Share

Part 02: Nomor Tidak Dikenal

Kain Basahan Basah di Kamar Mandi

Bagian 02: Nomor Tidak dikenal

"Maaf, Bu. Aku tadi mandi di kamar mandi ibu dan bapak. Soalnya di kamarku air panasnya nggak hidup. Botol shampo itu milikku. Maaf kalau aku sudah membuat kegaduhan di pagi ini antara Ibu Nesya dan Pak Rusly."

Aku tidak tahu teka-teka yang diberikan Lala kepadaku. Apakah Lala mendukung Rusly selingkuh atau memang mereka bermain api di belakangku? Aku tahu suara Lala tidak seperti itu pada saat bicara melalui telepon seluler tadi. Lantas, siapa yang menelpon itu? Siapa yang mandi di kamar mandiku. Suara perempuan itu sangat jelas aku dengar.

"Sekarang lihat saja Nesya, apa yang bakalan terjadi. Kamu terlalu mengikuti setan sehingga amarah dan pikiran jernihmu hilang tidak terkendali."

"Aku tahu ini pasti kerja sama kalian berdua. Kalian nggak usah menipuku dengan alibi seperti ini."

Aku yakin dan percaya kalau Lala dan suamiku sudah mengatur skenario. Namun, aku belum punya bukti yang kuat.

"Menipu kata, ibu! Sebentar dulu, kenapa ibu bisa di sini? Bukannya jam kerja sekarang? Kalau Pak Rusly katanya mau mengambil berkas yang ketinggalan. Kalau ibu mau ngapain?" tanya Lala memutar balikkan fakta.

"Apa sebenarnya maksudmu, Lala? Apakah kamu biang kerok dari semua ini?" cecarku.

Aku heran kenapa Lala bisa bersilat lidah seperti itu. Ada apa gerangan? Kenapa Lala dan suamiku sekarang seperti ini. Seolah-olah mereka berdua sekongkol.

"Sudah! aku capek membuang energi tak berfaedah. Kalau sudah pikiran negatif, sekali pun itu kujelaskan, tidak akan diterima olehmu, Nesya. Dasar istri yang tidak tahu diuntung. Kamu nggak tahu siapa yang mengangkat derajatmu, sehingga bisa hidup mewah seperti ini," jelas Rusly mengalihkan pertanyaanku pada Lala.

"Jadi, kamu mau mengungkit masa laluku? Iya!" jawabku ketus.

Aku memang berdua dengan Rusly di panti asuhan. Pada saat itu, aku lagi sedang pengabdian kepada masyarakat. Aku mengambil tempat di panti asuhan. Semua identitas diriku sudahku sembunyikan agar tidak ada satu orang pun yang tahu.

"Pak Rusly, sudahlah! Serahkan saja samaku masalah ini. Lebih baik bapak fokus pada meeting siang ini, Sebentar aku masuk ke dalam kamarku," ucap Lala sembari pergi melangkah ke dalam kamarnya.

Kamar Lala sengaja disediakan suamiku sangat istimewa. Penuturan Rusly kepadaku, Lala ini adik sepupunya dari kampung. Dia ditinggal mati kedua orang tuanya ketika mau mudik pulang kampung. Hanya dia yang selamat dari kejadian naas itu.

Tak butuh waktu lama, Lala datang membawa map batik. "Ini berkas pentingnya, Pak!" ucap Lala menyodorkan map tersebut.

"Jadi map yang aku koyak apa?" tanyaku spontan.

"Itu nggak ada isinya, aku tadi sengaja mengambil map ini dan mengganti map kosong. Dugaan aku ternyata nggak melenceng. Ibu Nesya pasti merobek map ini."

Lala tersenyum tipis, melihat dramanya berhasil.

'Sebenarnya apa yang disembunyikan Lala dan Rusly?' tanyaku dalam hati.

Aku memutar otak mencoba menebak skenario yang mereka atur. Namun, otakku tidak sanggup memikirkannya. Akhirnya aku memilih diam seribu bahasa.

"Thanks Lala. Kamu memang benar adek yang baik hati. Kalau nggak kamu selamatkan berkas ini, bisa-bisa karierku hancur seketika gara-gara istri yang tidak tahu diri. Aku pergi dulu, permisi," pamitnya dan sebuah kiss landing di kening Lala.

Wajahku memerah melihat ulah suamiku pada Lala. Siapa sebenarnya Lala ini? Apa jangan-jangan dia berpura-pura adik angkat Rusly atau pacar selingkuhannya.

'Aku harus hati-hati membongkar semuanya. Lihat saja nanti,' gumamku.

****

Aku pergi keluar menuju kantor tempat mengais rezeki. sepanjang jalan, aku terus berpikir bagaimana cara membongkar perselingkuhan suamiku. Apakah sama Lala atau sama wanita lain?

Kejadian tadi sangat aneh dan janggal dalam pikiranku. Kapan Lala ada di rumah? Kenapa nggak ada sama sekali permisi samaku. Walaupun dia itu adik suamiku, Rusly. Seharusnya dia izin terlebih dahulu kepadaku. Apa mereka nggak menganggap aku ada atau bagaimana?

'Ya Allah, aku serahkan semua masalah ini kepadamu.'

