Share

Bab 5

Kamar Eric memiliki ruang tamu dan kamar mandi sendiri. Perabotan pun tidak sedikit.

Yuna tiduran di sofa setelah menyelesaikan semua pekerjaan. "Gila, capek sekali! Kenapa kamarnya sangat besar?" dengusnya.

Ia hanya mengenakan pakaian dalam karena tidak punya baju ganti. Sementara kaos yang ia kenakan tadi digunakan untuk membersihkan seluruh kamar dan masih dijemur.

Tidak sekali pun Yuna pernah membayangkan jika harus melakukan pekerjaan rumah tangga. 'Pantas saja Eric membayarku mahal,' batin Yuna.

Yuna meraih ponsel lalu menelepon dokter adiknya. "Dok, adik saya sudah siuman?"

"Belum, Mbak. Hari ini nggak datang ya?"

"Iya Dok, saya sibuk bekerja. Kalau saya nggak bisa datang tolong jagain adik saya baik-baik ya, Dok."

"Tentu saja. Nanti saya kabari kalau ada perkembangan baru."

Yuna membuka mata setelah beberapa jam ketiduran. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam dan Eric masih belum pulang.

Setelah mandi, perutnya keroncongan. Ia terpaksa meneguk air minum satu botol. Sebab Eric tidak mengizinkan keluar dan tidak meninggalkan makanan.

Yuna menahan perut perih sampai dua jam lamanya. Akhirnya Eric membuka pintu kamar.

Hal yang pertama dilakukan pria itu adalah meneliti pekerjaan Yuna. Ia mengangguk tanda puas oleh hasilnya.

"Bagus, bagus. Kamu sudah makan?"

"Belum."

"Aku mau mandi. Kalau ada yang mengetuk pintu, diamkan saja. Nanti setelah mereka pergi, kamu keluar ambil troli makanan."

"Baik "

"Oh, benar. Kemarilah."

"Ada apa?" tanya Yuna ketika berhadapan dengan Eric.

"Buka bajuku. Tugasmu melayaniku, bukan?"

Yuna sedikit terbiasa dengan Eric. Ia tidak lagi ragu membuka satu persatu kancing kemejanya. Pun ketika melorotkan celana panjang pria itu.

Namun ia tetap belum terbiasa melihat benda di bawah perut Eric yang menegang sempurna. Bahkan dua kali lebih besar dari milik Aldo. Seukuran milik orang barat yang pernah ditonton dari ponsel temannya. Karena Eric memang berdarah campuran.

"Lakukan seperti biasa," perintah Eric.

Tanpa basa-basi, Yuna melakukan aktivitas yang sama namun dengan gerakan yang sedikit berbeda. Yuna telah menemukan gaya baru untuk memuaskan sang tuan.

"Jadi... hah... kamu menyembunyikan bakatmu... ng..."

Yuna tidak menjawab dan terus memainkan lidahnya di pusat area sensitif pria itu. Mendengar erangan Eric, Yuna semakin bersemangat dengan gerakan-gerakannya.

Dalam hati Yuna bertanya-tanya, kenapa Eric tidak pernah menidurinya? Eric hanya meminta Yuna untuk melakukan oral dan bahkan tidak pernah menyentuh tubuhnya.

Sebenarnya Yuna lega karena Eric tidak mencoba merenggut keperawanannya. Belum, tepatnya. Sekarang, Yuna hanya perlu mengorbankan mulutnya.

'Atau dia akan melakukannya nanti malam?'

"Arghhh!" Eric mengerang nikmat.

"Terima ini! Untuk mengganjal perutmu yang lapar."

***

Sudah dua hari Yuna melakukan aktivitas yang sama di tempat itu. Dan Eric masih belum menyentuhnya. Meskipun begitu, Eric semakin sering meminta Yuna untuk mengulum barang miliknya.

"Pekerjaanku lebih banyak dari sebelumnya," keluh Yuna.

Sebelum berangkat kerja tadi, Eric membawa setumpuk kain kotor. Eric bilang, itu semua milik kakaknya.

"Kenapa juga aku harus mengurusi barang kakaknya?!"

Di balik monitor, Eric tersenyum puas melihat Yuna yang tampak kesusahan. Keluh kesah gadis itu terdengar melalui pengeras suara yang menempel di telinga. Sampai ia tidak sadar seseorang mengetuk pintu kantornya.

"Eric!" seru Dina, sekretaris sekaligus teman kuliahnya.

"Kalau masuk ketuk pintu dulu!" hardiknya.

"Aku sudah mengetuk pintu sampai jariku lecet tapi kamu nggak jawab!" Dina menyadari kesibukan bosnya. "Lagi nonton apa?"

Eric segera menutup laptop sebelum Dina sempat melihat. "Bukan urusanmu."

"Nonton bokep ya?" goda Dina.

"Ngawur!"

Dina duduk di meja Eric, memamerkan paha mulusnya. Dengan gerakan sensual, jemarinya menyusuri kaki jenjangnya sendiri sampai ke pangkal paha, lalu menarik sedikit ke atas rok mininya.

"Mau bikin film panas denganku, Bos?"

Eric memukul paha Dina menggunakan map plastik. "Kerjakan ini semua, cepat keluar!"

"Aku nggak bisa keluar kalau kamu nggak bantuin aku," desah Dina.

