Share

Part 4

Flashback on... 

Ibu tiri tertawa terbahak-bahak mendengar isi surat wasiat terakhir dari mendiang suaminya. Rasa sakit di pipi akibat tamparan dari Jojo, rasanya sudah tak lagi ia rasakan. Kini, dia merasa menang dan percaya diri akan mendapatkan seluruh harta peninggalan Abimanyu. Cita-cita dulu akan tercapai, menjadi orang kaya yang dapat melakukan apapun sesuka hati. 

“Rasakan itu, anak tak tau diri! Kau tidak akan pernah mendapatkan harta warisan itu, karena dirimu menyimpang.” Ibu tiri berkata sambil tertawa mengejek yang di ikuti oleh Johanna. 

“Benar, buk. Kita akan menang. Dia tidak akan mungkin menikahi seorang wanita, toh dia sendiri saja seorang gay.” Keduanya kembali tertawa. 

Fernando yang menunduk dalam sedaritadi mengepalkan tangannya. Dia ingin sekali bangkit karena sudah amat muak dengan kelakuan jahat ibu dan adiknya itu. Tetapi, untung saja Jojo menahannya. Meskipun telah di hina, nampaknya Jojo terlihat santai-santai saja menanggapi ucapan ibu dan adik tirinya itu. Dirinya malah justru tersenyum sarkasme ke arah ibu dan adik tiri seraya berkata. 

“Bagaimana kita bertarung? Jika dalam satu bulan aku menikahi seorang wanita, bagaimana semua harta yang kalian berdua miliki menjadi milikku. Dan sebaliknya, jika dalam satu bulan aku tidak menikah, maka tak hanya warisan yang ayahku berikan. Tetapi semua aset berharga milikku di Inggris dan Swiss akan menjadi milik kalian. Bagaimana?”

Tanpa pikir panjang dan percaya diri, ibu tiri langsung menganggukkan kepala dan menjulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan anak sambungnya sebagai bentuk persetujuan. 

“Deal. Satu bulan. Jika kau tidak menikah dalam satu bulan semua aset pribadi milik mu akan jatuh kepadaku.”

“Deal.” Jojo meraih uluran tangan ibu tirinya, dan berkata dengan mantap. 

Rei yang memperhatikan dari jarak tak dari sana terkejut. Bagaimana bisa, Jojo bertarung dengan Elena dan mempertaruhkan seluruh warisan yang ayahnya berikan. Dan, jangan lupakan wajah kedua orang itu sama-sama sangat percaya diri sekali. Rei pikir ada yang sedang di rencana Jojo saat ini. 

Setelah acara pertemuan selesai, Rei segera mengantar Jojo pulang kembali ke apartemen. Di dalam perjalanan, keduanya sama-sama bungkam. Rei yang penasaran akan alasan Jojo yang mengajak ibi tirinya taruhan itu mati-matian menahan diri untuk tidak bertanya. Rei pikir saat ini waktunya tidak tepat. Mungkin besok saja, saat dia menjemput Jojo langsung bertanya. 

Sedangkan itu, Jojo yang duduk di belakang pengemudi tak lepas memandangi jalanan malam ibu kota yang masih begitu ramai. Senyum tak lepas dari wajah tampan kebarat-baratan itu. Matanya yang berwarna abu-abu indah seakan ikut tersenyum kala bibirnya terangkat. 

Di dalam mobil, sesekali Rei melirik Jojo dari balik kaca spion. Ternyata, atasannya itu sedang melakukan panggilan telepon yang entah dengan siapa. Tetapi, Rei dapat dengan jelas mendengar Jojo meminta seseorang dari balik panggilan tersebut untuk datang menemuinya besok siang dia kantor. Pikiran Rei terbang melayang mencoba menerka-nerka. Kira-kira siapa yang Jojo telepon. 

Flashback off... 

Mulut Rei tercengang, tenggorokannya tercekat mendengar ucapan Jojo barusan. Jadi ini, yang semalam Jojo rencanakan. Menyewa seorang wanita untuk di nikahi kontrak olehnya. Pantas saja, Jojo begitu percaya diri. 

“Tapi ini ide gila, Jo.” Rei berkata. 

Jojo malah ketawa dan memukul lembut bahu Rei. 

“Hei, ayolah kau jangan sekaku itu.”

“Tapi sama saja kau mempermainkan pernikahan.”

“Jaman sekarang banyak kok yang melakukan itu demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Menghalalkan segala cara, sama seperti ibu tiriku lakukan.”

Benar kata Jojo, Rei menyetujui. Manusia memang terkadang mati akal sehat jika sudah berambisi memiliki sesuatu. Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia mau. Dan tak jarang, bahkan sampai mengorbankan teman, sahabat, bahkan keluarga sendiri. Tapi yang membuat Rei masih tak bisa percaya, Jojo orang yang selama ini hidup normal dan lurus-lurus saja bisa melakukan hal gila semacam itu demi membalas dendam dan sakit hati kepada ibu tirinya. 

“Satu pertanyaan untukmu.” Rei menatap wajah Jojo lekat. 

“Apa? Katakan.”

“Darimana kau mendapatkan ide gila semacam itu?”

Bukan menjawab, Jojo malah bangkit dari duduknya dan berlari menuju ruang kerja. Beberapa saat kemudian, dia kembali dengan membawa laptop miliknya. Meletakkan laptop tersebut tepat di depan Rei. 

“Lihat.” Jari Jojo menunjuk layar laptop. Menyuruh Rei untuk melihat ke layar laptop miliknya. 

Kepala Rei pun langsung menoleh mengikuti kemana  tangan Rei tertuju. 

“Weddung agreement?” Gumam Rei pelan saat melihat judul sebuah film yang baru saja Jojo tonton dua hari silam. 

Jojo tersenyum. “Kau tau jalan cerita film ini?” tanyanya kepada Rei. 

Kepala Rei mengangguk. Tentu dia tau. Sebab belum lama ini, dia terpaksa menonton film tersebut bersama Kikan, wanita menyebalkan juga selalu membuatnya. Sialnya lagi, Kikan adalah calon istrinya hasil dari perjodohan kakek mereka berdua. 

“Aku terinspirasi dari film jni.” Jelas Jojo. 

Kening Rei mengeryjt bingung. Menatap Jojo dengan arti ‘apan sih maksud lo?”

“Gini,” Jojo mulai menjelaskan. “Dalam film wedding agreement ini, sih cewek mau di nikahin sama pamannya sama laki-laki tajir demi nyelamatin ibu dan bapaknya yang sakit keras. Sebelum mereka nikah, si cowok udah buat kesepakatan sama sih cewek kalau pernikahan mereka hanya bertahan selama enam bulan. Setelah enam bulan, mereka akan bercerai.”

Rei mengangguk-angguk malas mendengarkan karena sudah tau jalan cerita film yang menurutnya alay tersebut. 

“Lalu, apa kaitannya dengan mu?”

“Ya ada, kan sudah ku katakan sebelumnya. Aku akan membayar wanita untuk ku nikahi kontrak.”

Masih tetap sama, Rei masih mengangguk-anggukan kepala. 

“Sekarang, lebih baik kau segera bersiap merekrut wanita-wanita yang menurut mu pantas ku nikahi.”

Seketika mata Rei membulat menatap Jojo. 

“Kenapa harus aku?”

“Lalu apa harus ku suruh, Kikan calon istri mu, huh?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status