Share

7. PERJANJIAN RAHASIA

Selena melayangkan pandangannya pada jam yang melekat pada dinding lobby rumah sakit, waktu sudah menunjukkan jam tiga sore. Sudah tiga jam menunggu lak-laki brengsek itu datang menjemput sepupunya, namun ujung hidungnya tak kunjung nampak.

“Kau yakin Richard akan menjemputmu?” Selena menatap Rosie dengan mata menyipit. Rosie hanya menganggukkan kepala mungilnya sambil terus membaca novel romance dalam sebuah aplikasi online di ponselnya.

“Kita sudah menunggu tiga jam, aku yakin si brengsek itu sedang asyik dengan kekasihnya dan melupakanmu!” Selena mendengus kesal, diremas-remasnya flyer promosi layanan rumah sakit yang ada di tangannya.

“Berhentilah memanggil suamiku brengsek!” bibir Rosie mengerucut,”Ia sudah berubah, suamiku yang hilang telah kembali.”

“Kau yakin?” Selena mencibir.

“Tentu saja,” Rosie mengangguk beberapa kali untuk menekankan jawabannya, ” Richard setia menemaniku selama di rumah sakit, dia sudah berubah.”

“Aku tidak yakin, Rosie. Pengkhianat selamanya akan selalu berkhianat bila ada kesempatan.”

“Baiklah kalau kau tidak percaya, akan kuhubungi Richard.”

“Coba saja!” tantang Selena sembari melipat tangan ke depan dada.

Rosie mencari kontak Richard dan menggeser gambar gagang telepon berwarna hijau ke atas, di dalam hati ia berdoa Richard akan mengangkat teleponnya atau dia akan merasa sangat malu. Doanya terkabul.

“Hai Rosie?” terdengar suara Richard lembut menyapa.

“Richard, kau tentu ingat kalau hari ini aku sudah boleh keluar dari rumah sakit bukan?”

“Omg!” terdengar teriakan Richard di seberang, raut wajah Rosie berubah mendung.

“Kau bilang akan menjemputku, sudah tiga jam aku menunggu di sini.”

“Maaf Rosie, aku benar-benar lupa.”

Rosie menarik nafas berusaha mengusir kekecewaan, “ Tidak apa-apa, bisakah kau jemput kami sekarang?”

“Maaf, aku tidak bisa karena sudah ada janji bertemu dengan klien. Akan kusuruh Anthony menjemputmu, ok?”

“Tidak perlu, aku akan pulang bersama Selena!” jawab Rosie ketus.

“Baguslah kalau begitu, sampai bertemu di rumah!”

Begitu saja sambungan diputuskan seolah hal lupa menjemput istri bukan masalah yang besar bagi Richard. Rosie meletakkan ponsel di atas pangkuannya sembari berusaha bernafas secara teratur.

“Kau tidak apa-apa?” tanya sepupunya cemas.

“Tolong antarkan aku pulang!” gumam Rosie setengah berbisik. Selena membuang nafas kesal, ia merasa kasihan pada sepupunya yang dianggapnya bodoh itu. Tanpa banyak bicara ia memeluk bahu sepupunya dan mengajaknya berjalan bersama meninggalkan tempat itu.

***

Sambil membolak-balik halaman majalah TIME tanpa tahu apa yang menarik untuk dibaca, Michael terus melirik ke arah pintu kantor yang tertutup. Sudah setengah jam ia menunggu namun klien yang bernama Richard itu tidak juga memanggilnya.

Sejujurnya ia sangat cemas ketika Donna menyebutkan nama klien berikut alamatnya.

“R…RIchard?” Michael mengulang nama itu dengan terbata-bata. Bukankah itu nama laki-laki?

“Ya, kenapa? Jangan bilang kau tidak berani ambil tantangan ini!” Donna yang memahami kecemasan pemuda itu sengaja mempermainkannya.

“Aku sudah berjanji, aku tak akan mundur!” tegas Michael.

“Bagus, pergilah sekarang juga ke alamat itu! Ia menunggumu.”

Setiba di kantor milik Richard, Michael sempat muntah mengeluarkan semua isi perutnya di toilet karena merasa mual bercampur panik. Namun bayangan adiknya yang terbaring lemah membuatnya kuat kembali. Ia harus bisa melalui semua ini, janjinya dalam hati.

Pintu kantor akhirnya terayun terbuka dan seorang pria mengenakan kemeja putih bersih dipadu dengan celana jeans denim muncul dari sana, tersenyum dan menyapanya.

“Silahkan masuk, Richard sudah menunggu.”

Michael bangkit dari kursinya dan berjalan masuk dengan dada bergemuruh hebat, sampai-sampai ia kuatir pria itu mendengar suaranya.

Ia memasuki ruangan kantor yang ditata minimalis namun tetap elegan, seorang pria tampan mengenakan kemeja silk berwarna hitam duduk di balik meja direktur , pria yang pernah dikenalnya belum lama berselang.

“Michael?”

“Richard?”

Richard berdiri dan mengulurkan tangannya, Michael ragu menyambutnya. Kecemasannya muncul kembali ketika diingatnya Richard adalah Richard yang sama dengan yang memesan jasa layanannya.

Ia menelan ludah, tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Keringat dingin mulai membasahi telapak tangan dan juga pelipisnya, belum pernah ia setakut ini.

Pria berkemeja putih yang berdiri di belakangnya menyentuh bahunya tiba-tiba hingga ia berjingkat kaget dan beringsut menjauh.

“Kau tidak apa-apa?” pria itu menatapnya kuatir.

“Maaf aku sedang sensitif hari ini,” kata Michael asal. Kedua pria itu menatapnya bingung.

“Duduklah!” Richard menunjuk kursi di depannya seraya meletakkan pantatnya kembali ke tempat semula. Michael duduk dengan hati-hati sambil sesekali menoleh ke belakang dimana pria berkemeja putih yang tak lain adalah Jason berdiri.

“Aku tidak menyangka kau bekerja pada Donna,’ Richard meraih mug berisi kopi di dekatnya.

“Aku membutuhkan uang untuk biaya pengobatan adikku,” jawab Michael getir. Richard mengangguk-angguk paham.

“Apakah Donna juga memberitahu-mu mengapa aku memintamu datang kemari? tanya Richard sambil menyeduh kopinya.

Michael menelan ludah dan menjawab,” Donna mengatakan bahwa aku harus melayani Anda.”

Kopi yang hampir tertelan menyembur keluar saat Richard tersedak. Matanya membelalak, sementara Jason tak mampu menahan tawanya.

“Donna yang bilang begitu?”

“Benar,” Michael menjawab bingung,” Apakah ada kata-kataku yang salah?”

“Donna brengsek!” maki Richard, “Pantas saja kau ketakutan melihat kami.”

“Jadi tidak benar aku harus melayanimu?” wajah Michael yang sedari tadi pucat dan tegang berubah lega.

“Tidak salah tapi juga tidak sepenuhnya benar,” Richard tersenyum.

“Tolong jangan beri aku teka-teki lagi!” kata Michael frustasi.

“Aku ingin menyewamu untuk suatu tugas rahasia,” kata Richard sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi direktur yang empuk.

“Tapi aku bukanlah orang yang berpendidikan tinggi.”

“Tenanglah, tugas rahasia ini tidak membutuhkan pendidikan tinggi. Yang dibutuhkan hanyalah skill-mu dalam menaklukkan wanita,” Richard menyorongkan tubuhnya ke depan dan menumpukan kedua sikunya di atas meja, “Bisakah kau melakukannya?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status