Share

8. Ditampar

“Hai, Lavira.” Suara seseorang mengalihkan perhatian Lavira dari makannya. Gadis itu menatap Joana dan Kili dengan pandangan waspada. Lavira bisa menebak apa yang akan terjadi kepada dirinya setelah ini.

Jelas dari tatapan dan senyum jahat yang terlihat di wajah dua gadis itu. Lavira hanya bisa pasrah dengan nasibnya hari ini. Tidak lepas dari satu hari pun bagi Lavira yang selalu mendapat perlakuan buruk dari Joana dan satu temannya itu.

“Wah, apa menu makan siangmu kali ini? Masih tidak berubah, ya. Apa kau tidak bosan?” Kili bersuara sambil menatap jijik ke arah dua potong roti tawar di atas meja itu.

“Heh, namanya juga gembel. Bosan tidak bosa, ya harus dimakan supaya tidak mati.” Joana menyahut kalimat Kili sambil tertawa mengejek. Kili ikut tertawa mendengar kalimat Joana. Begitu pula dengan beberapa murid lain yang mendengar perkataan Joana.

Lavira hanya dia, gadis itu memang tidak pernah membantah. Seperti apapun orang-orang menghina dan mencaci makinya. Lavira akan tetap diam, bahkan saat dia mendapatkan kekeran fisik. Bodoh? Yah, Lavira memang bodoh dan gadis itu pun mengakuinya sebab dia tidak punya keberanian.

“Maaf, Jo. Aku harus kembali ke kelas.” Lavira bersuara sambil berdiri dari duduknya. Gadis itu berusaha menghindar dari masalah yang mungkin nanti tidak akan bisa dia cegah lagi.

“Kau mengabaikan kami? Sudah berani sekali kau. Tidak sopan juga lagi, kami ke sini sengaja untuk menyapamu. Tapi kau malah pergi? Tidak punya adab,” cela Joana sinis.

“Mungkin pengajaran kita selama ini masih kurang bagus. Dia perlu dikeraskan lagi,” balas Kili.

“Hemm, sepertinya begitu. Baiklah, ini aku lakukan karena kau yang meminta.” Joana berucap sambil menyeringai licik ke arah Lavira.

Lavira nampak memucat takut. Gadis itu tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Joana dan Kili kali ini. Namun, dia seakan tidak bisa kabur karena rasa takutnya lebih mendominasi.

Plak …

Wajah Lavira tertoleh saat merasakan pipi kirinya ditampar keras oleh tangan Joana. Tidak sampai di sana, Kili mulai menarik rambut Lavira secara kasar. Tidak lama kemudian Kili ikut menampar pipi kiri Lavira.

Plak … bruk ….

Kali ini tamparan itu mampu membuat Lavira terjatuh ke atas lantai dingin kantin sekolah. Gadis itu meringis menahan sakit di pipi kirinya. Sudut bibir Lavira sedikit robek sehingga mengeluarkan darah.

Murid perempuan lain bukannya membantu. Mereka malah menertawakan nasib malang Lavira. “Itulah, memangnya enak jadi cantik. Jadi dimusuhi seluruh murid satu sekolah kan?” tutur seorang murid.

“Benar, rasakan. Aku juga kesal kepadanya. Seluruh laki-laki incaranku malah menolakku demi dia. Menyebalkan,” sahut satu siswi.

*****

Siara menatap Lavira dengan pandangan penasaran. “Ada apa dengan wajahmu? Apa kau menjadi siswi nakal di sekolah? Berkali dengan teman untuk memperebutkan laki-laki? Heh, anak jaman sekarang benar-benar,” tutur Siara sinis.

Lavira hanya diam, gadis itu masih terus mempersiapkan makan malam di atas meja luas itu. Sampai suara berat seseorang membuat rasa takut Lavira kembali hadir. Dia beruntung tadi pagi Rino membantunya terlepas dari jeratan Fero, sang laki-laki mesum itu.

“Hai, cantik. Kamu pandai sekali memasak ternyata. Tadi pagi aku memakan seluruh masakan yang kamu masak, dan itu sangat enak.” Fero berucap sambil merangkul pinggang Lavira, terlihat begitu mengerikan.

Lavira nampak risih, gadis itu berusaha untuk melepaskan diri dari rangkulan tangan Fero. “Maaf, Tuan. Tolong singkirkan tangan Anda,” ucap Lavira berusaha melepaskan diri.

“Fero, jaga tingkahmu,” tegur Siara nampak ikut kesal.

