"Ibumu mengidap kanker otak."
Dug.... jantung Amel berdegup kencang, mendengar ucapan dokter.
Amel tidak tahu harus berbuat apa, padahal besok ia harus berangkat ke ibu kota untuk melanjutkan pendidikannya.
Seketika Amel memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya. Tetapi ibunya Marta menolak dan tetap memaksa putrinya untuk pergi.
Air mata tidak berhenti menetes dari kedua matanya, hatinya tidak tega meninggalkan ibu dan adiknya. Tetapi Amel bertekat akan bekerja sambil kuliah, agar ia bisa membantu biaya pengobatan ibunya.
==================
Warning : Bijaklah dalam membaca, karena cerita ini khusus dewasa.
==================
"Pergi dari sini." Wanita paruh baya itu mendorong Amel hingga tersungkur.
"Maaf buk, tolong beri aku waktu. Aku pasti membayarnya." Mohon Amel.
"Enak saja minta tolong, kamu itu sudah 2 bulan gak bayar uang kost. Sanah cari tempat lain, ini kamar sudah ada orang baru."
Mau tidak mau, Amel harus pergi karena memang sudah 2 bulan ia tidak membayar uang kost. Padahal saat ini waktu telah menunjukkan pukul 11 malam.
"Aku harus ke mana?" Tanya Amel kepada dirinya sendiri.
"Oh, Riska, Riska. Aku ke kost Riska saja," ucapnya.
Amel meraih ponsel dari saku celana, lalu menghubungi nomor Riska. Ia baru saja menempelkan benda pintar itu ke telinganya, tetapi tiba-tiba terdengar suara lembut wanita. "Maaf, pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini."
"Huf..." Amel menghela napas kasar, kakinya melangkah menyusuri jalan umum.
Setelah berjalan sejauh satu kilometer, Amel merasa ada yang mengikutinya. Kepalanya berputar, dan benar saja ada dua orang pria di belakangnya.
Amel mempercepat langkah kakinya, begitu juga dengan kedua pria itu. Bahkan salah satu dari pria itu meminta Amel untuk berhenti.
"Hei, tunggu." Panggil pria itu.
Amel yang ketakutan, langsung berlari dan masuk ke dalam mobil yang berhenti di dekat jembatan.
"Ayo om, ayo om." Desak Amel.
Pria pemilik mobil itu terkejut melihat Amel tiba-tiba masuk ke dalam mobilnya, namun kakinya refleks menginjak gas dan melaju kencang membelah jalan ibu kota.
"Ngik...." Suara gesekan band mobil.
Pria itu tiba-tiba menginjak rem, setelah matanya tanpa sengaja melihat sendal yang dikenakan Amel penuh dengan lumpur.
"Ow..." Rintih Amel sambil mengelus kening yang sakit akibat terbentur. "Kalau bawa mobil hati-hati dong." Lanjutnya.
"Sekarang turun dari mobilku," ucap pria itu.
"Bukannya minta maaf, malah diusir." Gerutu Amel.
"Sekarang turun dari mobilku," sentak pria itu dengan wajah marah dan kesal.
"I....i...iya." Jawab Amel sambil membuka pintu. "Sombong banget, baru mobil belum pesawat," ucapnya.
"Dasar kecoak," ucap pria itu sebelum pergi dan meninggalkan Amel dipinggir jalan.
Untung saja pangkalan ojek tidak jauh dari sana, sehingga Amel bisa segera tiba di kost sahabatnya Riska. Ia menceritakan semuanya kepada Riska.
"Ya ampun Amel, kamu itu keterlaluan tahu!" Ucap Riska.
"Keterlaluan bagaimana? kan yang buat keningku bengkak seperti ini, dia."
"Bukan masalah bengkak atau tidak, tapi karena kamu itu masuk ke dalam mobil orang lain dengan sembarangan. Untung dia baik, kalau dia jahat terus kamu dijual! gimana?"
Amel terdiam sambil berpikir, "Iya juga ya?" Ucapnya.
"Yasudah, sekarang waktunya tidur. Besok kita harus kuliah."
Keduanya menarik bantalnya masing-masing, memejamkan mata untuk menjemput mimpi indah.
Sementara di tempat lain, pria itu dengan kesal menceritakan tentang Amel kepada temannya.
