“Cepat persiapkan semua kebutuhanmu. Sebentar lagi akan ada pengawal dari keluarga Dakasa yang akan menjemputmu ke sini,” ucap Farhan.
Lavira hanya mampu menunduk sambil memikirkan nasibnya setelah ini. Kehidupannya selama ini sudah sangat hancur dengan segala tindasan dan cacian yang selalu dia terima. Namun, sifat penakut Livara membuat gadis itu hanya diam dan tidak pernah melawan.“Apa lagi yang kau tunggu? Apa kau ingin membuat suamimu itu mengamuk nanti? Apa kau tidak tahu kalau dia adalah psikopat kejam? Cepat bergerak, jangan sampai sifat bodohmu ini menyeret kami!” bentak Marni marah.“Baik, Tante,” balah Lavira pelan.Tuk … bruk …Lavira terjatuh begitu keras ke atas lantai setelah kakinya baru saja disandung oleh Joana, saudara tirinya. Lavira diam menahan ringisannya. Joana nampak tersenyum miring sambil menatap remeh ke arah Lavira.“Heh, kau sesuai bersanding dengan laki-laki seperti itu. Manusia kejam berdarah dingin. Aku jamin umurmu sudah tidak akan lama lagi. Mungkin saja kau akan mati karena setiap hari disiksa, atau mungkin juga kau mati karena langsung dibunuh. Apalagi dia selalu menyembunyikan wajahnya. Aku jamin dia adalah laki-laki buruk rupa, pasti wajahnya hancur,” papar Joana sinis.Lavira diam, gadis itu berusaha menghilangkan rasa takutnya mengingat setiap lontaran kalimat yang diucapkan oleh Joana. ‘Tenanglah, Vira. Semuanya akan baik-baik saja, sama seperti beberapa tahun ini. Kamu pasti bisa melalui semuanya,’ batin Lavira mencoba menguatkan dirinya sendiri.“Selamat masuk ke dalam neraka yang sebenarnya, saudar tiriku tersayang,” bisik Joana licik.Berada di kediaman yang berbeda, seorang laki-laki masuk dan bersuara sopan teruntuk seseorang. “Tuan, istri Anda sudah sampai. Apa Anda akan ke sana untuk menyapanya?” ucap Rino.“Untuk apa? Dia hanya barang pembayar hutang. Tidak ada kebanggaan dia untuk aku sambut,” sahut Avram dingin.Rino hanya bisa diam tidak lagi bersuara. Laki-laki itu tahu betul bagaimana sifat atasannya itu. Avram Dakasa, laki-laki misterius yang merupakan penerus sah perusahaan Dakasa. Avram dikabarkan sebagai laki-laki dingin nan kejam sekaligus psikopat berdarah dingin.Hal yang membuat publik bertanya-tanya adalah wajah dari pemimpin utama Dakasa Group. Avram tidak pernah memperlihatkan wajahnya. Lebih tepatnya selalu mengurung diri di dalam mansion dan tidak pernah keluar dari lingkup mansion kecuali untuk mencari mangsa.“Jadi untuk nanti malam, Anda masih akan melanjutkan aksi itu, Tuan?” tanya Rino.“Hem,” sahut Avram.“Apa ada yang perlu saya persiapkan sedari sekarang?” tanya Rino lagi.“Pergi ke kantor dan pantau pekerjaan Fero. Laki-laki bodoh itu masih tidak berkembang. Masih saja bodoh,” tutur Avram begitu kasar.“Baik, Tuan. Akan segera saya laksanakan,” balas Rino.“Terus juga siapkan mangsaku untuk nanti malam,” tutur Avram.“Baik, Tuan,” sahut Rino patuh.Lavira menoleh keadaan sekitar mansion mewah itu. Entah sudah keberapa kali gadis itu berdecak kagum melihat bangunan mewah itu. “Astaga, apa ini istana? Pantas sih, ini kan kediaman keluarga Dakasa. Keluarga ternama se-Asia,” gumam Lavira terpana.“Hei, kau.” Suara seseorang mengejutkan Lavira dari rasa kagumnya. Gadis itu menoleh dan melihat keberadaan seorang wanita paruh baya sedang menatapnya menilai dari atas sampai bawah.“Kau putri dari keluarga Amrin itu?” tanya Siara angkuh.“Iya, Nyonya. Saya Lavira Amrin,” balas Lavira polos.Siara menatap Lavira dengan pandangan remeh dan senyum miring. ‘Heh, anak polos? Baguslah, dengan begitu dia tidak akan menjadi penghalang bagiku untuk tetap menjadi nyonya utama di mansion ini,’ batin Siara licik.“Aku Siara Dakasa, bibi Avram dan nyonya utama di sini,” ujar Siara sinis.“Oh, iya Nyonya Dakasa,” balas Lavira.