Share

5. SEBUAH RENCANA UNTUK ROSIE

“Bisakah…kita memulai dari awal lagi?” lanjut Rosie sembari berusaha untuk bangkit namun ia meringis ketika dirasakannya nyeri yang hebat di pergelangan tangan. Richard segera menahan bahu Rosie dan membantunya berbaring kembali.

“Aku tak akan meninggalkanmu, kau istriku.” Richard tersenyum lalu mencium kening istrinya, “Maafkan aku.”

Rosie tersenyum bahagia, ia tak peduli apakah Richard mengucapkannya dengan tulus atau sebaliknya. Baginya ini sudah lebih dari cukup, ia akan memanfaatkan waktu dengan membuktikan bahwa ia-lah istri terbaik untuk Richard.

Suara berdehem Sebastian menyadarkan Rosie bahwa ayahnya juga berada di situ.

“Ayah.”

“Bisakah kau tinggalkan aku dan putriku sebentar?” Sebastian memandang Richard, tetap sedingin es.

“Tentu saja,” Richard mencium punggung tangan Rosie,” Aku akan berada di luar, istirahatlah!”

Richard melepaskan genggamannya, mengangguk pada Sebastian sembari melangkah meninggalkan ruangan.

“Rosie, apa yang terjadi?” tanya Sebastian pada putrinya tanpa basa-basi.

“Ayah, aku…”

“Kau tahu apa yang kau lakukan ini dapat mencoreng nama keluarga White!” suara Sebastian begitu dingin dan penuh amarah,” Ayah tidak peduli apa masalah rumah tanggamu, tetapi satu yang Ayah minta…jangan lakukan hal memalukan seperti ini. Kalau tersebar di media massa, bisa mempengaruhi kelangsungan perusahaan kita, mengerti?!”

Rosie menggigit bibir bawahnya sambil mengangguk, menahan tangis. Bukan khawatir akan keselamatannya, ayahnya justru lebih khawatir dengan nama baik yang akan tercoreng apabila berita bunuh dirinya tersebar di media massa.

“Jangan khawatir, hal ini tidak akan terjadi lagi.”

“Baguslah, Ayah juga sudah memastikan tidak ada satu jurnalis-pun yang akan mengulas peristiwa ini.”

“Ayah menjengukku hanya untuk mengatakan ini?” tanya Rosie namun tak segera ditanggapi oleh Sebastian yang sibuk dengan ponselnya,” Kalau sudah, aku ingin istirahat. Ayah bisa pulang sekarang.”

Sebastian menggeser pandangan ke arah Rosie anak semata wayangnya, namun gadis itu lebih memilih memandang langit-langit kamar yang memiliki warna senada dengan dinding dan lantainya.

“Dengar, Ayah tahu hidupmu cukup sulit saat ini. Tetapi Ayah yakin kau bisa bertahan karena kau anak gadisku yang kuat,” kata Sebastian mulai melunak sambil mengusap kepala Rosie,”Ayah yang akan menghadapi Richard dan memastikan dia tak akan pernah bisa meninggalkanmu.”

Rosie hanya mengangguk kecil, berharap Sebastian segera meninggalkannya sendiri. Ia tak mengerti mengapa Sebastian selalu bersikap dingin, ia bahkan jarang berkomunikasi dengan ayahnya yang kerap sibuk dengan bisnisnya itu . Sejak ibunya meninggal 17 tahun yang lalu, Rosie lebih sering ditinggalkan sendiri dengan pengasuh. Tak ada kasih sayang yang ia terima meskipun ia hidup dalam kemewahan.

Sebastian meninggalkan putrinya tanpa kecupan sayang di kening atau pipi, membiarkan Rosie kembali berteman sepi. Rosie memejamkan mata dalam keheningan dan membiarkan genangan cairan bening di pelupuk mata mengalir menelusuri pipi pucatnya.

***

Richard menyeduh kopi panas sembari duduk di bangku taman yang ada di halaman rumah sakit, pikirannya berkecamuk. Ia tak tahu apakah harus menyesali keputusannya untuk tidak meninggalkan Rosie, ia tak punya pilihan lain dalam keadaaan Rosie yang baru pulih dari trauma dan mertua berdiri dihadapannya dengan sorotan mata setajam golok algojo yang siap memenggal kepalanya bila ia salah bicara.

Ia tersadar dari lamunan saat dirasakan ponsel di saku celananya bergetar. Dirogohnya saku celana dan mengeluarkannya. Sedetik jantungnya berhenti berdetak membaca nama yang tampil di layar, Sasha.

“Sasha,” sapanya setengah berbisik. Kerinduan untuk bertemu kembali menyeruak meski belum sehari mereka berpisah.

“Sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi, Richard,” kata-kata di seberang serasa membekukan aliran darahnya .

“Apa maksudmu?”

