Share

5. Mengamati

Pelayan itu membantu Lavira untuk berdiri. Jelas hal itu membuat Lavira sangat terkejut. “Nona tidak apa-apa?” tanya pelayan itu nampak perhatian.

“Oh, saya tidak apa-apa. Terima kasih, Mbak,” balas Lavira nampak kikuk.

“Jeny, kenapa kamu malah membantunya? Tidak pantas sekali,” protes seorang pelayan.

“Apa yang tidak pantas? Perlakuan kalian itu yang tidak pantas. Dia ini adalah istri dari Tuan Dakasa, jadi sopanlah,” balas pelayan yang dipanggil Jeny itu.

“Heh, sopan? Seperti yang dikatakan oleh Nyonya Besar. Dia ini tidak lebih dari barang penebus hutang. Jadi untuk apa sopan kepadanya? Derajat dia di sini itu bahkan lebih rendah dari pada kita,” tutur seorang pelayan.

“Hei,” tegur Jeny.

“Tidak apa-apa, Mbak. Apa yang dia katakan memang benar,” sahut Lavira kaku.

“Jeny, kau harus sadar. Jika kau membantunya, itu sama saja dengan kau melawan Nyonya Siara. Kau pasti akan mendapat masalah nanti,” ujar seorang pelayan.

“Sudahlah, ayo kita pergi dari sini. Tidak penting,” papar satu pelayan lagi.

Lavira menoleh ke arah Jeny yang juga sedang menatapnya dengan senyum ramah. “Kenapa Mbak membantu aku? Apa yang mereka katakan memang benar, Mbak bisa mendapat masalah dari Nyonya Siara,” tutur Lavira.

Jeny tersenyum menaggapi kalimat Lavira. “Tidak apa-apa, Nona. Sudah seharusnya saya seperti ini. Nona tidak seharusnya mendapat perlakuan seperti itu dari para pelayan. Bagaimanapun, Nona adalah istri sah dari Tuan Dakasa. Pemilik sah mansion ini,” sahut Jeny sopan.

Lavira terdiam dengan setumpuk pikiran di dalam benaknya. Ada perasaan hangat yang menjalar di dalam hati gadis itu. Selama ini tidak ada satu orang pun yang bersedia berada di sampingnya hanya sekadar untuk menghargai keberadaannya di dunia ini.

“Terima kasih, Mbak. Tapi aku takut nanti Mbak terkena masalah karena membantuku,” tutur Lavira.

“Tidak akan apa-apa, saya bersikap sebagaimana seharusnya. Saya menganggap Anda sebagai salah satu Nyonya di sini. Jadi tidak ada yang salah. Sudahlah, Nona tidak usah mengkhawatairkan saya. Bukannya Nona harus segera bersiap ke sekolah? Nanti Nona terlambat,” tutur Jeny.

“Ah, astaga. Aku melupakan itu, hampir saja aku berleha-leha. Terima kasih, Mbak atas bantuan dan peringatannya. Aku harus bergegas ke atas untuk bersiap-siap. Aku pergi dulu, Mbak.” Tidak menunggu lama, Lavira segera bergegas masuk ke dalam lift.

Jeny menatap pergerakan pintu lift yang saat ini menyembunyikan tubuh kecil Lavira. Beberapa detik kemudian Jeny menghela napas pelan dengan pandangan berubah sendu. “Kasihan dia, sudah menjadi korban keegoisan orangtua. Sekarang di sini dia malah menderita. Melihatnya membuat aku seakan melihat Jina,” gumam Jeny kasihan.

*****

“Jadi dia masih akan bersekolah, Pa?” tanya Joana kepada Farhan.

“Seharusnya begitu, pernikahannya ditutupi. Jadi pihak sekolah tidak mengetahuinya. Kecuali kalau dia tidak diizinkan oleh Tuan Dakasa untuk bersekolah,” jawab Farhan.

Joana tersenyum miring mendengar kalimat Farhan. Perempuan yang sedang memakai seragam sekolah itu sedang memikirkan sebuah pikiran licik di dalam otaknya. “Aku akan lihat nanti, apa dia datang ke sekolah atau tidak. Aku juga penasaran melihat wajahnya setelah sehari pindah ke kediaman keluarga Dakasa,” papar Joana.

“Heh, palingan juga dia tidak akan keluar dari mansion itu. Mungkin saja sekarang dia sudah menjadi bahan pelampiasan sifat iblis Tuan Dakasa,” sahut Marni.

