Share

Bab 6

Prince mematung di samping Niana, sorot matanya tidak bisa lepas dari tatapan indah seorang Niana Fradella. Bola mata biru, bulu mata tebal nan lentik secara alami, serta alis yang menambah kesan sempurna di area mata Niana berhasil membuat Prince terpana.

Jordan berdeham melihat sahabatnya yang terus terdiam memperhatikan gadis cantik di depannya.

"Kau tidak ingin berkenalan dengannya?" tanya Jordan sambil sedikit menyenggol lengan Prince menggunakan sikunya.

Prince berdeham sejenak untuk mengembalikan kesadaran tubuhnya. Lalu, lengannya ber-uratnya terulur untuk mengajak gadis cantik di depannya berkenalan.

"Prince," ucap Prince dengan suara khas pria yang sangat gagah dan macho.

Niana menelan salivanya susah payah, lalu ia menerima jabatan tangan itu.

"Niana," balas Niana.

Bisa Prince rasakan tangan mungil Niana yang lembut, telapak tangan itu terlihat kecil jika disandingkan dengan telapak tangan miliknya. Tangan Niana hilang digenggaman Prince.

Kedua alis Niana terangkat menatap penuh heran pada kedua mata Prince yang berwarna hijau. Yap, Prince memiliki bola mata hijau hazel, sedangkan Niana memiliki bola mata biru safir yang sangat indah dan terang. Kedua pemilik bola mata indah itu sedang dipertemukan.

Jordan kembali berdeham untuk memutus jabatan tangan itu yang entah sudah berapa terjalin. Seperti ... nyaman?

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Prince dengan tatapan datarnya, seolah menatap tidak peduli pada Niana.

"B-baik, mungkin hanya membutuhkan banyak istirahat saja," jawabnya sedikit tergugup. Pandangan itu benar-benar mengintimidasi.

"Siapa orang tuamu? Biar saya hubungi," ujar Prince, sontak perkataan pria itu membuat aliran darah Niana membeku. Sungguh, ia tidak ingin kembali pada ke dua orang tuanya.

"Aku tidak punya orang tua," jawab Niana berbohong, apa pun caranya akan ia lakukan agar tidak kembali kepada mereka.

Prince mau pun Jordan menatap heran pada Niana. Keduanya bingung, jika tidak memiliki orang tua, dengan siapa gadis ini hidup?

"Lantas, kau hidup dengan siapa?" tanya Prince lagi, suaranya benar-benar dingin dan cukup, emm ... menakutkan.

"Aku tinggal sendiri, a-aku kabur dari panti asuhan 3 tahun yang lalu," jawab Niana sedikit bergetar, entah Tuhan akan menghukumnya dengan cara apa atas kebohongan yang telah dirinya lakukan.

Prince menarik napas cukup kasar, entah akan ia apakan gadis ini.

Jordan menganggukkan kepalanya tanda ia paham, ia berpikir jika Niana adalah gadis yang hidup sebatang kara sekarang.

Setelah merasa tidak ada yang perlu ditanyakan, Prince dan Jordan akhirnya memilih untuk meninggalkan gadis itu seorang diri di ruang rawat inapnya.

Setelah kepergian dua pria tampan itu, Niana kembali termenung dengan tatapan kosongnya.

"Aku harus ke mana setelah keluar dari sini? Apakah aku akan menjadi gelandangan?" tanyanya yang entah bertanya pada siapa.

Sontak air mata Niana menetes mengingat hidupnya yang pahit, bayangan akan wajah kejam ke dua orang tuanya berhasil membuat Niana sedih.

Niana kembali berbaring, menumpahkan segala kesedihannya di ranjang rumah sakit sampai benar-benar kelelahan.

***

"Apa?! Dia sudah sadar? Bagaimana keadaanya sekarang?!" tanya Lyly penuh antusias pada kekasihnya. Ya, baru saja Jordan mengabarkan pada Lyly jika gadis yang ditabrak oleh Prince sudah sadarkan diri.

"Sekarang dia jauh lebih baik. Dan kau tahu? Matanya sangatttt indah, biru safir! Bahkan seorang Prince sampai terpana melihat keindahan gadis itu," jawab Jordan tak kalah antusias.

Lyly memicingkan matanya, menatap penuh curiga pada Jordan.

"Jangan katakan kalau kau menyukainya!" sentak Lyly membuat Jordan diam seketika dan meneguk ludahnya susah payah.

"Tidak mungkin, sayang. Sekali pun aku disandingkan Kylie Jenner atau Lylyku yang cantik, aku tetap memilih ..." ucap Jordan menggantungkan kata-katanya.

Lyly semakin dibuat penasaran. "Pilih siapa?!" tanyanya lagi.