“Aku akan kembali ke LA dan berfokus pada karirku, tidak akan ada waktu berkencan. Kau pun seorang CEO dan memiliki beberapa perusahaan, fokuslah pada pekerjaanmu…dan istrimu!” Sasha menekankan kata “istrimu “ pada akhir kalimatnya.

“Kau ingin memutuskan hubungan denganku?” tanya Richard dengan nafas memburu. Udara di sekitarnya tiba-tiba saja seperti menipis hingga sulit baginya untuk bernafas.

“Mengapa? Bukankah kita pasangan yang sempurna dan saling mencintai? Kau tak bisa hidup tanpaku dan aku tanpamu.”

“Bagaimana kita bisa menjadi pasangan sempurna bila kita harus selalu bertemu secara sembunyi-sembunyi?” teriak Sasha dengan suara serak, ”Bagaimana kita bisa disebut sebagai pasangan yang saling mencintai bila ada yang terluka dan menangis karena percintaan terlarang ini? Kita hanyalah pasangan sakit, Richard!”

Richard terhenyak, Pasangan Sakit? Ia tak pernah menganggap hubungannya dengan Sasha adalah hubungan terlarang karena ia adalah milik Sasha selamanya, Rosie hanyalah wanita yang dipaksakan oleh ayahnya untuk menjadi istrinya demi menyatukan dua perusahaan raksasa yang dimiliki keluarga Johnson dan keluarga White. Jadi yang sebenarnya pasangan sakit bukankah dia dan Rosie? 

“Aku sudah menikah sejak pertemuan kita yang pertama dan kau mengetahuinya, Honey. Kau katakan akan menerimaku apa adanya, dan sekarang kau menyesal?” Richard meraup wajahnya dengan sebelah tangannya yang terbebas seperti kebiasaannya saat kesal. 

“Tidakkah kau tahu, aku sangat mencintaimu? Dari dulu hingga sekarang, tak pernah berubah. Rosie adalah suatu kesalahan, tapi kau tidak. Bersamamu adalah hal terbaik dalam hidupku.”

Hening, hanya terdengar isak tangis di seberang. Richard menunggu dengan nafas tertahan. 

Bahu Sasha terguncang berusaha menghentikan tangis yang sulit dibendung. Semua ini salahnya, lima tahun yang lalu seandainya ia tak meninggalkan Richard untuk mengejar impian menjadi model di Perancis tentu semua tidak akan berakhir seperti ini. Kini ia menjadi perampas kebahagiaan wanita lain, mengejar kebahagiaan semu. Rosie akan selamanya menjadi istri Richard dan ia selamanya adalah seorang pecundang.

“Tolong tinggalkan aku, aku butuh waktu sendiri!” ucap Sasha sebelum memutuskan hubungan telekomunikasinya.

“Sebaiknya kau lupakan saja Sasha!”

Richard tertegun dan menoleh ke arah pemilik suara. Jason, sahabatnya berdiri di sampingnya,” Kau menguping?”

Jason mengedikkan bahu,” Tidak banyak yang kudengar, hanya plot dimana kau katakan Rosie adalah suatu kesalahan.” 

Richard menghela nafas berat saat Jason melanjutkan kata-katanya, “Kasihan Rosie, dia sangat mencintaimu.”

“Aku tidak bisa kehilangan Sasha, hidup tanpa cinta bagiku lebih menyakitkan daripada kehilangan perusahaan.”

“Ssst, jangan bicara sembarangan!” hardik Jason sambil matanya jelalatan ke sekeliling, kuatir ada yang mendengar. 

“Aku memanggilmu kemari bukan untuk menjadi penasehat perkawinan-ku. Apakah kau ada cara lain agar aku dan Sasha dapat bersatu?” Richard memandang sahabatnya seolah tak peduli.

“Ada, tapi terlalu kejam buat Rosie,” jawab Jason dengan suara berat seolah tak tega mengatakannya.

“Katakan rencanamu!”

“Buat Rosie jatuh cinta pada laki-laki lain, dengan begitu ia tak akan menolak diceraikan. Ayahnya juga tak mungkin akan menghancurkan bisnismu karena kesalahannya terletak pada putrinya bukan menantu.”

“Oh wow, rencanamu luar biasa!” Richard ternganga mendengar rencana gila sahabatnya. “Aku bahkan tak pernah memikirkannya.”

“ Tetapi bagaimana kita membuat Rosie jatuh cinta dengan laki-laki lain kalau satu-satunya pria dalam hidupnya hanya aku saja?” Richard mengelus dagunya, berpikir keras.

Mereka masih berpikir saat ponsel Jason yang ada di dalam saku celananya berdering. Laki-laki seumuran Richard itu menatap layar untuk memeriksa nama penelpon. Saat ia membaca nama ‘DONNA’ terbersit ide dalam kepalanya.

“Aku tahu dimana kita akan menemukan laki-laki untuk istrimu!” Jason menyeringai sambil menunjukkan nama di layar ponselnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status