“Atau mungkin juga dia sudah mati ketakutan saat melihat wajah menyeramkan suaminya sendiri. Hahaha … astaga, kasihan sekali nasib saudara tiriku itu.” Joana bersuara sambil tertawa jahat mengingat nasib buruk Lavira.

“Diamlah, jangan berbicara lagi. Makan saja makanan kalian,” tegur Farhan tegas. Bukannya merasa kasihan dan prihatin dengan kondisi putrinya. Farhan malah nampak biasa saja, bahkan merasa lebih bebas setelah hutangnya kepada keluarga Dakasa lunas.

‘Aku menjadi tidak sabar ingin segera ke sekolah. Jika dia bisa tetap bersekolah, berarti itu bagus juga. Dengan begitu aku masih akan ada bahan mainan di sekolah,’ batin Joana licik.

*****

Lavira berjalan begitu pelan ke dalam kamar mewah itu. Bola mata gadis itu bergerak melihat ke arah ranjang luas kamar utama mansion. Kening gadis itu berkerut saat tidak menemukan sosok Avram di atas benda empuk itu.

“Apa dia sudah bangun?” gumam Lavira menebak.

Gadis itu terus berjalan mendekat ke arah tas kecil di mana seluruh pakaian dan perlengkapannya disimpan. Setelahnya Lavira mengambil sebuah seragam sekolah yang biasa dia gunakan. “Oh, iya. Sepertinya aku harus meminta izin dulu kepada Tuan Dakasa. Bagaimanapun, keberadaanku sekarang adalah miliknya,” ucap Lavira kembali bergumam.

Cklek …

Lavira terdiam saat mendengar suara pintu terbuka. Bisa dia tebak sepertinya Avram baru saja keluar dari kamar mandi. Seperti hari kemarin, tidak ada suara dan tidak ada percakapan di antara mereka. Sampai akhirnya suara pintu tertutup membuat Lavira bernapas lega.

Gadis itu menoleh dan mengintip ke arah pintu ruangan walk ini closet. Dia merasa heran, sudah hari kedua dia di sini. Namun, Avram berlagak seakan tidak melihat keberadaannya.

“Bagaimana cara aku mengumpulkan keberanian untuk berbicara dengannya? Aku hanya ingin mengucapkan pindah kamar. Mungkin saja dia tidak suka aku ada di kamarnya.” Lavira berbicara sambil mengayun langkahnya ke arah kamar mandi.

Avram sendiri saat ini sudah selesai dengan penampilannya. Penampilan santai yang memang setiap hari dia gunakan. Laki-laki itu benar-benar tidak keluar mansion bahkan untuk sekadar menenangkan pikiran. Avram lebih suka mengurung dirinya dengan setumpuk pekerjaan kantor.

Mata tajam Avram melirik ke arah sebuah tas. Setelahnya laki-laki itu duduk di atas ranjang sambil menyibukkan dirinya dengan laptop. Sesekali kening laki-laki itu berkerut melihat setiap laporan yang diberikan oleh Rino ke akun emailnya.

“Laki-laki ini sepertinya ingin menjadi korbanku selanjutnya,” desis Avram.

Cklek …

Lavira menatap sosok tampan yang sedang duduk di atas kasur luas itu. Wajah serius Avram saat bekerja membuat Lavira semakin merasa terpana. Gadis itu berjalan pelan mendekat ke arah Avram yang sedang sibuk dengan pekerjaannya.

“Ma-maaf, Tuan,” cicit Lavira mencoba memberanikan diri. Suara pelan Lavira mengalihkan perhatian Avram dari layar laptop.

Deg … glek …

Lavira menelan salivanya kasar saat melihat bola mata abu-abu yang nampak begitu tajam. Napas gadis itu tercekat merasa pesona wajah tampan Avram mengikat detak jantungnya. Lavira kembali jatuh sejatuh-jatuhnya ke dalam pesona psikopat tampan itu.

‘Astaga, dia benar-benar tampan,’ batin Lavira kagum.

Gadis itu sibuk dengan perasaan kagumnya sampai tidak menyadari jika Avram juga sempat tertegun dengan wajah cantik nan polos milik Lavira. Mata bulat dan binar polos dari gadis itu ternyata mampu menarik sedikit perhatian dari laki-laki dingin tersebut. Bahkan Avram saat ini sedang mengamati wajah Lavira yang masih belum tersadar dari rasa kagumnya.

‘Manis,’ batin Avram.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ling - Ling
Seruuu....lumayan ikutan Lavira tegang...
goodnovel comment avatar
LiaBlue
Jangan lupa beri komentar supaya author lanjut up......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status