"Bram, Bram. Kenapa wanita itu tidak kamu bawa kemari?" Ucap Alex.
Ya, nama pria itu adalah Bramantyo William Pratama. Dia seorang pengusaha sukses di ibu kota, bahkan namanya sudah terkenal hingga ke manca negara.
Saat ini Bram berusia 40 tahun, dengan status menikah dan memiliki satu orang anak laki-laki. Kesuksesannya di dunia bisnis, tidak menjamin kebahagiaan rumah tangganya.
Bram dan istrinya seringkali berdebat hanya karena hal sepele. Bahkan sampai Bram ke luar dari rumah, seperti malam ini.
"Untuk apa aku membawanya?" Tanya Bram.
"Untuk menemanimu happy bro, jika kamu pusing dengan wanitamu! bersenang-senanglah dengan wanita lain." Jawab Alex.
"Aku tidak butuh wanita untuk happy." Jawab Bram dengan angkuh.
"Hahahaha." Alex tertawa terbahak-bahak, "Tapi kamu stres karena wanita, kan? enggak usah bohong, aku sudah tahu kalau kamu ribut lagi dengan istrimu." Todong Alex.
"Sudah, jangan bahas itu. Aku datang kemari bukan untuk curhat, tapi untuk happy."
Keduanya mulai meneguk wine sambil menikmati musik remix. Seperti ini lah Bram setiap kali bertengkar dengan istrinya. Ia pasti mengajak teman-temannya ke kelab malam.
Tapi ada sesuatu yang berbeda dari Bram, pria tampan itu tidak pernah membayar wanita untuk menemaninya. Ia sangat setia kepada pasangannya, walaupun istrinya sering membuatnya kesal dan kecewa.
....................Kring......kring..... Suara alarm membangunkan Amel dan Riska di pagi hari. Kedua wanita cantik yang baru berusia 19 tahun itu, bergegas masuk ke dalam kamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kuliah.Setibanya di kampus, Amel menerima telepon dari adiknya. Seketika wajah cantiknya berubah menjadi pucat.
"Wajahmu kenapa pucat Mel? kamu sakit ya?" Tanya Riska.
Amel menggelengkan kepala, "Tidak."
"Terus kamu kenapa?" Desak Riska.
"Ibuku tiba-tiba pingsan, saat ini sedang dirawat di rumah sakit."
"Ya ampun, terus bagaimana? kamu mau pulang kampung?" Tanya Riska.
Amel menggelengkan kepala sambil mengusap air mata dari kedua pipinya. Hatinya sedih membayangkan kondisi ibunya saat ini.
Amel sebenarnya tidak ingin meninggalkan ibu dan adiknya di kampung. Tetapi ibunya lah yang memaksa Amel untuk kuliah ke ibu kota, karena Amel mendapat beasiswa kepintaran.
=============Selama pelajaran berlangsung, Amel tidak bisa fokus. Tubuhnya duduk di sana, tetapi pikirannya melayang ke kampung. Untung saja salah satu dosen berhalangan tidak masuk hari ini, sehingga mereka bisa pulang lebih cepat."Ris, nanti singgah sebentar di toko buku ya?" Ucap Amel.Saat ini keduanya sudah berada di dalam mobil menuju kost."Ok." Riska menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah toko buku."Tunggu sebentar ya?" Amel turun dari mobil, ia membeli sesuatu dari toko buku dan kembali masuk ke dalam mobil."Untuk apa kamu membeli koran?" Tanya Riska."Mau lihat lowongan kerja." Jawab Amel sambil tangannya membuka halaman koran."Emang tempat kerja kamu sekarang, kenapa?""Enggak kenapa-kenapa, aku hanya ingin mencari kerja sampingan. Soalnya gaji dari sana hanya cukup untukku saja Ris, padahal aku harus membantu biaya sekolah adikku, soalnya ibu gak bisa kerja karena sakit." Jawab Amel. "Oww.... nanti aku bantu kamu cari kerjaan.""Terima kasih ya?" Ucap Amel sambil tersenyum.