‘Apa selain polos dia ini juga bodoh? Dia masih memanggilku dengan panggilan nyonya, padahal dia sudah menjadi istri sah Avram,’ batin Siara merasa tidak percaya.“Kau sadar tidak kalau kau sudah menjadi istri dari keponakan iblisku itu?” tutur Siara.Lavira cukup terkejut mendengar kalimat Siara. Gadis itu bisa melihat raut aneh dari wajah Siara saat mengucapkan keponakan. ‘Apa hubungan mereka tidak baik?’ ucap Lavira di dalam hati.“Iya, aku tahu, Nyonya,” sahut Lavira.Siara menatap Lavira dengan pandangan malas. “Sudahlah, intinya meski kau sudah menjadi istri monster itu, bukan berarti kau adalah nyonya di sini. Kau tidak lebih dari sebuah penebus hutang. Dengan kata lain, kau adalah babu di sini. Maka cepat persiapkan dirimu dan segeralah memasak untuk makan malam kami nanti,” jelas Siara angkuh.“Iya, aku tahu itu, Nyonya,” sahut Lavira pelan.‘Aku tidak pernah berpikir akan menjadi nyonya di sini. Aku juga sudah bisa membayangkan hal ini akan terjadi kepadaku. Tidak jauh berbeda dari pada di rumah. Mungkin, di sini akan lebih mengerikan lagi,’ sambung Lavira di dalam hati.“Kau, cepat antarkan perempuan ini ke kamar utama.” Siara berucap sambil menatap seorang pelayan mansion itu.“Baik, Nyonya,” sahut pelayan itu.Pelayan wanita itu berjalan mendekat ke arah Lavira. Nampak tatapan remeh yang diberikan pelayan itu kepada Lavira. “Ikuti aku,” ketus pelayan itu nampak enggan.Lavira hanya bisa diam, seperti yang ditegaskan Siara. Meski dia sudah sah menjadi istri dari pemilik mansion ini. Dia tetap tidak ada keberanian untuk mengaku sebagai seorang nyonya. Lavira juga tahu dan sadar dengan posisinya yang hanya menjadi barang penebus hutang oleh ayahnya.Beberapa menit mengikuti pergerakan pelayan itu. Akhirnya sekarang mereka berhenti tepat di depan sebuah pintu hitam. Pelayan itu menoleh dan menatap Lavira sinis. “Ini kamar utama, masuk saja,” ketus pelayan itu.“Maaf, Mbak. Kamar utama maksudnya apa, ya?” tanya Lavira ragu.Pelayan itu menatap Lavira dengan pandangan malas. “Apa lagi? Kamar utama itu berarti kamar yang dihuni oleh pemilik utama bangunan ini. Itu berarti kamar ini adalah kamar hunian Tuan Dakasa,” jelas pelayan itu dengan nada angkuhnya.Lavira nampak terkejut mendengar penjelasan dari pelayan itu. Bahkan mata gadis itu sudah melotot dengan wajah memucat. “Ta-tapi kenapa aku diantar ke sini, Mbak? Sa-saya kan hanya sebagai penebus hutang di sini. Tidak benar-benar istri dari Tuan Dakasa,” tutur Lavira risau.“Heh, bukan berarti kau bisa lepas dari jeratan Tuan Dakasa, kan? Mungkin saja Tuan Dakasa ingin bermain-main denganmu.” Pelayan itu berbicara sambil tersenyum miring.Lavira terdiam semakin merasa takut memikirkan semua hal di dalam otaknya. Tubuh gadis itu semakin kaku memikirkan nasibnya saat harus berhadapan dengan Avram nanti. “Maaf, Mbak. Apa tidak bisa aku tinggal di kamar lain saja? Tidak apa-apa jika itu kumuh, tidak masalah,” tutur Lavira nampak begitu takut.“Heh, nikmati saja hari-harimu. Seharusnya kau bersyukur sebab tidak ada satupun orang yang bisa masuk ke dalam kamar ini. Ah, banyak bicara kau. Pekerjaanku masih sangat banyak, ingat jika Nyonya Besar menunggumu.”Pelayan itu pergi meninggalkan Lavira sendirian di sana. Gadis itu menatap pintu hitam itu dengan pandangan ragu dan takut. Dengan gerakan ragu Lavira meraih gagang pintu itu. “Tenanglah, Vira. Semuanya pasti akan baik-baik saja,” gumam Lavira menguatkan dirinya sendiri.“Cepat siapkan semuanya. Kenapa kau masih bersantai? Kedua anakku sebentar lagi akan segera ke sini untuk makan!” teriak Siara kepada Lavira.“Baik, Nyonya,” sahut Lavira patuh. Gadis itu dengan cepat menyiapkan seluruh makanan yang sudah dia masak ke atas meja makan yang luas itu.