Dina berperawakan tinggi, kulit putih mulus dan bentuk tubuh seperti gitar Spanyol. Wajahnya pun cantik dan cukup populer di kalangan pria sejak dulu.

Bukan hanya sekali dua kali Dina datang menggoda di sela-sela jam kerja. Tapi Eric tidak pernah sekali pun tergoda. Bahkan barangnya tidak menegang ketika melihat keelokan tubuh wanita yang sering nyaris telanjang di hadapannya.

"Keluar sekarang!" geram Eric.

"Huh! Dasar pria dingin! Kalau seperti itu terus sikapmu, kamu nggak akan pernah punya pacar," gerutu Dina.

***

Yudha Kristian dan Diana Volker tengah menginterogasi anak sulungnya. Hampir seminggu Emilia tidak mau pulang ke rumah sang suami.

"Aldo tadi menghubungiku," ujar Yudha, "Kamu ada masalah dengannya?"

"Nggak ada, aku cuma kangen tinggal sama Papa dan Mama."

"Jangan bohong, Emil! Aldo bilang kalau kamu ingin bercerai!"

Minah yang membawa minuman hampir menjatuhkan nampan. Ia buru-buru meletakkan gelas minuman lalu kabur secepat kilat.

"Iya, Papa. Aku mau cerai. Aku nggak mau hidup dengannya lagi!"

Diana menghela napas, "Dulu aku nggak setuju kamu menikah dengannya. Sekarang setelah Aldo membuktikan kehebatannya mengelola perusahaan, kamu bilang mau bercerai?"

"Jangan banyak tingkah dan kembalilah ke rumah suamimu," ketus Yudha.

"Aku nggak mau, Pa!"

Emilia menumpahkan air mata yang ditahan-tahan. Ia tahu orang tuanya tidak akan peduli meskipun ia menangis dan bersedih. Orang tuanya hanya butuh menjaga nama baik agar tidak mempermalukan nama Volker.

"Orang pasti pernah berbuat salah, Emil. Begitu juga dengan suamimu. Seiring berjalannya waktu, kalian akan terbiasa dan saling mengerti satu sama lain," tutur Diana.

"Memang Mama tahu apa salah Mas Aldo? Dia sudah melakukan hal yang fatal, Ma!"

"Aku tahu, suamimu datang ke Hotel Laisa dan menyewa seorang pelacur, bukan? Dia sudah mengakui dan menyesali semua. Dia juga bilang kalau dia belum menyentuh wanita itu!" tegas Yudha.

Emilia ternganga tidak percaya, orang tuanya tidak peduli menantunya selingkuh!

"Aku lihat dengan kedua mataku sendiri, Pa! Mereka berdua sedang melakukan hubungan badan di kamar!"

"Terus kamu mau bercerai karena masalah sepele seperti itu?!" bentak Yudha.

"Sepele?" gumam Emilia.

"Papa bilang selingkuh itu sepele?!" pekik Emilia.

"Kalau kamu bercerai dengannya, kamu mau mengurusi perusahaan yang Papa bangun untuk suamimu? Seenggaknya tahan sakit hatimu, dan ganti kepemilikan perusahaannya dengan namamu sebelum kamu minta cerai!"

"Jadi, lagi-lagi cuma karena masalah perusahaan! Papa sama sekali nggak peduli dengan perasaanku!"

Eric datang di saat yang tepat. Tatapan Emilia mengiba padanya.

"Jangan khawatir, Pa. Aku sudah mengurus semua." Eric melempar map ke atas meja di depan Yudha.

Yudha dan Diana sibuk meneliti tulisan di setiap lembar kertas. "Bagus, kamu selalu bisa kami andalkan," Yudha tersenyum puas.

"Sekarang kamu bebas mau bercerai atau berbuat sesuka hatimu, Emil," sambungnya.

Emilia merasa sakit hati, kedua orang tuanya sama sekali tidak peduli dengannya. Ia berlari masuk ke kamar sambil menangis sesenggukan. Dan Eric yang melihatnya semakin geram dan marah kepada Aldo dan Yuna.

"Eric, aku melihat kamu membawa perempuan masuk ke rumah. Apa yang mau kamu lakukan padanya?" tanya Diana.

"Oh, dia akan menjadi asisten pribadiku. Mama nggak perlu ikut campur."

"Ckckck, asisten pribadi di tempat tidur? Terserah, asal jangan mempermalukan kami di depan umum."

Eric tidak kalah kesal dari Emilia. Tiap kali bertemu dengan ayah dan ibunya, rasanya ia ingin menghancurkan sesuatu. Dan sampai kamar, ia melampiaskannya kepada pelacur kecil yang merusak rumah tangga kakaknya.

"Bangun!" Eric menendang sofa yang ditiduri Yuna.

"Maaf aku ketiduran."

"Nggak apa. Capeknya sudah hilang, bukan?"

"Iya, kamu mau minta jatahmu?" tanya Yuna polos.

"Aku ingin melakukannya di kolam renang belakang rumah. Tapi sebelumnya, aku ingin kamu membersihkan kolam itu."

"T-tapi itu terlalu besar."

Eric meraih punggung tangan Yuna lalu mengecupnya. "Aku ingin menikmati sesuatu yang kamu persiapkan dengan tanganmu sendiri, Sayang."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status