Namun, Fero nampak tidak menghiraukan kalimat Lavira maupun Siara. Laki-laki itu masih merangkul pinggang Lavira. Bahkan Fero berusaha mendekatkan wajahnya kepada wajah cantik Lavira.

“Bagaimana kalau malam ini kau tidur denganku?” bisik Fero terdengar begitu mengerikan di telinga Lavira.

Plak ….

“Shhh … apa sih, Ma?” Fero meringis saat kepala belakangnya baru saja menjadi korban pukulan dari sendok nasi. Siara baru saja memukul kepala belakang Fero menggunakan sebuah sendok nasi. Aksi itu sukses membuat Fero melepaskan rangkulannya pada pinggang Lavira.

“Kau, pergilah dari sini,” ucap Siara kepada Lavira.

“Baik, Nyonya.” Lavira menyahut, kemudian gadis itu bergegas pergi dari sana. Lavira merasa begitu ngeri dan takut harus berdekatan dengan laki-laki mesum seperti Fero.

“Kenapa Mama suruh dia pergi?” protes Fero.

“Kau harus berapa kali aku katakan? Jangan asal bertindak, biasanya juga kau mencari kesenangan di luar sana. Tidak usah mengganggu perempuan itu. Jangan mencari masalah, Fero,” tegas Siara.

“Ck, lagipula si monster itu pasti tidak menghiraukan istrinya. Lebih baik untukku saja, cantik seperti itu.” Fero berucap malah sambil menarik kursi dan duduk di atas kursi itu dengan gerakan malas.

*****

“Shhh … masih bengkak dan perih. Mana masih cukup terlihat lebamnya. Aku cuci muka pelan-pelan saja,” gumam Lavira.

Gadis itu saat ini sedang berada di kamar mandi berniat mencuci wajah sebelum tidur. Pipi kirinya masih terlihat bengkak dan lebam. Bekas dari tamparan Joana dan Kili saat di sekolah tadi.

Merasa cukup dengan kegiatan mencuci mukanya. Lavira mulai bergerak ke arah pintu berniat keluar dari kamar mandi. Tepat saat pintu terbuka, Lavira terlonjak terkejut saat melihat keberadaan Avram berdiri tepat di depan pintu kamar mandi.

“Astaga … aaa.” Lavira kehilangan keseimbangan karena terlalu terkejut. Gadis itu hampir terjatuh jika saja Avram tidak segera menahan tubuhnya. Lavira membuka matanya yang sempat dia pejamkan karena bersiap untuk terjatuh.

Glek …

Lavira menelan air liurnya susah payah saat melihat mata tajam Avram menatap wajahnya intens. Secara perlahan, gadis itu menegakkan tubuhnya mulai menjauh dari Avram. Lavira kembali menunduk dengan wajah panasnya.

“Ma-maaf, Tuan,” cicit Lavira begitu pelan.

Avram masih diam dengan pandangan tidak lepas dari wajah Lavira. Mengetahui itu, Lavira semakin dibuat ketar-ketir di tempatnya. Gadis itu masih menundukkan wajahnya tidak berani mengangkat kepala.

Tap … tap …

Napas Lavira tercekat saat matanya menangkap sepasang kaki Avram mulai mendekat ke arahnya. Gadis itu memundurkan langkahnya masih dengan kepalanya tertunduk. Jantung gadis itu saat ini sudah berdemo di dalam sana.

‘Kenapa dia semakin mendekat ke sini?’ jerit Lavira di dalam hati.

Bruk ….

Punggung Lavira bertabrakan dengan dinding dingin di belakangnya. Dengan hal itu malah menambah rasa waspada pada diri gadis itu. Lavira tidak bisa lagi menghindar dari Avram yang saat ini sudah berdiri tepat dihadapannya.

Avram mengangkat tangannya dan menarik dagu Lavira. Setelahnya laki-laki itu mengangkat dagu Lavira untuk menatap ke arahnya. Lavira patuh, saat ini gadis itu sudah mendongak menatap Avram yang juga sedang menatapnya.

“Ada apa dengan wajah ini?’ cetus Avram dengan suara datarnya.

Lavira nampak bingung dengan kalimat laki-laki itu. “Ma-maaf, Tuan?” tanya Lavira tidak paham.

Komen (11)
goodnovel comment avatar
AzzahraCatering Evie
suka banget am alur ceritanya
goodnovel comment avatar
Eny Rozaini
suka sama cerita nya
goodnovel comment avatar
Ita Masita
aku butuh koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status