Share

3. ADIKKU TERSAYANG

Tubuh Rosie mulai lemah dan terasa seringan kapas, pandangan mengabur dan gendang telinga seperti tertutup. Sebelum hilang kesadaran sepenuhnya, sayup-sayup ia mendengar teriakan panik Richard,” Bertahanlah Rosie, aku akan membawamu ke rumah sakit!”

***

Michael menyusuri gang sempit menuju apartemen kumuh yang ia huni bersama ibu dan adik laki-lakinya, Jonas. Sebenarnya ia enggan pulang karena belum menghasilkan uang sama sekali.

Semuanya disebabkan oleh wanita cantik misterius yang ia temui hari itu. Bukan hanya diusir, ia juga berakhir dipecat dengan tidak hormat karena laporan pelayanan buruk dan tidak profesional.

Michael Evans, nama lengkap pemuda itu. Orang-orang terdekat memanggilnya Michael, usianya 24 tahun. Hari itu adalah hari pertamanya bekerja sebagai pria penghibur.

Sebelumnya ia hanya bekerja sebagai pelayan rumah makan namun karena memiliki adik yang sakit-sakitan dan membutuhkan biaya tidak sedikit untuk berobat ke rumah sakit.

Ia terpaksa mengikuti anjuran Nathan, sahabatnya untuk menjadi pria penghibur. Nathan memperkenalkan Michael pada Donna, mucikari berusia 50 an yang masih terlihat sexy dan cantik namun dingin dan kejam. 

Saat Michael masuk ke dalam kamar hotel untuk menemui pelanggan wanita pertamanya, ia tak pernah menyangka akan berhadapan dengan sosok wanita muda yang menawan. Kalau saja Michael tak ingat bahwa wanita itu hanyalah seorang pelanggan yang membutuhkan kenikmatan sesaat, ia pasti akan terjerat oleh pesonanya. 

Gadis itu sekitar sepuluh senti lebih pendek darinya, dengan rambut pirang keemasan, mata biru laut, kulit putih tanpa noda, dan tubuh yang  membuat para pria akan merangkak di tanah untuk mendapatkannya.

Michael mengira segalanya akan berjalan mudah karena ia cukup percaya diri. Ia memiliki wajah tampan dengan struktur rahang kuat, mata hijau zamrud seperti lautan hutan pinus, serta kumis tipis dan cambang yang tertata rapi. Tinggi badannya mencapai 185 cm dengan tubuh kekar berotot dan kulit kecoklatan adalah deskripsi sempurna sosok dimana kaum hawa akan menyebutnya seksi.

Siapa sangka gadis itu malah menolak dan mengusirnya.

“Sialan!” gerutu Michael gemas setiap mengenang peristiwa yang menjatuhkan harga dirinya itu. 

“Apa sebenarnya yang kurang dari diriku? Meski tak cukup pengalaman dalam hal bercinta tapi aku tahu bagaimana memperlakukan seorang wanita dan membuat mereka tergila-gila.”

“Kecuali wanita itu yang gila!”

Ia bersungut seraya menendang kaleng Coca-Cola kosong di dekat kakinya. Kaleng kosong malang itu terpental dan mendarat persis di atas tong sampah.

Michael baru saja membuka pintu masuk gedung apartemen yang dihiasi karat di sana-sini saat didengarnya teriakan Marco si pemilik apartemen. Ia yakin betul Marco saat ini pasti berada di depan pintu apartemen yang ia tempati dan meneriaki ibunya karena hanya mereka yang menunggak pembayaran sewa tiga bulan.

Ia berlari menaiki anak-anak tangga secepat mungkin, setelah tiga border dilalui ia sampai ke lantai yang dituju. Nampak olehnya Marco sedang berkacak pinggang di hadapan ibunya, Abigail yang hanya bisa tertunduk pasrah bercampur malu.

“Hey, Marco Old Man!” Michael mendatangi pria setengah baya berperut buncit itu sambil mengembangkan senyuman ramah yang dibuat-buat. Marco memandangnya dari atas ke bawah dengan tatapan curiga.

“Jangan sok bersahabat padaku, kau bawa uang sewa apartemen tidak?” suara Marco terdengar ketus, ”Kau bilang kemarin, hari ini akan bawa uang banyak untuk membayar uang sewa sampai tiga bulan kedepan. Bawa kemari uangnya cepat, aku butuh untuk memperbaiki pipa air yang bocor!”

“Ooh untuk itu kita harus menunggu sedikit waktu lagi.”

Michael menggaruk rambut cepaknya meski tak gatal.

