Share

6. Tidak Diizinkan

Lavira menggelengkan kepalanya cepat saat kesadaran menghampirinya. Gadis itu kembali menoleh dan menatap Avram yang ternyata juga sedang menatapnya. Napas Lavira tercekat melihat tatapan intens mata tajam Avram. Merasa tidak sanggup, Lavira mengalihkan kepalanya dengan gerakan kaku.

“Ma-maaf, Tuan. Saya hanya ingin meminta izin kepada Anda. Saya akan pergi ke sekolah,” tutur Lavira dengan suara pelannya.

Avram menatap penampilan Lavira dari atas sampai bawah. Laki-laki itu baru menyadari jika gadis itu sedang memakai seragam sekolah. Setelahnya Avram kembali sibuk dengan laptopnya seakan tidak tertarik.

Lavira melirik ke arah Avram yang masih tidak bersuara. Melihat Avram kembali sibuk dengan pekerjaannya, membuat Lavira menghela napas pelan. ‘Anggap saja dia mengizinkan aku. Dia kan tidak membanta, itu artinya aku sudah dizinkan,’ batin Lavira.

“Ka-kalau begitu terima kasih, Tuan.” Lavira berucap sambil menundukkan kepalanya ke arah Avram.

Setelahnya gadis itu mulai melangkah mendekat ke arah tas sekolahnya. Namun, baru beberapa langkah, gadis itu kembali menghentikan langkahnya. Lavira kembali membalikkan tubuhnya dan menatap ragu ke arah Avram.

Glek ….

Gadis itu menelan salivanya susah payah sebelum memulai kembali suaranya. ‘Astaga, aku takut kalau aku kembali berbicara. Nanti dia malah mengamuk, tapi ini kan juga penting,’ ucap Lavira di dalam hati.

“Ekhm … maafkan saya kembali mengganggu, Tuan. Sa ….” Kalimat Lavira tergantung saat melihat tatapan tajam Avram kepadanya.

Jantung gadis itu langsung berdetak berkali lipat melihat Avram menatapnya begitu tajam. Sepertinya laki-laki itu tidak suka Lavira terus mengganggunya. Mata Lavira membola tanpa sadar saat melihat tatapan tajam itu.

‘Matilah aku,’ jerit Lavira di dalam hati. Gadis itu menundukkan kepalanya dengan tubuh ketakutan. Bayang-bayang kalimat yang mengatakan kekejaman Avram pun langsung melekat di benaknya.

Perlahan mata tajam Avram mulai melunak. Entah kenapa rasa marah laki-laki itu perlahan menghilang saat melihat binar takut di mata Lavira. Apalagi wajah polos gadis itu membuat Avram seakan tidak tega untuk memarahinya.

“Apa?” tanya Avram begitu dingin.

Lavira terlonjak saat mendengar suara berat yang begitu dingin itu. Gadis itu sangat terkejut tetapi juga merasa bersyukur karena Avram tidak marah kepadanya. “I-itu, mungkin Tuan tidak nyaman dengan keberadaan saya di sini. Jadi, mungkin saya pindah saja dari kamar ini,” lirih Lavira begitu pelan.

Avram nampak diam sambil menatap wajah pucat Lavira. “Tetap di sini,” ucap Avram datar.

Lavira mengangkat kepalanya menatap terkejut ke arah Avram. Gadis itu nampak terkejut dengan perkataan Avram yang seakan tidak mengizinkan dirinya pindah kamar. Lavira hanya mampu menghela napas pasrah tidak berani membantah.

“Ba-baiklah, kalau begitu saya permisi dulu, Tuan.” Lavira kembali melanjutkan langkahnya. Terlihat lesu sebab keinginannya untuk pindah kamar tidak terkabulkan. Entah apa maksud dan tujuan Avram tetap membiarkan dirinya tetap menginap di dalam kamar itu.

Avram menatap pergerakan lesu tubuh Lavira. Laki-laki itu pun tidak tahu dan tidak paham kenapa dirinya malah tidak mengizinkan Lavira keluar dari kamar itu. ‘Mungkin aku hanya sedang merasa ada sesuatu yang menarik dari dirinya,’ batin Avram menebak hatinya sendiri.

*****

Lavira berjalan cukup cepat ke arah ruangan tengah. Mansion luas itu cukup membuat Lavira kesulitan hanya untuk mencapai pintu utama. “Astaga, bagaimana aku bisa ke sekolah, ya? Mana gerbang utama sangat jauh dari sini. Kalau aku berjalan kaki sampai ke depan, bisa menghabiskan waktu seperempat jam. Aku harus cepat.”