“Lelet sekali kerjamu, sepertinya keluarga Amrin tidak mengajarimu dengan keras. Biar aku yang mengajarimu untuk bisa lebih ligat lagi,” papar Siara angkuh. Lavira hanya diam, gadis itu tidak menyahut karena dia memang tidak berani untuk melakukan itu.“Ma … aku sudah lapar!” Suara teriakan seorang perempuan menggema di setiap sudut mansion mewah itu.Siara menoleh dan mendengus malas kedatangan seorang gadis muda seumuran dengan Lavira. “Sudah berapa kali Mama katakan, jangan berteriak seperti di hutan, Feria. Kamu bisa tidak mendapatkan suami kalau tetap berperilaku seperti itu. Jadilah perempuan yang elegan,” tegur Siara jengah.Gadis yang dipanggil Feria itu hanya tertawa kecil sambil menarik kursi dan d
Avram mengalihkan pandangannya saat mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Laki-laki itu bisa menebak jika perempuan yang sudah berstatus sebagai istrinya itu sekarang sedang mandi. Avram akhirnya mendudukkan tubuhnya di atas ranjang sambil menyibukkan dirinya dengan benda pipih di tangannya.Kening laki-laki itu berkerut saat melihat sebuah benda dari dalam tas Lavira yang berada di dekat kakinya. Secara perlahan Avram menunduk dan menatap benda itu dengan wajah bingung. “Benda apa ini? Kenapa bentuknya lain seperti ini? Ah, tapi … sepertinya aku pernah melihat benda ini,” gumam Avram mencoba mengingat sesuatu.Bebera detik kemudian mata laki-laki itu melotot saat mengingat sesuatu. Avram juga menarik kepalanya dan duduk tegak. “Kenapa dia tidak meletakkan benda itu di bagian dalam? Malah meletakkan dalaman di bagian luar,” gumam Avram tidak habis pikir.Setelahnya laki-laki itu kembali menyibukkan dirinya kepada benda pintar di tangannya. Wajah laki-laki itu masih ter
Lavira secara perlahan membalikkan tubuhnya saat merasa Avram sudah keluar dari dalam kamarnya. Gadis itu merasa bingung sekaligus penasaran dengan tujuan laki-laki itu saat ini. “Dia ingin ke mana malam-malam seperti ini? Bukannya dia tidak pernah keluar dari mansion ini, ya?” gumam Lavira penasaran.Cklek …Lavira terkejut saat mendengar suara pintu kamar kembali terbuka. Dengan gerakan cepat Lavira kembali memejamkan matanya sambil berdoa di dalam hati. ‘Aku harap dia tidak menoleh ke sini,’ batin Lavira berharap.Terkabul, Avram benar-benar tidak menoleh sama sekali ke arah Lavira. Mengetahui itu, Lavira dapat bernapas lega. Gadis itu mengintip setiap pergerakan Avram dari mata sedikit berkedip-kedip.Deg …Napas Lavira tercekat dengan jantung yang seakan berhenti berdetak. Gadis itu dapat melihat Avram mengambil benda kecil dari dalam sebuah lemari. Benda kecil yang sangat mengerikan di mata Lavira.‘Pi-pisau? Untuk apa dia membawa pisau malam-malam seperti ini? Terus dia ingin k
Pelayan itu membantu Lavira untuk berdiri. Jelas hal itu membuat Lavira sangat terkejut. “Nona tidak apa-apa?” tanya pelayan itu nampak perhatian. “Oh, saya tidak apa-apa. Terima kasih, Mbak,” balas Lavira nampak kikuk. “Jeny, kenapa kamu malah membantunya? Tidak pantas sekali,” protes seorang pelayan. “Apa yang tidak pantas? Perlakuan kalian itu yang tidak pantas. Dia ini adalah istri dari Tuan Dakasa, jadi sopanlah,” balas pelayan yang dipanggil Jeny itu. “Heh, sopan? Seperti yang dikatakan oleh Nyonya Besar. Dia ini tidak lebih dari barang penebus hutang. Jadi untuk apa sopan kepadanya? Derajat dia di sini itu bahkan lebih rendah dari pada kita,” tutur seorang pelayan. “Hei,” tegur Jeny. “Tidak apa-apa, Mbak. Apa yang dia katakan memang benar,” sahut Lavira kaku. “Jeny, kau harus sadar. Jika kau membantunya, itu sama saja dengan kau melawan Nyonya Siara. Kau pasti akan mendapat masalah nanti,” ujar seorang pelayan. “Sudahlah, ayo kita pergi dari sini. Tidak penting,” papar s
