Share

Part 3

Aku menatap pantulan bayangan ku di cermin kaca besar berukuran badanku. Tubuhku begitu indah dan sangat terpesona, dengan balutan tuxedo putih yang terselip mawar putih di kantung kanan. Senyuman tak henti ku pancarkan kepada diriku sendiri. Mengagumi betapa tampan dan gagahnya diriku yang akan siap untuk menikah.

Siaran ketukan pintu membuyarkan lamunanku, aku terperanjat dan berjalan untuk membukakan pintu. Rei, asisten sekaligus sahabat baikku terlihat berdiri tak kalah tampan dan gagah seperti ku. Aku mencoba tersenyum kepadanya untuk menyapa. Tetapi sayang, lelaki itu sama sekali tidak membalas sapaanku. Biarlah! Batinku, aku tau Rei adalah orang yang dingin dan cuek. Jadi, ku harus memaklumi lelaki itu meskipun ini adalah hari pernikahan ku.

Tangan Rei, tiba-tiba saja terulur mencengkram lembut bahu lebar ku. Aku menoleh lagi ke arahnya dan bertanya ada apa?

Bukan menjawab, Rei tetap diam membungkam. Dia malah memberikan ku sepucuk surat berkertas pink yang mengingatkan aku akan sosok dia. Dia yang sebentar lagi akan menjadi istri sah ku.

Aku melongok, karena setelah memberikan surat itu, Rei pergi begitu saja tanpa pamit. Tidak seperti biasanya. Aku tau dia sosok lelaki dingin, keras, dan cuek. Tetapi untuk masalah attitude, Rei adalah orang nomor satu.

Namun, meskipun aku heran dengan tingkah laku Rei pagi itu, aku tak menggubris dan lebih memilih masuk ke dalam ruangan ku untuk membuka surat ber–kertas pink itu.

[Dear, Joshua

Maafkan aku telah mengecewakan mu. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan kita, karena aku lebih mencintai lelaki lain daripada dirimu. Tolong jangan tanyakan mengapa, karena diriku pun tak tahu. Semoga, kau bisa memaafkan aku dan mendapatkan wanita jauh lebih baik daripada diriku.

Michelle Hartanto]

Tubuhku bergetar hebat, sendi-sendiku bahkan tak bisa lagi ku kendalikan. Tubuhku limbung, aku terjatuh sampai memecahkan cermin besar tadi.

Tidak! Tidak mungkin. Michelle ku tidak mungkin meninggalkan aku. Tidak mungkin!

Darah mulai keluar dari tubuh ku akibat pecahan cermin yang langsung mengenaiku. Darah mulai membanjiri ruangan itu dan aku tetap tak peduli. Aku terdiam, duduk meringkuk menatap sinar cahaya lampu pijar yang menghiasi dinding ruangan ini. Aku terisak, meratapi nasibku yang menyedihkan ini dan perlahan padangan ku mulai kabur.

Jojo terperanjat dan terbangun dari tidurnya. Ia langsung merangkak bangkit dari tidurnya dan berlari masuk ke dalam mandi. Dia langsung membasuh wajahnya hingga rambut bertubi-tubi untuk menghilangkan jejak-jejak mimpi buruk yang setiap hari menghantuinya tanpa jera.

Napas yang tadi tersenggal, perlahan stabil kembali. Jojo tak kuasa menahan tangis, saat dirinya menatap pantulan wajahnya yang menyedihkan di cermin kaca besar dan panjang Wastafel. Laki-laki itu tersungkur, tak kuasa menahan lututnya yang bergemetar. Dia menangis dengan memeluk kedua kakinya dann menyembunyikan wajahnya di antara kaki-kakinya. Sesak yang begitu sakit meluap di dada. Untuk kesekian kali, Jojo menangisi nasibnya sendiri yang begitu malam.

Saat pagi menjelang, Rei yang telah tiba di apartemen Jojo dari pagi-pagi hari terkejut mana kala melihat tubuh Jojo tengah berdiri tepekur di dapur apartemen. Sekali dalam seumur hidup, Rei melihat Jojo tengah memasak sarapannya sendiri. Biasanya, lelaki itu akan menyuruh pembantu yang ia percaya membersihkan apartemennya atau delivery makanan.

“Kau memasak?” Rei menarik salah satu kursi makan dan duduk di sana. Memberhentikan dengan saksama apa saja yang telah di lakukan oleh Jojo.

“Semalaman aku tidak bisa tidur. Akhirnya ku putuskan untuk menonton banyak film, hingga sekarang membuat ku kelaparan.”

Rei berdecak tak percaya. Bagaimana bisa, seorang Jojo dapat berubah sifat hanya dalam satu malam saja. Pasti ada sesuatu yang tidak beres tengah menghantui pikirannya.

“Apa kau stres karena semalam?” Singgung Rei. Rei memperhatikan wajah tampan Jojo yang seketika berubah.

“Tidak ada yang tidak stres memikirkan masalah semalam, Rei.” Jawab Jojo, sembari meletakkan wajan ke dalam wastafel cuci piring. Menghias piringnya dan mengambil sendok.

Sebuah makanan sederhana tersaji. Telur ceplok dengan bumbu kecap ala jepang berpadu menjadi satu dengan nasi hangat dan sayuran segar. Jojo duduk di sebelah Rei, langsung menyantap menu bikinannya tanpa menawarkan kepada asisten pribadinya itu. Dia makan dengan begitu lahap, seperti benar jika dia sangat sangat kelaparan karena semalaman nonton beberapa film yang Rei tak tau.

