Seorang gadis cantik nan seksi yang bersiap di kamar mandi sebelum memasuki ruangan sakral di mana pria pujaannya berada. Gadis itu benar-benar memastikan penampilannya secantik dan se-seksi mungkin agar pria impiannya luluh.
"Lihatlah, bagaimana mungkin setelah bertahun-tahun dia tidak tergoda dengan semua ini. Bahkan jika di luar aku sering digoda," ucapnya seorang diri dengan menepuk pelan dada serta bokong montoknya.Tak ingin lebih lama, ia segera keluar dari kamar mandi dan memasuki ruangan Presdir berada. Terlihat pemilik ruangan ini tengah berkutat dengan segala pekerjaan. Di saat serius seperti ini, kadar ketampanan pria pujaannya bertambah berkali-kali lipat. Ia bahkan tanpa sadar menggigit bibir bawahnya melihat menampakkan yang sangat sulit dilewatkan."Tuan, ini laporan keuangan yang Tuan minta 30 menit yang lalu," ucap gadis seksi itu dengan suara dibuat lembut dan mendayu.Sayang sekali, pria pujaannya itu tidak menoleh atau membuka suara sedikit pun. Hanya mengangguk singkat dan mengibaskan satu tangannya seolah menyuruh gadis itu keluar.Sakit hati? Tentu saja. Sudah berdandan sejak 2 dekade yang lalu, dilirik saya tidak.'Sial! Seharusnya aku langsung saja perkosa dia,' kesalnya dalam hati. Bisa mati di tempat jika diucapkan secara langsung.***Sedangkan di belahan dunia lain, seorang gadis tengah dihadapkan suatu keputusan yang sangat sulit.Nina—perempuan paruh baya Ibunda dari sosok Niana menatap nyalang anaknya. Begitupun dengan Jendra—ayah Niana. Namun, Niana tetap acuh atas pendiriannya. Ia tidak peduli pada kedua manusia itu yang sedari tadi mengomel dan membentak Niana."Tanpa persetujuan darimu, saya akan tetap menikahkan kau dengan Jacob!" pungkas Jendra yang akhirnya pergi meninggalkan istri dan anaknya.Jacob yang terus mengintai perdebatan itu melalui alat penyadap suara pada ponsel milik Jendra, ia senang bukan kepalang ketika membayangkan gadis mungil nan cantik itu menjadi miliknya. Beberapa hari ke depan, burung perkututnya akan masuk sarang yang lebih fresh dan tersegel. Membayangkannya saja membuat ia tak tahan untuk tidak tersenyum cabul.Kembali pada Niana, gadis itu termenung seorang diri di kamarnya. Ternyata, usahanya untuk menolak sangat tidak berarti apa-apa. Pria itu tetap menjadikannya tumbal agar semua harta gelap ini kekal abadi."Tidak ada pilihan lain selain mengatakan iya, Niana." Begitu pula dengan Nina, ia tidak peduli terhadap perasaan Niana.Selepas kepergian ayah dan ibunya, Niana mejambak rambut panjang miliknya sambil berteriak hebat. Kaki mungil nan putih itu berjalan cepat ke segala arah untuk menghancurkan semuanya.Tubuhnya berhenti di depan cermin besar, menatap kasihan pada dirinya yang cantik."Kau memang cantik, Niana. Sayang sekali jika nanti anak turunmu ikut pada si ayah, mereka terlihat jelek dan berhati busuk," lirih Niana.Tangannya terulur untuk mengusap wajahnya di pantulan cermin, namun setelahnya, ia menghancurkan cermin itu menggunakan tangan kosong. Sama sekali tidak peduli pada tangannya yang sudah compang camping penuh darah.Bibi Yur—salah satu asisten di rumah Niana yang sangat dekat dengannya, ia segera masuk ke dalam kamar Niana ketika mendengar keributan yang sangat kacau di sana.Perempuan bertubuh gempal nan tua itu segera menghampiri Niana sambil menangis tersedu-sedu. Tanpa peduli Niana yang sudah berlumuran darah, ia segera memeluknya penuh hangat."Anak manis, tenang sedikit ya, sayang? Hati bibi sakit melihatnya, nak," ucap Bibi Yur tanpa melepaskan pelukan hangat itu."Nak, tidak mungkin Tuhan memberikan cobaan di atas kemampuan hambanya. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini nak. Semua orang bisa meninggalkanmu, tapi tidak dengan Tuhan." Suara Bibi Yur terdengar sangat lembut di telinga Niana, suara yang selalu ia dengar seumur hidupnya."Bibi, aku tidak mau," lirih Niana setelah lama terdiam di pelukan Bibi Yur.Keduanya sedikit mengendurkan pelukan itu, diusapnya air mata Niana menggunakan kedua tangan Bibi Yur yan tak lagi kencang."Bibi akan selalu bersama Niana, ke manapun Niana pergi, Bibi akan selalu ada. Tidak usah takut ya, nak? Kita hadapi semuanya bersama-sama," balas Bibi Yur dengan senyum manisnya. Senyuman paksa agar Niana menjadi lebih tenang.Niana tak membalas, kembali menumpahkan tangisnya di sana.Detik, menit, jam, semuanya telah terlewati. Niana menangis tiada henti di pelukan Bibi Yur. Sampai akhirnya, gadis itu terpejam dengan sendirinya.Bibi yur tersenyum kecil melihat wajah damai Niana yang sudah dibanjiri air mata.Salah satu tangan Bibi Yur menggapai bantal yang ada di atas ranjang Naina. Perlahan ia merebahkan tubuhnya dengan tubuh gadis cantik yang masih terlelap di dekapannya."Tidurlah yang nyenyak, sayang, Bibi tidak akan meninggalkanmu," lirih Bibi yur sambil mengusap pelan rambut Niana.Kini, posisi keduanya tidur di lantai berdua, Niana menggunakan salah satu tangan Bibi Yur sebagai bantalnya.Meskipun dingin, Bibi Yur tidak peduli. Ia tidak bisa mengangkat tubuh Niana ke atas ranjang, ia juga tidak mau membangunkan Niana. Biarkan saja lantai kamar yang dingin ini menjadi saksi kesedihan keduanya.***Sudah satu minggu lamanya Niana tidak keluar dari kamar, Bibi Yur-lah yang selalu setia bolak-balik ke kamar Niana untuk memberinya makan.Setelah memberi Niana sarapan, Bibi Yur kembali keluar dan menutup pintu kamar Niana.Namun setelahnya, pintu itu kembali terbuka menampakkan wajah seorang wanita yang sangat dibenci oleh Niana."Jam 10 nanti, kau akan bertemu dengan calon suamimu. Berdandanlah secantik mungkin, kali ini kau harus menjadi anak yang berguna." Setelah mengucapkan tujuannya, wanita itu kembali pergi meninggalkan Niana yang kembali terdiam.Sarapan yang sudah ada di tangan, Niana simpan di atas nakas kecil samping tempat tidurnya."Tuhan, kau adalah zat yang paling adil, kan? Aku memohon keadilanmu, aku mohon ...," rintihnya sambil menatap kosong ke depan.Niana bangkit, masuk ke dalam kamar mandi lantas berendam di sana. Cukup lama, bahkan sangat lama.Lagi-lagi, Bibi Yur kembali menyelamatkan Niana. Perempuan itu teriak sekencang-kencangnya ketika melihat Niana yang tak sadarkan diri sedang berendam di bathtub, entah sejak kapan gadis itu ada di sana.Pelayan yang lain berlarian menghampiri Bibi Yur, berusaha sebisa mereka mengangkat tubuh Niana dan memakaikan beberapa pakaian agar Niana tidak terlalu telanjang.Nina, wanita itu berdecak kesal ketika melihat anaknya kembali tak sadarkan diri. Bukan hanya sekali, Niana sangat sering seperti ini."Nyonya, saya meminta izin untuk membawa Niana ke rumah sakit—""Bawa pergi sekarang, anak