Lavira menggelengkan kepalanya cepat saat kesadaran menghampirinya. Gadis itu kembali menoleh dan menatap Avram yang ternyata juga sedang menatapnya. Napas Lavira tercekat melihat tatapan intens mata tajam Avram. Merasa tidak sanggup, Lavira mengalihkan kepalanya dengan gerakan kaku.“Ma-maaf, Tuan. Saya hanya ingin meminta izin kepada Anda. Saya akan pergi ke sekolah,” tutur Lavira dengan suara pelannya.Avram menatap penampilan Lavira dari atas sampai bawah. Laki-laki itu baru menyadari jika gadis itu sedang memakai seragam sekolah. Setelahnya Avram kembali sibuk dengan laptopnya seakan tidak tertarik.Lavira melirik ke arah Avram yang masih tidak bersuara. Melihat Avram kembali sibuk dengan pekerjaannya, membuat Lavira menghela napas pelan. ‘Anggap saja dia mengizinkan aku. Dia kan tidak membanta, itu artinya aku sudah dizinkan,’ batin Lavira.“Ka-kalau begitu terima kasih, Tuan.” Lavira berucap sambil menundukkan kepalanya ke arah Avram.Setelahnya gadis itu mulai melangkah mendek
‘Dia memanggil perempuan itu dengan panggilan Nyonya Dakasa. Sedangkan aku selama ini hanya dipanggil Nyonya Siara,’ rutuk Siara di dalam hati.Lavira menatap Rino dengan pandangan tidak paham gadis itu tidak mengenal siapa Rino. Melihat kebingungan dan raut polos Lavira, Rino kembali bersuara. “Maafkan saya, perkenalkan nama saya Rino Putra. Saya adalah asisten sekaligus tangan kanan Tuan Dakasa,” tutur Rino memperkenalkan diri.‘Oh, jadi dia tangan kanan Tuan Dakasa? Tapi kenapa dia begitu sopan kepadaku, apalagi dia memanggilku Nyonya Dakasa?’ batin Lavira tidak paham.“Tuan Rino kenapa harus berucap sopan seperti itu kepadanya? Dia tidak pantas diperlakukan seperti itu. Dia kan hanya penebus hutang,” papar Feria nampak tidak suka melihat Rino berbicara begitu lembut dan sopan kepada Lavira. Sedangkan saat bersamanya selama ini, Rino bahkan tidak pernah menanggapi kalimat Feria.“Mari, Nyonya. Saya antar ke sekolah,” Rino bersuara kembali menghiraukan kalimat Feria. Jelas saja hal
“Hai, Lavira.” Suara seseorang mengalihkan perhatian Lavira dari makannya. Gadis itu menatap Joana dan Kili dengan pandangan waspada. Lavira bisa menebak apa yang akan terjadi kepada dirinya setelah ini.Jelas dari tatapan dan senyum jahat yang terlihat di wajah dua gadis itu. Lavira hanya bisa pasrah dengan nasibnya hari ini. Tidak lepas dari satu hari pun bagi Lavira yang selalu mendapat perlakuan buruk dari Joana dan satu temannya itu.“Wah, apa menu makan siangmu kali ini? Masih tidak berubah, ya. Apa kau tidak bosan?” Kili bersuara sambil menatap jijik ke arah dua potong roti tawar di atas meja itu.“Heh, namanya juga gembel. Bosan tidak bosa, ya harus dimakan supaya tidak mati.” Joana menyahut kalimat Kili sambil tertawa mengejek. Kili ikut tertawa mendengar kalimat Joana. Begitu pula dengan beberapa murid lain yang mendengar perkataan Joana.Lavira hanya dia, gadis itu memang tidak pernah membantah. Seperti apapun orang-orang menghina dan mencaci makinya. Lavira akan tetap dia
“Lebam ini kenapa?” tanya Avram dengan suara dinginnya. “O-oh, i-ini karena ada kejadian di sekolah,” cicit Lavira.Avram masih menatap wajah Lavira dengan pandangan intens. Hal itu membuat Lavira merasa begitu gugup dan kehilangan akal. Bukannya semakin menjauhkan, Avram malah semakin mendekatkan wajahnya kepada Lavira.Lavira menahan napas saat jarak antara wajahnya dengan wajah Avram hanya sekitar tiga senti meter. Bahkan Lavira bisa merasakan hembusan napas hangat Avram menyapu kulit wajahnya. Detak jantung Lavira semakin berlomba di dalam sana.Cup … deg ….Lavira terdiam kaku dengan napas tercekat saat Avram mendaratkan bibirnya tepat di ujung bibir gadis itu. Ujung bibir Lavira yang masih mengeluarkan darah karena tamparan Joana dan Kili tadi di sekolah. Entah apa yang dipikirkan Avram sampai melakukan hal itu kepadanya.Ternyata tidak sampai di sana. Mata Lavira melotot saat gadis itu merasa lidah hangat Avram sedang bergerak di ujung bibirnya. Laki-laki itu seakan sedang men