Share

Part 03: USG

Kain Basahan Basah di Kamar Mandi

Part 03: USG

Tidak butuh waktu lama, aku sampai di restoran sesuai alamat yang ada di kirim lewat pesan chat aplikasi hijau mirip gagang telepon.

Aku masuk menelusuri ruangan, mataku ke sana kemari mencari ciri-ciri orang sesuai petunjuk yang aku dapatkan. Untung saja pengunjung restoran itu masih sepi, jadi leluasa aku melihat ke sana ke mari.

'Yes, aku telah menemukannya. Itu dia orangnya.'

Aku sangat girang dan senang. Semoga saja aku tidak salah sasaran. Aku melangkah gontai sambil memasang kaca mata hitam. Aku sengaja memakai masker agar tidak dikenal. Tidak butuh waktu lama, akhirnya aku sampai. Aku juga sudah tidak sabar ingin melabrak suamiku bersama selingkuhannya.

"Rusly sayang, kamu ngapain di sini?" tegurku dengan nada mesra sambil bergelayut manja di bahunya.

"Maaf kamu siapa? Datang-datang memanggil sayang kepada suamiku. Apa kamu itu pelakor yang selama ini mengganggu suamiku. Dasar pelakor, rasakan ini!"

Wanita itu membabi buta menghajarku tanpa henti. Pria yang aku anggap suamiku itu tidak ada sama sekali melerai aku dan istrinya. Memang ini salahku, ceroboh menegur orang lain memanggil sayang tanpa melihat wajahnya terlebih dahulu.

Napasku sudah tidak beraturan, pukulan demi pukulan mendarat di tubuhku. Aku mengumpulkan tenaga agar bisa melawan perempuan itu.

"Argh ...." amukku dengan sekuat tenaga. "Kamu kira aku lemah."

Plak!

Aku menampar wajahnya sekali, dia langsung tersungkur dan jatuh ke lantai. Satu sisi aku merasa bersalah, di sisi lain aku merasa senang bisa membalas atas perlakuannya terhadap diriku.

"Aw," ucapnya lirih.

Penampilanku sudah acak-acakan dibuat oleh wanita itu. Sebenarnya siapa mereka? Apa yang direncanakan pengirim pesan chat tersebut? Ini sungguh sangat misterius.

Pelayan restoran hanya melihat kejadian yang ada. Tidak ada sama sekali melerai.

"Rendy, hajar perempuan ini! Kenapa diam begitu saja!" sergah wanita itu, sebut saja Dara. "Dalam skenario nggak ada adu jotos. Kenapa kenyataannya bertolak belakang dengan suruhan ...,"

Dara tidak melanjutkan ucapannya, dia takut kedoknya ketahuan kalau dirinya suruhan seseorang.

"Kenapa tidak melanjutkan ucapan kamu? Hah! Katakan siapa yang menyuruh dan siapa yang membayar kamu dan berapa nominalnya? Jika kamu berkata jujur, akan aku bayar tiga kali lipat bahkan lebih dari yang kamu dapatkan," ucapku sambil menantangnya dan mengiming-imingi kalau aku ingin mengasih uang lima kali lipat.

"Kamu pikir kami kekurangan uang! Aku nggak butuh uangmu, dasar istri tidak becus mengurus suami."

Dara sok jual mahal dan kelihatan tidak ingin dipandang sebelah mata. Walaupun dalam hatinya ingin sekali menerima uang dariku.

Sebenarnya mereka ini suruhan siapa? Kenapa Rendy mengetahui keadaanku yang tidak becus mengurus suami. Kenapa Dara mengetahui masalah keluarga kecilku? Padahal aku tidak mengenal mereka sama sekali.

'Apa jangan-jangan mereka suruhan ...,' gumamku dalam hati.

Tiba-tiba, sebuah pukulan mendarat di punggungku. Aku jatuh dan merintih kesakitan.

"Argh ...!"

Mereka berdua pergi lari meninggalkanku sendirian. Aku merogoh ponselku di dalam tas mini. Kutelepon Bi Ijah agar datang menolongku. Kebetulan jarak dari rumahku ke restoran tidak jauh.

Sudah terlalu lama aku menelpon ke rumah, tidak ada sama sekali diangkat Bi Ijah panggilanku. Aku sudah hampir putus asa menunggu. Toh jua tidak diangkat. Akhirnya aku pasrah dan berserah diri kepada Tuhan.

'Apa beliau benar-benar sibuk?' tanyaku dalam hati.

Aku beranjak pergi walaupun badanku masih terasa sakit. Tepat di plataran parkiran aku melihat seseorang masuk ke dalam toilet di ujung sana.

"Bajunya tidak asing, tapi siapa dia?" batinku.

Kususuri lorong restoran itu untuk membuntuti seseorang tadi. Namun, aku ketinggalan jejak.

"Ya, sial!"

Aku menarik napas berat. Kutunggu pria itu keluar dari dalam toilet laki-laki, toh jua tidak ada sama sekali keluar. 

'Apa dia mengetahui keberadaan aku kalau dia sedang kutunggu?' tanyaku dalam hati.

Tiba-tiba, ada laki-laki keluar dari dalam kamar mandi. Tidak asing wajahnya, tapi bajunya sudah berganti. 'Apa dia pria yang tadi?' batinku kembali.

Aku mengikuti langkah kakinya menuju parkiran, dia tidak nampak. Aku kehilangan jejak terus.