itu memang sangat tidak berguna. Penyakitan dan menyusahkan," ujar Nina memotong perkataan Bibi Yur yang belum selesai.Hati Bibi Yur berteriak ingin menangis, bagaimana bisa seorang ibu bersikap seperti itu pada anak kandungnya sendiri?Tanpa mengatakan apapun lagi, Bibi Yur segera keluar menyusul pelayan yang lain untuk membawa Niana ke rumah sakit.Di dalam perjalanan, Bibi Yur tidak melepaskan Niana sedetik pun dari pelukannya. Diciumnya kening Niana yang dingin dengan penuh kasih sayang.Sesampainya di rumah sakit yang sudah tak asing bagi Bibi Yur maupun Niana, dokter segera menangani gadis rapuh itu.Pria berjas putih itu dengan cekatan menangani Niana, ia sudah hafal tentang kondisi Niana. 5 tahun ia menangani gadis malang ini.Setelah memastikan semuanya selesai, dokter dan suster yang semula berada di dalam ruangan Niana, keluar secara bersamaan membuat Bibi Yur serta sopir yang mengantar mereka berdiri dari duduknya."Dokter, bagaimana keadaan Niana?" tanya Bibi Yur, wajahnya dihiasi kepanikan yang luar biasa."Seperti biasa, Niana telat datang kemari. Harusnya sejak 3 hari yang lalu Niana datang ke sini untuk Check up. Dan satu lagi, Niana pasti mengabaikan obatnya," jawab dokter itu panjang lebar membuat Bibi Yur menghela napas panjang.Setelah mengucapkan terima kasih pada dokter dan suster, Bibi Yur segera masuk ke dalam ruangan Niana. Netranya menangkap sosok gadis cantik tengah tak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit."Yur, kapan gadis ini memiliki kehidupan yang baik? Kapan Tuhan memberikannya kebahagiaan?" pertanyaan Pak Andes—sopir pribadi Niana, memecah keheningan di dalam ruangan dingin itu.Bibi Yur masih belum menjawab, telapak tangannya menangkup hangat pipi Niana."Aku yakin, suatu saat nanti Niana bisa tersenyum dan tertawa bebas seperti manusia pada umumnya. Entah di kehidupan sekarang, atau pun kehidupan kedua yang entah ada atau tidak."***"Maaf Tuan Jacob, anak kami sedang sakit, dia tidak bisa datang untuk menemuimu. Mungkin lain kali jika Niana sudah sembuh, kami akan kembali membawanya untuk bertemu denganmu," ujar Nina penuh rasa hormat pada Jacob yang ada di depannya.Jacob mengangguk-angguk kecil layaknya orang bodoh. Pria itu sedikit menggaruk kepalanya, mencongkel ketombe yang tak sengaja ikut masuk ke dalam sela-sela kuku tangannya."Tidak masalah, kau harus memastikan jika calon istriku baik-baik saja dan sehat selalu," ujar Jacob yang dibalas senyuman penuh hangat oleh Nina.Tak berselang lama, Nina akhirnya keluar dari rumah mewah itu, kembali menggandeng lengan suaminya untuk masuk ke dalam mobil yang sama. Keduanya kembali dengan perasaan yang sangat berbunga. Sebentar lagi, keduanya akan hidup dengan damai tanpa harus memikirkan harta serta anak satu-satunya. Toh ada Jacob yang mereka percaya untuk menjamin semuanya.Di dalam rumah mewah itu, Jacob tak henti-hentinya tersenyum senang menatap foto Niana p
