Share

2. Pelayan Baru

“Cepat siapkan semuanya. Kenapa kau masih bersantai? Kedua anakku sebentar lagi akan segera ke sini untuk makan!” teriak Siara kepada Lavira.

“Baik, Nyonya,” sahut Lavira patuh. Gadis itu dengan cepat menyiapkan seluruh makanan yang sudah dia masak ke atas meja makan yang luas itu.

“Lelet sekali kerjamu, sepertinya keluarga Amrin tidak mengajarimu dengan keras. Biar aku yang mengajarimu untuk bisa lebih ligat lagi,” papar Siara angkuh. Lavira hanya diam, gadis itu tidak menyahut karena dia memang tidak berani untuk melakukan itu.

“Ma … aku sudah lapar!” Suara teriakan seorang perempuan menggema di setiap sudut mansion mewah itu.

Siara menoleh dan mendengus malas kedatangan seorang gadis muda seumuran dengan Lavira. “Sudah berapa kali Mama katakan, jangan berteriak seperti di hutan, Feria. Kamu bisa tidak mendapatkan suami kalau tetap berperilaku seperti itu. Jadilah perempuan yang elegan,” tegur Siara jengah.

Gadis yang dipanggil Feria itu hanya tertawa kecil sambil menarik kursi dan duduk di atas kursi itu. “Aku sudah sangat lapar, Ma. Jadi aku tidak tahan,” tutur Feria.

“Ada saja alasanmu. Sudahlah, kau … ambilkan putriku makanannya. Dia suka ayam bakar dan sayur wortel,” ujar Siara kepada Lavira.

“Siapa dia, Ma? Aku baru melihatnya sekarang, apa dia pelayan baru?” tanya Feria.

“Dia ini penebus hutang dari keluarga Amrin,” sahut Siara.

Feria terkejut mendengar kalimat Siara. Setelahnya gadis itu menoleh dan menilai wajah dan seluruh penampilan Lavira. ‘Hemm, dia cantik. Tapi penampilannya sangat buruk. Sepertinya dia tidak dirawat dan tertindas di keluarga Amrin. Jelas sih, kalau tidak mana mungkin dia menjadi penebus hutang. Berarti … wajah cantiknya ini adalah wajah alami? Aku iri dan aku tidak suka,’ batin Feria kesal.

“Ini, Nona.” Lavira memberikan sebuah piring berisi nasi dan lauk pauk sesuai dengan perkataan Siara tadi. Feria nampak terkejut saat mendengar Lavira memanggilnya nona.

Merasa bingung, Feria menoleh ke arah Siara seakan bertanya. Siara hanya mengedikkan bahunya acuh seakan tidak peduli. Melihat itu Feria tersenyum licik. “Kau sangat sesuai dengan sepupu monsterku itu. Sama-sama jelek,” hina Feria.

“Feria, jaga bicara kamu. Nanti dia mendengarnya, kita bisa dalam masalah,” tegur Siara waspada.

Feria menatap Siara dengan pandangan malas. “Bagaimana bisa dia mendengar aku kalau dia saja selalu mengurung diri di dalam ruangan tidak jelas itu. Bahkan sampai seumur ini, aku tidak pernah melihat wajahnya. Padahal kita satu atap,” gerutu Feria kesal.

Lavira nampak begitu terkejut mendengar kalimat Feria. ‘Jadi … bahkan mereka saja tidak pernah melihat wajah Tuan Dakasa? Semisterius itu kah dia?’ batin Lavira tidak percaya.

“Sudahlah, tidak usah dipikirkan itu. Yang penting jaga bicaramu, kita tidak tahu jika mungkin saja dia selalu memantau kita. Aku masih waras dengan tidak ingin berurusan dengan makhluk tidak waras seperti dia,” papar Siara.

“Itu, Mama sendiri pun mengatainya,” ujar Feria.

“Ck, sudahlah. Sekarang makan saja makananmu, katanya lapar,” balas Siara malas.

Baru saja Feria ingin menyuap makanannya. Gadis itu menggantung gerakannya saat melihat Lavira masih berdiri di sana dengan kepala tertunduk. “Kenapa kau masih di sini? Kau bisa membuat nafsu makanku menghilang. Enyahlah kau, dasar gembel,” hina Feria begitu kasar.

“Maaf, Nona. Kalau begitu saya permisi,” pamit Lavira kaku.

Melihat kepergian Lavira, Feria menoleh ke arah Siara yang sudah menyuap makanannya. “Bagus juga dia ke sini, Ma. Jadi ada mainan, seru juga,” ucap Feria licik.