Tidak terasa aku sudah sampai di plataran parkiran. Memang aku hanya karyawan biasa di kantor ini. Penampilanku juga biasa saja. Tidak glamour maupun kesan orang kaya. Bagiku, itu semua titipan Allah. Tidak mesti terlalu dipamerkan melalui pakaian bermerk terkenal.

Baru saja aku hendak mau turun dari dalam mobil, kotak persegiku bergetar. Kuambil telepon seluler dan membaca pesan chatting di aplikasi hijau mirip gagang telepon.

[Jika kamu mau mengetahui semua rahasia suamimu, segera datang ke restaurant jalan kencana nomor 14 B. Aku tunggu sekarang juga.]

Pesan chat masuk ke nomor W******p-ku.

'Siapa pemilik nomor ini? Dari mana dia mengetahui nomorku,' gumamku.

Aku keluar dari dalam mobil. Aku berjalan menuju kantor. Niat hatiku finger print terlebih dahulu baru permisi.

Aku berhenti sejenak, sambil membalas chat tersebut.

[Maaf aku lagi kerja, nggak ada waktu meladeni kamu. Thanks atas informasinya.]

Aku membalas pesan chat tersebut. Setelah pesan terkirim, aku melangkah menuju tempat finger print. Setelah semua beres, aku melangkah menuju sekretaris untuk mengamankan semua pekerjaanku yang terbengkalai kemaren siang. Setelah semua beres, aku keluar menuju ruanganku.

Baru saja aku duduk di atas kursi ruang kerjaku, tiba-tiba pesan chat kembali masuk.

[Kamu bakalan mengetahui siapa sebenarnya wanita yang mandi di dalam kamar mandimu itu. Jika tidak datang, mereka akan merencanakan ke jenjang lebih serius. Jangan buat dirimu menyesal selamanya.]

Balasan chat dari nomor yang tidak kukenal. Ada sedikit kata batinku untuk mengikuti pesan itu. Barangkali informasi yang diberikan ada benarnya.

Pilihan yang sangat membingungkan. Kalau aku keluar dari jam kerja, nggak enak sama atasanku. Apalagi Rusly sudah mengancamku untuk memecatku dari sini.

Aku coba permisi sama sekretaris, kali aja dia mengerti dan memberi izin.

"Permisi, Bu. Bolehkah saya izin keluar sebentar."

"Ngapain ibu permisi segala. Ini 'kan-,"

Aku mengedipkan mataku memberi kode, kalau aku ini hanya karyawan biasa.

"Maaf, Bu! Aa-aku tidak ...."

Ucapan sekretaris itu membuat aku tidak enak. Aku mengalihkan pembicaraannya. Di dalam ruangan itu, ada kawan dekat suamiku. Itu sebabnya aku tidak mau identitas diriku yang sesungguhnya.

"Bu Nesya! Mau izin kemana?" tanya Bima. Dia mau menjalin kerja sama dengan perusahaan tempat aku mengais rezeki.

"Aa-aku mau keluar sebentar. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan terlebih dahulu. Itu pun jikalau ada izin dari Bu Siska."

Bima melihat Siska dengan pandangan penuh makna. Seolah-olah dia tidak percaya kalau aku permisi keluar sebentar.

"Karyawan seperti dia mau permisi? Terus Bu Siska kasih izin tidak?"

Siska hanya bisa menghela napas, sebenarnya dia sudah tidak tahan mendengar cemoohan karyawan di sini. Cuma dirinyalah yang tahu kalau aku yang mempunyai perusahaan ini.

"Kalau aku sih nggak ngasih izin. Lagi pula, baru saja Bu Nesya datang sudah minta izin keluar. Ini jam kantor! Lagi pula harus profesional. Masalah keluarga ya masalah keluarga, urusan kantor, iya urusan kantor. Masa digabungin."

"Cukup! Hentikan suaramu! Kalau bukan karena penting, aku juga tidak pergi keluar. Aku tahu kalau ini jam kerja. Cuma, masalahnya hal darurat yang harus aku selesaikan dengan cepat!" ucapku ketus.

Aku sudah tidak bisa mengontrol amarah yang sudah membuncah. Padahal, aku ingin sekali tidak terpancing emosi mendengar ucapan Bima. Namun, ucapannya sudah melewati batas. Aku juga sudah terlalu sabar menghadapi nyinyiran Bima kepadaku.

"Ingat! Ini kantor. Nggak usah kamu terlalu mengikuti emosimu. Jika kamu mau tetap bekerja di sini, maka jangan kamu keluar dari jam kerja, paham!"

Aku mengepalkan tangan, rasanya ingin menampar wajahnya yang sangat menjijikkan itu.

"Kamu merasa kepedasan mendengar ucapan ku?" ledek Bima sambil mengulas senyum smirk.

"Tidak ...!" jawabku dengan nada biasa. Aku mencoba bersikap biasa, walaupun dadaku panas akibat mendengar perkataan Bima.

Ponselku berdering, nadanya terdengar jelas membuyarkan perhatianku. Aku merogoh gawai milikku, nomor tidak dikenal dan tidak ada nama memanggil.

'Siapakah pemilik nomor ini?' tanyaku dalam hati.

Bersambung ....

Next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status