Niana benar-benar pergi jauh dari lingkungan rumahnya. Bahkan, ia sudah 3 kali naik bus dan keluar dari pulau tempat ia dilahirkan agar dirinya semakin menjauh dari kota kelahirannya itu.Di dalam bus, Niana hanya bisa menangis meratapi dirinya malang. Entah setelah ini, kakinya akan melangkah ke mana, sama sekali tidak memiliki tujuan. Niana turun dari bus, ia terus berjalan menyusuri trotoar. Yang ia bawa hanya uang, selebihnya, ia tidak membawa apa-apa lagi. Saking pusingnya, Niana tidak menyadari jika dirinya semakin memasuki area jalan raya. Tidak lagi di trotoar seperti sebelumnya. Banyak klakson yang berbunyi ketika Niana semakin ke tengah. Namun, gadis itu tetap tidak menyadarinya. Perlahan, Niana merasakan perutnya sakit. Dipegangnya perut itu sambil berjalan perlahan-lahan.Niana yang menyadari jika dia berjalan di jalur yang salah pun hendak kembali ke trotoar. Namun sayang, Mercedes-Benz lebih dulu menabrak dirinya sangat kuat. Niana terpental agak jauh, orang-orang ya
"Dia harus dioperasi, ada penyumbatan di pembuluh darahnya," ucap Jordan pada Prince yang baru saja tiba.Terdengar hembusan napas cukup berat dari Prince. Hatinya sangat merasa bersalah. Belum lagi jika nanti ia akan dimarahi habis-habisan oleh orang tua gadis itu. Dan anehnya, sampai saat ini orang-orang yang ia suruh untuk mencari asal usul Niana belum juga memberikan hasil yang memuaskan. Entah dari mana gadis cantik ini berasal.Seorang gadis cantik berambut pirang hadir di antara dua lelaki tampan itu. Kedatangannya sontak membuat Jordan mengulas senyum bahagia. Dialah pemilik hatinya."Apakah dia belum sadar juga?" tanya-nya sambil menatap pada Jordan—kekasihnya. "Sebelumnya sudah, namun dia kembali tak sadarkan diri. Kini, dokter tengah melakukan operasi penyumbatan pembuluh darah. Doakan dia secepatnya pulih," jawab Jordan sambil mengusap kepala sang kekasih. Sontak hal itu membuat si gadis merasa sangat dicintai. Lyly—kekasih Jordan, bergantian menatap wajah sahabat kekasi
Satu persatu melihat keadaan Niana langsung. Gadis itu masih setia dengan mata terpejamnya, tanpa menyadari orang-orang asing itu silih berganti untuk melihat dirinya langsung.Ayunda, matanya menatap kasihan pada Niana. Karena kelalaian Prince, gadis ini harus mendekam di rumah sakit berhari-hari. Entah apa yang akan ia ucapkan pada orang tua gadis ini."Cepat sembuh nak, maafkan kesalahan anak ibu, dia tidak sengaja melakukannya padamu," ujar Ayunda penuh kelembutan. Tak sengaja telapak tangan Ayunda menyentuh lengan Niana, ia cukup terkejut merasakan bekas luka yang cukup banyak. Dilihatnya lengan itu untuk memastikan.Ayunda semakin prihatin, ia yakin, sebelumnya kehidupan gadis ini cukup tidak baik.Jordan, Lyly, dan Prince menatap Ayunda yang masih ada di dalam sana. Tampak jika wanita itu tengah memperhatikan kedua lengan Niana."Apa yang Ibu perhatikan?" tanya Lyly, sebelumnya ia tidak pernah melihat Niana dari jarak dekat. Jadi, ia tidak tahu apa yang ada pada gadis itu."Le
Prince mematung di samping Niana, sorot matanya tidak bisa lepas dari tatapan indah seorang Niana Fradella. Bola mata biru, bulu mata tebal nan lentik secara alami, serta alis yang menambah kesan sempurna di area mata Niana berhasil membuat Prince terpana.Jordan berdeham melihat sahabatnya yang terus terdiam memperhatikan gadis cantik di depannya."Kau tidak ingin berkenalan dengannya?" tanya Jordan sambil sedikit menyenggol lengan Prince menggunakan sikunya. Prince berdeham sejenak untuk mengembalikan kesadaran tubuhnya. Lalu, lengannya ber-uratnya terulur untuk mengajak gadis cantik di depannya berkenalan."Prince," ucap Prince dengan suara khas pria yang sangat gagah dan macho.Niana menelan salivanya susah payah, lalu ia menerima jabatan tangan itu."Niana," balas Niana.Bisa Prince rasakan tangan mungil Niana yang lembut, telapak tangan itu terlihat kecil jika disandingkan dengan telapak tangan miliknya. Tangan Niana hilang digenggaman Prince.Kedua alis Niana terangkat menatap