"Kylie Jenner, hehe—AWW"

Lyly tanpa ampun mencubit pinggang Jordan membuat sang empu kesakitan.

Setelah puas mencubit pinggang sang kekasih, akhirnya Lyly melepaskan tangannya. Lalu, pikirannya mulai melayang memikirkan betapa cantiknya gadis itu. Mengingat, ketika dia tak sadarkan diri saja memang terlihat manis dan cantiknya, apalagi sekarang.

"Besok aku ingin melihatnya," ucap Lyly yang diangguki dengan semangat oleh Jordan. Sontak Lyly kembali menatapnya dengan garang membuat Jordan kembali terdiam.

***

Prince baru saja memasuki kamar mandi setelah sebelumnya melepaskan pakaian untuk membersihkan diri. Namun, ketika dirinya menatap sebuah cermin, tiba-tiba saja pandangan indah Niana terlintas di sana.

Jakun Prince tampak naik turun menelan ludahnya sendiri. Tidak bisa ia sangkal akan kecantikan gadis itu.

"Ck, membuang waktuku saja!" kesalnya sambil membuang wajah dari hamparan cermin itu. Tubuhnya kini sedang menikmati kucuran air shower yang sangat menyegarkan.

Di lain tempat, Niana sedang diperiksa oleh dokter untuk ke sekian kalinya.

"Kondisi anda semakin hari semakin membaik, nona, saya bisa memastikan jika besok anda sudah bisa pulang," ujar dokter itu dengan senyum yang sangat ramah.

Niana menganggukkan kepalanya sambil mengucapkan terima kasih. Dan setelah itu, ia kembali sendiri.

"Huh, harus pulang ke mana besok?" tanya Niana pada dirinya sendiri. Hampir saja kepalanya meledak memikirkan semua ini.

***

Sesuai dengan yang dokter sampaikan tadi malam, kini Niana sudah diizinkan untuk pulang.

Tampak Lyly, Jordan, dan tidak tertinggal Prince masih berada di ruangan yang sama dengan Niana.

Mati-matian Niana berpikir untuk jalan keluar hari ini, otaknya terasa sudah sangat panas dibawa berpikir habis-habisan sejak tadi malam.

"Emm ... bisakah aku bicara sebentar hanya dengan Prince saja?" tanya Niana sambil menatap ke tiga orang yang berada di sekitarnya.

"Oh, ya, silahkan! Ayo sayang," ujar Lyly sambil menarik lengan Jordan untuk keliar dari ruangan ini.

Tampak Prince yang masih diam dengan raut wajah penuh tanda tanya.

"Prince, aku ingin meminta bantuanmu sekaliii lagi," ucap Niana dengan suara cukup pelan namun masih terdengar dengan jelas.

"Hm?" Prince hanya berdeham sambil mengangkat satu alisnya.

"Aku ingin meminjam uang, mungkin agak sedikit banyak," ujar Niana lagi, matanya terus menghindar dari tatapan Prince yang sangat tajam.

"Berapa?" tanya Prince, ia cukup penasaran dengan nominal uang yang diminta oleh Niana.

"Mungkin sekitar 5 juta, tapi kalau menurutmu terlalu berat, aku pinjam 3 juta saja. Aku sudah tidak memiliki simpanan, dan masa kontrak sewa kost-ku sudah habis bulan ini. Tapi, aku janji, aku akan segera membayarnya jika sudah ada uang," jelas Niana yang kini sudah berani menatap lekat manik mata hijau hazel itu.

Prince mendengus sedikit kesal, gadis di depannya ini tampaknya belum tahu siapa dia.

Prince segera merogoh ponsel yang masih ada di dalam saku celananya. Lantas, ia mengirimkan pesan pada Jordan mengenai perintahnya saat ini.

Jordan yang tengah bermesraan bersama sang kekasih di lorong rumah sakit pun segera bergegas pergi menuju bank terdekat.

Selang beberapa menit, Jordan tiba sambil membawa satu kresek hitam. Pria itu segera memberikannya pada Prince.

Niana, matanya terbelalak ketika Prince memberikan beberapa ikat uang untuknya. Satu ikat 10 juta, dan di dalam kresek hitam itu totalnya ada 5. Jadi berapa anak-anak???

"A-apa ini?" tanya Niana sedikit tergagap melihat lembaran kertas berwarna merah di tangannya.

"Kau ingin meminjam uang padaku, bukan?" tanya Prince yang dibalas anggukan cepat oleh Niana.

"Ambillah! Aku tidak terbiasa mendengar nominal uang di bawah 10 juta," ujar Prince lantas melenggang pergi dari hadapan Niana.

Tanpa memedulikan Jordan dan Lyly, Prince melanjutkan langkahnya untuk pulang.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status