'Sungguh cepat sekali dia menghilang,' gumamku.

Telepon selulerku berdering, [Maafkan aku kali ini tidak sesuai dengan rencana.]

Pesan chat masuk dari nomor yang tidak kukenal tadi.

[Apa mau kamu dan siapa dirimu?! kalau kamu hanya menjebakku dan tidak bermanfaat lebih baik aku blokir nomormu! Aku memang sedang mencari tahu keberadaan suamiku yang selingkuh. Kalau kamu berniat baik mau membantu, jangan seperti ini caranya,] balasku dengan sedikit kesal.

Badanku sakit akibat serangan Rendy dan Dara. Aku masuk ke dalam mobil dan menuju rumah sakit biasa menangani aku. Aku ingin cek up dengan dokter yang biasa aku konsultasi. Sesampainya di parkiran, aku langsung masuk ke dalam ruangan. Kebetulan tidak ada sama sekali pasien yang lagi antri.

Aku mengetuk pintu ruangan dokter, terdengar suara dari dalam mempersilahkan masuk.

"Mari masuk!"

Aku masuk sesuai perintahnya. "Assalamualaikum, maaf aku datang tidak ada mengabari terlebih dahulu, Dok."

Aku masuk begitu saja, meskipun tubuhku sedikit lemah. Wajahku memar akibat tamparan Rendy yang tidak berperikemanusiaan.

"Nggak apa-apa, santai saja. Kebetulan pasienku hari ini lagi sepi. Wajahmu kenapa memar? Baru berkelahi sama Mas Rusly atau bagaimana?" cecarnya sembari berjalan mengambil botol mineral water. Dia kembali dan mempersilahkan aku minum.

"Silahkan di minum!"

"Aku mau berobat luka memar ini, Dok," ucapku. Setelah itu aku meneguk mineral water yang disajikan dokter kepadaku. Tenggorokanku terasa adem. Rasa haus hilang setelah aku meneguk air putih itu.

"Alhamdulillah!"

Aku sendawa, bunyinya kuat pula. Aku merasa malu karena kurang sopan di depan Dokter Faisal.

"Baik kalau begitu, Mbak Nesya silahkan berbaring di atas brangkar agar aku obati luka memarnya.

!"

Faisal mempersiapkan obat-obat yang dia butuhkan. Sementara aku masih meringis kesakitan. Perih dan sakit kini hadir di wajahku. Rasa ngilu hadir di bagian kakiku.

Aku berjalan dan naik ke atas brangkar, aku merebahkan tubuh mungilku ini. Tidak berapa lama, dokter Faisal datang menghampiri aku dengan semua obat yang ingin dia gunakan mengobatiku.

"Mbak Nesya!"

Aku menoleh ke wajah Faisal.

"Iya, Dok."

Aku memalingkan pandanganku kembali. Aku takut timbul rasa yang tidak enak dan membuat aku berdosa. Wanita mana yang tidak tergila-gila melihat wajah tampan dokter Faisal. Aku saja yang sudah memiliki suami, masih saja jatuh hati kepada dia.

Lesung pipinya, hidung mancungnya, bahkan senyumnya membuat aku meleleh dan tidak bisa mengontrol syahwatku.

"Mohon maaf, izinkan aku menyentuhmu."

"Iya."

Aku salut melihat sifat dokter Faisal. Dia sangat menjaga pandangannya juga imannya.

Pelan-pelan, dokter Faisal membersihkan luka memarku memakai kapas yang sudah diberi obat.

"Aw!" ucapku lirih.

Rasa perih kini lahir akibat alkohol yang sudah ditetesi ke kapas itu.

'Apakah ini yang dinamakan jodoh?' tanyaku dalam hati.

Perasaanku sangat nyaman di samping dokter Faisal. Andai saja suamiku seperti dokter Faisal. Aku merasa tidak menderita bahkan tersiksa batin.

Faisal melihat perutku dengan seksama. Aku merasa risih, pandangannya tidak seperti biasanya.

"Dokter Faisal!" ucapku membuyarkan pikirannya. Namun, dia tetap tidak sadar. Pandangannya tidak berkedip melihat perutku.

Aku salah tingkah, bahkan merasa tidak enak. Aku takut kalau setan menghasut akal sehat dokter Faisal. Walaupun aku sudah memiliki suami dan Dokter Faisal belum menikah, kalau sudah berduaan. Aku takut setan menghasut akal sehatnya.

"Sepertinya ada yang aneh dalam perutmu. Aku melihatnya tidak seperti biasanya."

Aku mengatupkan kedua bibirku. Aku masih memikirkan ucapan dokter Faisal.

"Ada apa dengan perutku, Dok?!" tanyaku. Aku memberanikan diri. Aku tidak mau mati penasaran.

Faisal tidak menjawab, dia melangkah menuju rak tempat penyimpanan alatnya. Setelah alat yang dia inginkan dapat, lalu dirinya melangkah menghampiri aku.

Aku masih traveling memikirkan apa yang dikatakan Faisal.

"Maaf, izinkan aku memeriksa keadaanmu."

"Aku baik-baik saja, Dok!"

Faisal menyalakan alat USG, aku terkejut melihatnya. 'Aku 'kan tidak hamil! Kenapa Dokter Faisal memasang USG?'

Otakku semakin traveling memikirkan kelakuan Dokter Faisal yang sangat aneh menurutku.

"Dok! Aku tidak hamil, kenapa kamu memasang alat USG?"

Bersambung ....

Next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status