“Lalu apa yang akan kau lakukan? Melepaskannya begitu saja?”

Jojo tersenyum. “Itu tidak akan mungkin, Rei.”

Kening Rei mengerut. Apa maksud tidak mungkin. Jangan bilang, Jojo akan menarik sumpahnya untuk tidak jatuh cinta dan menikah karena ingin mendapatkan harta mendiang ayahnya. Buluk kuduk Rei nyaris berdiri. Benaknya berkata, dunia ini memang kejam. Uang dan harta di atas segalanya. Tak peduli cinta, keluarga, atau pendirian. Mereka akan melakukan dan menghalalkan segala cara hanya untuk mendapatkan benda yang bahkan tak abadi itu.

Bukan tanpa sebab Rei berpikir demikian tentang Jojo. Seperti riwayat hidupnya, Rei adalah salah satu teman Jojo yang tau bagaimana perjalanan hidup Jojo yang penuh lika liku. Dua tahun silam, Jojo pernah menjadi lelaki  normal yang mencintai seorang wanita. Dia bahkan telah berencana untuk menikahi perempuan tersebut. Nama Michelle, gadis asal Bandung yang ia temui saat bertengger di kota tersebut untuk perjalanan bisnis.

Sayang seribu sayang, satu setengah tahun berpacaran dengan Michelle nyatanya Jojo selama ini hanya di tipu orang perempuan yang mengaku datang dari keluarga berada itu. Tepat saat hari pernikahan Jojo dan Michelle akan berlangsung, wanita itu pergi tanpa alasan. Meninggalkan Jojo dengan sepucuk surat berkertas pink yang sama seperti surat-surat yang selalu ia kirimkan kepada Jojo selama mereka menjalani LDR.

Semenjak kepergian Michelle yang kabarnya kabur dengan lelaki lain, separuh hidup Jojo seakan menghilang. Dendam kepada perempuan selain ibu tiri dan adik tirinya semakin memuncak. Jojo bahkan sempat hampir gila dan memperlakukan semua perempuan yang ia temui dengan begitu kasar. Hingga suatu hari, dia menemukan fakta mengejutkan tentang kepergian Michelle sebenarnya.

Ternyata Michelle pergi tak untuk berselingkuh atau lebih memilih lelaki lain. Dia pergi karena ancaman ayah Jojo dan ibu tirinya. Mereka berdua mengetahui fakta jika Michelle hanya anak dari seorang pedang siomay yang miskin. Ibunya hanya seorang pengasuh bayi yang gajinya pas-pasan. Tentu hal itu membuat orangtua Jojo tak setuju. Mereka menyuruh Michelle untuk membatalkan pernikahannya dengan Jojo atau keluarga akan dalam bahaya. Michelle pun pergi meninggalkan Jojo beralaskan selingkuh. Mengubur anggan-anggan indahnya untuk merajuk kebahagiaan dengan Jojo dan rela menukarkannya dengan nestapa demi keluarganya.

Jojo yang mengetahui hal itu tentu berang kepada kedua orangtuanya. Jojo yang amat begitu mencintai Michelle tak peduli bagaimana keluarga dan status sosial Michelle. Jojo marah, meluapkan kekesalannya dengan kedua orangtuanya, dengan pergi meninggalkan rumah utama. Mencari keberadaan Michelle yang tak kunjung bertemu, sampai suatu hari sebuah kabar mengejutkan ia terima tentang keadaan Michelle.

Ternyata kekasihnya itu telah meninggal dalam sebuah kecelakaan parah, tepat di hari ia meninggalkan Jojo sendirian di altar pernikahan. Michelle meninggal di tempat karena benturan yang amat dasyat juga kehabisan darah. Hati Jojo hancur, sehancur-hancurnya. Dan setelah kematian Michelle, Jojo pun sedikit agak berubah dari manusia normal lainnya. Lelaki itu sering melamun, menangis sendiri, dan bahkan finalnya dia melantangkan dengan tegas tidak akan menikah atau mencintai wanita lain selain Michelle. Dan semua itu terbukti, setelah dua tahun kepergian Michelle. Tak pernah ada satu kabar pun, Jojo tengah mendekati seorang wanita dari kalangan manapun. Saking tak pernah terlihat jalan atau memiliki hubungan dengan wanita manapun, Khalayak bahkan menyebut Jojo sebagai penyuka sesama jenis. Lebih-lebih dengan keberadaan Rei yang selalu siap siaga di belakang Rei. Mereka kadang menjadi konsumsi publik yang negatif.

Namun, mereka berdua tak peduli. Mereka lebih memilih bungkam, ketimbang meladeni mulut netijen yang tak ada habisnya.

“Aku memiliki ide. Tapi memang terdengar agak aneh.” Setelah berlangsung lama, akhirnya Jojo berkata.

“Aneh seperti apa?”

“Aku akan membeli seorang gadis, untuk ku jadikan istri kontrak ku. Bagaimana? Aku hanya akan menjalankan pernikahan selama enam bulan, setelah itu aku akan menceraikan dia dan hidup normal seperti semula dengan harta milik papa yang semuanya akan menjadi milikku.”

Rei terperangah. Ini bukan lagi ide aneh, melainkan ide yang begitu gila. Rei penasaran, darimana Jojo menemukan ide segila itu? Apa mungkin dari Ciko?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status