Tepat pukul 7 malam, Riska sudah meninggalkan kost. Wanita cantik itu menuju sebuah apartemen yang terletak di pusat kota.Tanpa mengetuknya terlebih dahulu, ia langsung membuka pintu dengan menggunakan kunci."Hay baby." Sapa seorang pria."Hay Daddy Alex." Balas Riska yang langsung duduk dipangkuan Alex. "Baru tadi siang kita ketemu, malam ini udah kangen lagi," ucap Alex."Bukan begitu Dad, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan." "Apa itu?" Desak Alex."Begini, temanku ada yang butuh uang 2 ratus 50 juta Dad. Ibunya sakit parah dan harus segera dioperasi, padahal dia tidak punya uang. Jadi aku berniat minjam uang Daddy untuk membantunya." Amel menceritakan semuanya kepada Alex."Baby, bagiamana kalau teman kamu itu jadi sugar baby om Bram saja?" Tanya Alex.Riska terdiam sambil berpikir, "Emang om Bram mau? kan selama ini om Bram gak mau dekat dengan wanita, om Bram hanya mau bersentuhan dengan istrinya." "Kamu tenang saja, nanti bisa diatur. Yang penting! teman kamu itu canti
Amel menjauhkan pandangannya ketika Riska mencium bibir Alex. Sungguh pemandangan yang begitu menyeramkan, bahkan melebihi film horor."Amel, ayo kemari." Panggil Riska.Amel melangkah mendekati Alex, ia mengangkat tangan untuk menjabat tangan pria tampan itu. "Amel pak," ucapnya dengan lembut.Alex dan Riska tersenyum secara bersamaan, panggilan pak membuat keduanya merasa lucu."Alex, panggil saja om Alex," ucap Alex dengan lembut.Amel tersenyum sambil mengangguk, "Baik om." "Om Bram di mana dad?" Tanya Riska."Bram lagi di luar kota, mungkin akan kembali 2 atau 3 hari lagi. Tapi tenang saja, uang dan surat sudah disiapkan." Alex mengeluarkan satu lembar kertas dari dalam amplop, ia menaruhnya di atas meja tepat di hadapan Amel."Amel, sebelum menandatangani! kamu bisa membacanya terlebih dahulu," ucap Alex.Amel tersenyum paksa, "Enggak usaha om, biar aku tandatangani saja. Soalnya Riska sudah menjelaskan semuanya." "Oh baiklah."Alex memberikan pena, dan Amel langsung menandat
"Amel, Amel." Panggil Riska.Ia membawa Amel ke sudut ruangan, dengan lembut Riska mencoba menenangkan sahabatnya itu."Mel, kamu gak boleh bicara seperti itu," ucap Riska dengan lembut."Dia yang duluan Rus." Bantah Amel."Iya, iya. Aku tahu itu." Timpal Riska, "Tapi ingat Mel, kamu saat ini membutuhkan uang untuk biaya pengobatan ibumu, dan uang itu sudah kamu terima, bahkan sudah kamu kirimkan ke kampung. Coba bayangkan, jika om Bram sampai membatalkan kontaknya dan meminta uangnya kembali, hanya karena sakit hati dengan ucapan kamu." Lanjutnya. Amel langsung terdiam, "Jangan sampai terjadi Ris," ucapnya dengan wajah pucat."Nah, kalau begitu kamu minta maaf kepada om Bram." Riska menasehati dan memberikan arahan kepada Amel, begitu juga dengan Alex. Ia berusaha menenangkan Bram dan membujuknya, agar tidak membatalkan kontraknya dengan Amel."Ya ampun Lex, aku bisa stres kalau sering bertemu dengannya." Keluh Bram."Percayalah padaku Bram, kamu pasti happy bersama Amel. Yang berl