"Tapi besok pasti akan kubayar sesuai janjiku, jangan kuatir!” ujar Michael cepat begitu mimik muka Marco berubah menjadi lebih galak.

“Dasar pembual! Aku tidak peduli, bayar aku sekarang!” semprot Marco kasar, ”Bayar aku atau kalian angkat kaki dari apartemen ku hari ini juga!”

Michael berusaha menenangkan Marco dengan memberikan janji-janji namun pria itu nampaknya sudah tak mau mendengarkan lagi.

Tanpa sepengetahuan Michael, ibunya masuk ke dalam kamar dan beberapa saat kemudian keluar sambil membawa beberapa lembar uang kertas.

“Terimalah dulu uang ini!” Abigail menyodorkannya pada Marco.

Michael terkejut, “Dari mana uang itu, Bu?”

Dengan cepat Marco merampas uang dari tangan Abigail sebelum didahului Michael.

“Uang ini hanya menutupi uang sewa satu bulan, besok kalian harus siapkan sisanya atau angkat kaki dari tempat ini, paham!” gertak Marco sebelum meninggalkan tempat itu.

“Apakah uang yang Ibu berikan itu uang tabungan untuk membeli obat Jonas?” Michael menatap ibunya.

Abigail mengangguk, membuat Michael nyaris berteriak kesal. Tapi ia tak mungkin melemparkan kemarahan pada ibunya karena mereka memang tak ada pilihan lain hingga ia memilih diam.

Abigail menyentuh bahu Michael mencoba mengalihkan pembicaraan, ”Seharian kau kemana? Ibu sangat cemas karena melihatmu pergi dengan Nathan, dia bukan orang baik-baik.”

“Ibu, pekerjaan baik-baik apa yang bisa memenuhi seluruh kebutuhan kita?” tukas Michael jengkel. “Kita butuh uang untuk biaya pengobatan Jonas, biaya sekolahnya, uang sewa apartemen ini, makan… dan ibu masih menuntut aku yang tidak tamat sekolah karena tak punya uang ini menjadi orang baik-baik?”

Abigail terdiam, wanita itu mulai menerka apakah anaknya juga mengikuti jejak Nathan sampai-sampai membela pemuda yang dikenal lingkungan sekitar flat sebagai pria penghibur. 

“Ibu tidak menuntutmu, Mich. Tetapi masih banyak pekerjaan lain yang bisa kau dapatkan selain menjadi….”

“Menjadi gigolo maksud Ibu?” Michael melanjutkan dengan gusar, ”Tenang saja, aku sudah mencobanya namun gagal saat tes, Germonya memecatku.”

“Mengapa kau tidak mendiskusikan dulu dengan Ibu?” Abigail mengguncang lengan kekar anaknya dengan marah, ” Kau tahu tidak pekerjaan seperti itu merusak masa depanmu!”

Michael tertawa getir. ”Masa depan? Memangnya aku masih punya masa depan, Bu?”

BRUKK!

Perdebatan ibu-anak itu terhenti saat mendengar benda jatuh dari dalam apartemen mereka.

“Jonas!” Michael bergegas masuk dan menemukan Jonas terbaring menelungkup di lantai ruang tengah.

Michael membalikkan tubuh kecil nan ringkih Jonas, bibir adiknya pecah berdarah sepertinya tergigit gigi sendiri saat membentur lantai dan wajahnya pucat pasi.

“Ma…maaf…Mich,” Jonas memandang kakaknya dengan mata berkaca. ”Aa…ku…” 

Michael menggeleng-gelengkan kepala seraya menempelkan jari telunjuknya ke bibir adik kesayangannya,”Jangan terlalu banyak berpikir, kau masih belum sehat betul.”

Saat mengecup kening Jonas untuk menenangkan bocah itu, Michael baru sadar bahwa adiknya mengalami demam tinggi. Tubuh kecil itu seperti bara api di tangannya, membuatnya gemetar karena cemas yang meledak-ledak.

“Jonas demam, kita harus membawanya ke rumah sakit!” Michael menggeser pandangan ke arah ibunya yang hanya bisa meneteskan air mata sambil meremas jari-jari putra bungsunya.

Kepala Jonas terkulai ke belakang dan mata bulatnya menutup, ia jatuh pingsan karena demam yang terlalu tinggi. Michael bertambah panik, diguncangnya tubuh adiknya agar tetap tersadar namun sia-sia.

“JONAS!”

Komen (7)
goodnovel comment avatar
lutfi08
semoga Jonas baik-baik saja.
goodnovel comment avatar
Megarita
kasian sekali michael...
goodnovel comment avatar
Zetha Salvatore
Kasian Michael
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status