“Tentu, jadi kekhawatiranku selama ini tidak akan terjadi. Monster itu malah menikahi perempuan polos yang bodoh. Sangat mudah kita tindas, dengan begitu kita masih bisa menguasai mansion ini,” sahut Siara.

“Tapi kenapa Bang Fero masih belum pulang, Ma?” tanya Feria.

“Mungkin dia lembur, nanti kita hubungi dia. Makan saja,” jawab Siara.

*****

“Kau sudah menyiapkan semuanya?” tanya Avram kepada Rino.

“Sudah, Tuan. Seperti perkiraan Anda, Tuan Fero baru saja salah melakukan transaksi. Tapi saya sudah meminta dia untuk memperbaiki semuanya sebelum dia pulang,” balas Rino.

“Dasar pecundang tidak becus, akan sampai kapan dia menjadi bodoh seperti itu? Keadaan di bawah bagaimana?”

“Nyonya Siara dan Nona Feria memperlakukan istri Anda sebagai pembantu, Tuan,” ucap Rino.

Avram menoleh dan menatap datar Rino. “Aku tidak butuh laporan hal itu, Rino. Apa kau sudah tidak becus sama seperti Fero bodoh itu?” desis Avram nampak tidak suka dengan laporan Rino.

“Maafkan saya, Tuan. Nyonya Siara kembali membeli alat yang tidak penting. Harganya lumayan dan dia menggunakan nama Tuan Fero dari dana perusahaan,” jelas Rino.

“Baiklah, untuk saat ini akan aku biarkan saja dia terus bertindak. Kita lihat sampai mana dia bisa bertindak,” desis Avram.

“Makanan yang Anda pesan sudah mereka siapkan, Tuan. Apa Anda ingin makan malam sekarang?” tanya Rino.

“Nanti saja, aku ingin membersihkan diri dulu,” ujar Avram. Laki-laki itu berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke arah pintu. Namun, baru beberapa langkah, Avram kembali menoleh ke arah Rino.

“Apa dia ada di kamar sekarang?” tanya Avram.

“Iya, Tuan,” sahut Rino.

Avram nampak diam seakan memikirkan sesuatu. Beberapa detik kemudian laki-laki itu kembali melanjutkan langkahnya keluar ruangan. Rino menghela napas pelan saat melihat tubuh Avram sudah benar-benar menghilang di balik pintu.

“Aku hanya berharap hati gelap nan beku itu segera mencair dan tersentuh cahaya. Dia juga berhak bahagia,” gumam Rino.

*****

Lavira berjalan memahami setiap inci ruangan yang mulai sekarang mungkin akan menjadi tempat dirinya membaringkan tubuh. Namun, Lavira tidak yakin dengan hal itu mengingat Avram juga akan berada di ruangan yang sama. “Kamar ini sangat luas, maklum karena kamar utama, ya. Tapi aku malah takut tersesat hanya di dalam kamar ini,” gumam Lavira di sela langkahnya.

Lavira terus berjalan sampai akhirnya langkah gadis itu terhenti di depan pintu kamar mandi. “Ah, aku lupa kalau aku belum mandi,” gumam Lavira lagi.

Gadis itu secara perlahan masuk ke dalam ruangan itu sampai lupa membawa pakaian ganti. Hari sudah cukup larut, tetapi Lavira baru sempat membersihkan diri sebab dia selalu disuruh dan diperintah oleh Siara dan Feria. “Hah, hari ini melelahkan. Sudah jam sebeles malam tapi aku baru akan mandi. Kira-kira dingin tidak, ya?” ucap Lavira.

Cklek …

Avram membuka pintu kamarnya dan berjalan masuk dengan wajah datar itu. Laki-laki berumur dua puluh empat tahun itu diberitakan memiliki wajah menyeramkan atau berwajah buruk rupa. Berita itu muncul karena Avram sedari dulu mengurung diri. Sehingga dia terlihat seakan menyembunyikan wajahnya dari publik.

Jangankan orang lain, Siara, Feria dan Fero yang tinggal satu atap saja tidak pernah melihat wajah Avram. Siara mengaku melihat wajah Avram terakhir kali saat laki-laki itu berumur lima tahun. Sudah begitu lama, sampai mereka tidak bisa membayangkan seperti apa rupa laki-laki yang terkenal dengan julukan psikopat gila itu.

‘Apa itu barang perempuan itu?’ Avram membatin sambil menatap sebuah tas di atas lantai tepat di bawah ranjang king size itu.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Amzahroni Damanik
bagus juga.
goodnovel comment avatar
Nur Hamidah
bagus kalau buat pembukaan
goodnovel comment avatar
Nur Hamidah
cukup bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status