Tepat pukul 1 siang, Amel sudah tiba di kost. Wanita cantik itu ke sana diantar oleh sahabatnya, sebenarnya Riska mengajaknya ke apartemen, tetapi Amel enggan dan menolak karena Alex pasti datang ke sana untuk menemui Riska. Kring...kring....kring....Amel meraih ponsel dari atas tempat tidur, *Iya, ini siapa?* Ucapnya setelah mengusap layar ponselnya.*Kamu di mana? kenapa belum pulang?* Suara bariton dari seberang sana.Amel sempat terdiam. *I...i...iya om,* Ucapnya setelah mengigat pemilik suara itu adalah Bram. *Apa saya......*Tiba-tiba panggilan terputus, yang membuat Amel tidak melanjutkan kata-katanya. Wanita cantik itu menghela napas kasar dan kembali menaruh ponselnya.Ia naik ke atas tempat tidur, berbaring sambil memejamkan mata. Amel sama sekali tidak peka dengan pertanyaan Bram, yang mengatakan kenapa belum pulang.Rasanya baru saja memejamkan mata, tetapi tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Amel bangkit dari ranjang, melangkah untuk membuka pintu."Riska," ucapny
"Puk." Amel membenturkan keningnya ke kuning Bram, yang membuat pria tampan itu refleks membuka mata.Ia sama sekali tidak sadar kalau Amel berada di atas tubuhnya, bahkan sebelah tangannya masih melingkar di pinggul wanita cantik itu."Aaaaa...." Teriak Bram saat matanya beradu dengan mata Amel.Kedua tangan kekarnya refleks mendorong tubuh Amel, hingga wanita cantik itu jatuh ke lantai."Aow...." Rintih Amel, "Om sudah gila." Lanjutnya."Kamu yang gila, kenapa tidur di tasku?" Protes Bram dengan wajah kesal, "Kamu pasti....." "Pasti apa?" Sela Amel yang membuat Bram tidak melanjutkan kata-katanya."Pasti ingin memperkosaku, ih....." Bram bergidik."Enak saja." Gerutu Amel sambil bangkit dari lantai, "Yang benar itu! om yang ingin memperkosaku." Lanjutnya."Masa!" "Biar om tahu ya! om yang menarik tangan Amel sambil bicara, tolong jangan tinggalkan aku Tania." Amel berbicara sambil memanyunkan bibir, untuk mencibir Bram."Pasti kamu berbohong, iya kan?" Todong Bram."Terserah, susa
Bram terkejut melihat Amel ada di kantornya. Pria tampan itu sedang meeting di ruang rapat bersama karyawan. Ia sama sekali tidak tahu, kalau Amel melamar kerja di sana dan interview siang ini.Par...Bram menggebrak meja. Semua karyawan tersentak karena terkejut, mereka memalingkan wajah kembali menghadap Bram."Apa kalian tidak pernah melihat wanita?" Tanya Bram dengan lembut namun penuh penekanan.Semua itu terlihat dari raut wajahnya yang begitu tegang, dan sorot mata yang begitu tajam."Maaf pak," ucap karyawan secara bersamaan.Rapat kembali di lanjutkan, namun Bram masih memikirkan Amel. Untuk apa wanita cantik itu datang ke sana? apa dia mencari Bram? tapi untuk apa dia mencari Bram? pertanyaan itulah yang ada dalam pikirannya saat ini.Sementara Amel sedang interview di salah satu ruangan. Wanita cantik itu tersenyum lebar karena diterima bekerja di sana, dan besok ia sudah mulai bekerja sebagai office girls.........................Satu Minggu telah berlalu, Amel menjalani
Tepat pukul 5 lewat 30 menit, Amel sudah tiba di apartemen. Ia sedikit terkejut ketika membuka pintu dan melihat Bram ada di sana."Om sudah pulang?" Tanya Amel yang melangkah dari pintu menuju ruang tamu."Hm..." Jawab Bram, "Kamu dari mana?" Lanjutnya.Amel menjatuhkan bokongnya di atas sofa, "Pulang ke....." Amel tidak melanjutkan ucapnya, karena tiba-tiba mengigat apa yang dikatakan Riska. Bram jangan sampai tahu kalau dia bekerja, karena di dalam kontrak, Amel tidak boleh bekerja tanpa izin dari Bram."Kenapa diam?" Tanya Bram."Um...aku baru pulang dari apartemen Riska, om." Amel terpaksa berbohong."Apa kamu gak kuliah?""Hari ini libur om." Jawab Amel."Aku sudah transfer uang bulanan kamu, coba kamu cek."Amel tersenyum, "Terima kasih ya om? nanti di cek sama adikku." Jawab Amel."Kenapa harus adikmu? emang kamu gak bisa?""Bukan gak bisa om, masalahnya kartunya di kampung dipegang sama ibuku." Jawab jujur Amel.*Ya ampun, apa dia dipaksa ibunya untuk menjadi sugar baby? ibu