"Sudah, ambil saja. Toh suatu saat nanti kau akan membayarnya. Meski pun, aku tidak yakin Prince akan ingat tentang uang ini. Black card-nya ada 3," ujar Jordan sambil sedikit berbisik di akhir kalimat.Niana membulatkan matanya menatap tak percaya pada Jordan. Pantas saja Prince tidak suka mendengar nominal uang di bawah 10 juta."Bisakah aku meminta alamat rumah atau nomor handphone Prince? Nanti jika uangnya sudah terkumpul lagi, aku ingin menghubunginya untuk membayar hutang ini," ucap Niana membuat Jordan sedikit berpikir.Awalnya, Jordan ingin memberikan nomor ponselnya pada Niana, karena privasi Prince cukup ketat. Tidak ada yang berani menyebarkan alamat rumah atau pun nomor ponsel milik pria itu ke sembarang orang.Namun, Jordan kembali berpikir, ia tidak ingin adanya salah paham dengan Lyly karena berani menyimpan nomor gadis asing lain. Dan akhirnya, Jordan menemukan keputusan yang tepat."Sayang, tolong berikan nomor ponselmu pada Niana. Nanti, Niana biar menghubungimu saj
Setelah menjelaskan secara mendetail pada petugas keamanan perumahan elit ini, akhirnya Niana diizinkan untuk masuk meskipun masih diikuti oleh satu orang petugas keamanan. "Di sini rumahnya, aku akan meninggalkanmu setelah salah satu penghuninya keluar," ujar seorang pria yang bertugas sebagai petugas keamanan di area perumahan elit ini.Tak lama setelah Niana memencet bel, seorang satpam khusus yang berjaga di salah satu rumah megah itu mendatanginya. "Gadis ini mengatakan ingin melamar bekerja di sini, dia juga memiliki kartu ini sehingga bisa masuk," ujar petugas keamanan yang mengantarkan Niana.Satpam itu menilik terlebih dahulu, memastikan jika gadis yang ada di hadapannya tidak berbahaya.Setelah memastikan semuanya, akhirnya Niana bisa masuk ke area mansion yang sangat megah itu. Bahkan untuk menuju pintu utama Niana harus berjalan kaki cukup jauh. Bahkan, peluh sudah meluncur di kening mulusnya. Tak lama setelah itu, Niana di serahkan pada kepala pelayan yang sedang sibuk
Pikiran Niana kembali mengingat hal seperti ini sebelumnya, namun tidak separah saat ini. Dulu ia hanya menangis histeris lantas dibantu oleh Prince, setelahnya tidak ada adegan memeluk, mencakar, dan melakukan tindak kekerasan lainnya. Sungguh, Niana merasa sangat bersalah pada Prince. Kini dirinya tengah mengobati luka kecil di lengan kekar itu. Terlihat sangat fokus dengan guratan penuh rasa bersalah."Tuan, jangan laporkan saya ke polisi, ya?"Permintaan Niana sontak membuat Prince yang sebelumnya memperhatikan kedua tangannya yang sedang diobati oleh Niana, menoleh pada gadis itu. "Saya akan ganti kemeja Tuan yang sobek, saya juga akan terus mengobati luka-luka ini sampai sembuh. Tapi saya mohon, jangan laporkan saya ke polisi, ya?" pinta Niana lagi dengan tatapan yang sangat memohon.Hati Prince jadi tidak karuan melihat tatapan polos itu."Hm, kemejaku mahal," jawab Prince dengan tatapan datarnya. Namun, siapa sangka jika hatinya seperti gemuruh melihat Niana yang sedang keta