bagus, hati-hati sama laki-laki. Jangan sampai berakhir sepertiku."

Yuna merasa simpati yang dalam kepada Emilia. Ia yang membutuhkan uang pernah sampai tega melukai perasaan seorang istri. Pasti wanita itu tengah terluka seperti Emilia sekarang.

Andai saja Yuna melihat wajah wanita itu dengan jelas, ia ingin sekali minta maaf padanya. Meskipun harus babak belur lagi.

"Kamu balik ke kamar, gih. Aku juga mau istirahat."

"Kakak duluan saja. Aku mau menyelesaikan pekerjaanku."

"Tsk, aku bilang masuk ke dalam! Besok biar Pak Anwar yang menyelesaikannya. Mengerti?"

Yuna mengangguk. "Baik, Kak."

"Aku masuk dulu ya."

Setelah sosok Emilia menghilang, Yuna memungut barang-barang lalu menuju rumah. Di tengah jalan, ia dikejutkan oleh Eric yang mematung sambil menautkan kedua tangan di depan dada.

Yuna menelan saliva. Wajah Eric terlihat sangat marah.

"Mau ke mana? Pekerjaanmu sudah selesai?"

"Belum, Tuan."

"Lalu kenapa kamu mau masuk sekarang? Kamu nggak mau melayaniku di sini?"

"Bukan begitu, tadi Nyonya menyuruh ak-"

"Kamu tahu siapa dia?" potong Eric.

"Iya, Tuan. Aku tahu."

Eric tertawa tidak percaya. "Kamu tahu siapa dia dan masih bisa sok baik di depannya?"

"Lalu aku harus berbuat apa? Haruskah aku bersikap nggak sopan padanya?"

"Wah, wah, kamu benar-benar nggak tahu malu!"

"A-Apa maksudnya?!" Urat sabar Yuna akhirnya putus juga.

"Ya sudah, aku akan selesaikan semuanya sekarang! Tuan masuk saja, nanti aku panggil kalau selesai!"

Yuna mengentakkan kaki di tanah. Membuang baju kotornya lalu kembali masuk ke dasar kolam renang.

'Gila! Cewek gila! Urat malunya benar-benar sudah putus! Gimana bisa mereka ngobrol seolah nggak pernah terjadi apa-apa?'

"Hei! Apa yang kamu lakukan? Cepat ke mari!" bentak Eric.

"Ada apa lagi, Tuan?" tanya Yuna kesal.

"Cepat buka bajumu!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Popow
wow eric ga sabaran
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status