Lavira terus memacu langkahnya ingin segera sampai di pintu utama. Namun, pergerakannya terhenti saat mendengar suara berat seseorang. “Wah, siapa ini? Adik manis dari mana ini?”

Lavira menoleh dan terkejut saat melihat seorang laki-laki yang cukup tampan, bersetelan kantor sedang menatapnya dengan pandangan mesum. Hal itu membuat Lavira merasa tidak nyaman. Apalagi saat melihat laki-laki mulai mendekat ke arahnya.

“Fero, jangan ganggu dia. Dia itu penebus hutang keluarga Amrin, dengan kata lain dia itu istri sah Avram,” ucap Siara yang baru sampai.

“Apa? Gadis secantik kamu menjadi penebus hutang? Bahkan harus menikah dengan laki-laki tidak jelas itu? Kasihan sekali nasibmu, lebih baik kamu bersamaku saja.” Laki-laki yang bernama Fero itu berbicara sambil membelai nakal dagu Lavira.

Lavira terdiam tidak mampu berkata-kata. Gadis itu juga tidak berani menepis tangan laknat Fero, meski sebenarnya gadis itu ingin. “Ck, kenapa juga kau memegang dia, Bang? Tidak level sekali,” celetuk Feria yang juga baru datang.

“Sudah, ayo kita ke ruangan makan. Kau sudah menyiapkan semuanya kan?” tutur Siara.

“Sudah, Nyonya. Saya sudah siapkan sesuai dengan yang Anda jadwalkan,” sahut Lavira.

“Bagus, dan apa kau sudah mendapat izin dari suamimu?” tanya Siara lagi.

“Sudah, Nyonya. Tadi saya sudah meminta izin kepada Tuan Dakasa,” balas Lavira.

Mendengar jawaban Lavira, Feria mendekat ke arah Lavira dengan pandangan penasaran. “Jadi kau sudah melihat wajahnya? Seperti apa wajahnya? Pasti sangat menyeramkan, iya kan?” tanya Feria penasaran.

“Feria,” tegur Siara nampak wapada.

“Seperti apa? Sejelek dan semenyeramkan apa wajahya sampai dia tidak berani memperlihatkan wajahnya itu?” sambung Feria tidak menghiraukan teguran Siara.

Lavira menggaruk kepalanya bingung ingin menyahut kalimat Feria seperti apa.’Dia sama sekali tidak jelek apalagi menyeramkan. Dia bahkan sangat tampan, bagaimana caranya aku memberitahu?’ ucap Lavira di dalam hati.

“Sudahlah, tidak usah kau hiraukan pertanyaannya. Ayo ke ruangan makan cepat, Mama sudah lapar,” papar Siara.

“Tapi aku kan penasaran, Ma,” balas Feria kesal.

“Tidak usah membahas itu, Feria. Kamu ingin kita ditendang dari sini? Diamlah,” tegur Siara tegas.

“Itu, Bang Fero malah dengan berani mengganggu istrinya.” Feria berucap sambil menunjuk Fero yang masih nampak mengganggu Lavira.

“Fero,” tegur Siara kesal.

“Aku jamin dia tidak akan menghiraukan gadis ini, Ma. Sudahlah, dari pada dia menganggur, lebih baik dia untukku.” Fero berucap dan berniat menyentuh tubuh Lavira sambil tersenyum mesum.

Lavira nampak ketakutan melihat wajah mengerikan milik Fero. Apalagi saat melihat laki-laki itu sedang berusaha untuk menyentuh tubuhnya. Beruntung suara berat seseorang menghentikan pergerakan Fero.

“Hentikan, Tuan Fero. Apa Anda sudah tidak menghargai Tuan Dakasa? Kenapa Anda malah berusaha mengganggu bahkan sampai berniat menyentuh istri Tuan Dakasa?”

Empat pasang mata menoleh saat mendengar suara berat itu. Lavira dapat melihat sosok laki-laki masuk kategori tampan berwajah datar mendekat ke arah mereka. Laki-laki bersetelan jas kantor lengkap dan nampak begitu rapi.

“Selamat pagi, Tuan Rino,” sapa Feria dengan suara yang dibuat begitu lembut. Sangat terlihat jika gadis itu menyukai Rino yang bahkan tidak meliriknya sama sekali.

“Selamat pagi, Nyonya Dakasa. Mari saya antar Anda ke sekolah,” tutur Rino menghiraukan Ferian dan Siara yang nampak tidak terima dengan sapaan Rino untuk Lavira.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Arnanda Arnanda
di tunggu lanjutannya
goodnovel comment avatar
LiaBlue
siap kakak, terima kasih sudah mampir ...️
goodnovel comment avatar
Emon
di tunggu next nya ka lia......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status