Share

Berdebat karena ice cream.

Selama pelajaran berlangsung, Amel tidak bisa fokus. Tubuhnya duduk di sana, tetapi pikirannya melayang ke kampung. Untung saja salah satu dosen berhalangan tidak masuk hari ini, sehingga mereka bisa pulang lebih cepat.

"Ris, nanti singgah sebentar di toko buku ya?" Ucap Amel.

Saat ini keduanya sudah berada di dalam mobil menuju kost.

"Ok." Riska menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah toko buku.

"Tunggu sebentar ya?" 

Amel turun dari mobil, ia membeli sesuatu dari toko buku dan kembali masuk ke dalam mobil.

"Untuk apa kamu membeli koran?" Tanya Riska.

"Mau lihat lowongan kerja." Jawab Amel sambil tangannya membuka halaman koran.

"Emang tempat kerja kamu sekarang, kenapa?"

"Enggak kenapa-kenapa, aku hanya ingin mencari kerja sampingan. Soalnya gaji dari sana hanya cukup untukku saja Ris, padahal aku harus membantu biaya sekolah adikku, soalnya ibu gak bisa kerja karena sakit." Jawab Amel. 

"Oww.... nanti aku bantu kamu cari kerjaan."

"Terima kasih ya?" Ucap Amel sambil tersenyum.

Mobil itu kembali hening hingga mereka tiba di kost. Setibanya di sana, kedua wanita cantik itu berkutat menulis lowongan kerja. Ada 4 lowongan kerja yang mereka tulis dan rencananya akan diantar besok setelah pulang kuliah.

"Huf... akhirnya selesai juga, saatnya kita tidur." Ucap Amel.

Kedua wanita cantik itu membaringkan tubuh di atas tempat tidur. Saat membuka mata, hari sudah pagi.

"Cepat Mel, nanti kita terlambat." Teriak Riska yang sudah menunggu di mobil.

"Iya, iya." Sahut Amel sambil berlari.

"Kamu sudah bawa lamaran kerjanya, kan?" Riska terlebih dahulu memastikannya, sebelum menginjak gas mobil. 

"Sudah." Jawab Amel.

Riska menginjak gas mobilnya, melaju kencang membelah jalan ibu kota menuju kampus.

"Loh, kok berhenti di sini Ris? kan parkiran mobil di sana," ucap Amel.

"Iya, aku tahu." Jawab Riska.

Wanita cantik itu melipat kedua tangan di stir mobil, lalu meletakkan dagunya di sana.

Amel mengerutkan kening, ia bingung dengan tingkah sahabatnya itu. "Kamu kenapa sih?" Ucapnya.

"Ternyata pangeran itu bukan hanya di cerita novel, tetapi di dunia nyata juga ada." 

Amel semakin bingung mendengar ucapan Riska. Ia meletakkan punggung tangannya di kening Riska. "Suhu tubuh kamu baik-baik saja, enggak panas dan gak dingin," ucapnya.

Riska tersenyum, ia memutar kepala menghadap Amel. "Aku gak sakit Amel, tapi aku hanya terpesona dengan pria itu." 

Amel mengikuti arah telunjuk Riska, setelah melihatnya beberapa menit ia kembali membuka mulut. "Biasa saja, gak ada yang sepesial," ucapnya.

Riska menepuk jidat mendengar ucapan Amel, kakinya kembali menginjak gas untuk memarkirkan mobilnya. Bicara dengan Amel memang sedikit Susan, karena wanita cantik itu terlalu polos dan lugu.

Tepat pukul 1siang, Amel dan Riska sudah menuju parkiran. Tiba-tiba seorang wanita  melemparkan kulit pisang, sehingga membuat Amel terjatuh karena menginjaknya.

"Hahahaha." Semua orang menertawakan Amel.

"Dasar orang kampung, masa kulit pisang dibawa ke kampus." Sindir wanita itu.

Riska sudah bersiap untuk menghampiri wanita itu, tetapi Amel melarangnya. Saat Amel berusaha bangkit, tiba-tiba seorang pria menjulurkan tangan.

"Ayo aku bantu," ucap pria itu.

Amel menegakkan kepala untuk melihat wajah pria itu. Ia sedikit tersenyum lalu menjabat tangannya.

"Terima kasih mas," ucap Amel dengan tulus.

"Sama-sama." Sahut pria itu, "Oh iya, saya Bryan. nama kamu siapa?" Lanjutnya.

"Saya Amel."

"Oh nama yang bagus." Puji Bryan sambil melepaskan tangannya lalu menjabat tangan Riska.

Ketiganya melangkah menuju parkiran sambil berbincang-bincang, bahkan Bryan sempat meminta nomor ponsel kedua wanita cantik itu sebelum mereka masuk ke dalam mobilnya masing-masing.

Sepanjang perjalanan, Riska tidak berhenti mengagumi Bryan. Wanita cantik itu benar-benar terpesona akan ketampanannya, berbeda dengan Amel. Wanita berusia 19 tahun itu sama sekali tidak tertarik.

"Ris, terima kasih ya, sudah menemaniku antar lamaran," ucap Amel.

"Sama-sama, tapi kalau kamu sudah kerja! jangan lupa ganti minyak mobilku." Canda Riska.

"Aman, aman." Sahut Amel.

"Oh iya Mel, sebelum pulang, kita ke mall dulu ya? ada yang mau aku cari."

Keduanya menuju mall yang terletak di pusat kato. Amel yang merasa lelah, lantas menunggu di lantai satu. Sedangkan Riska ke lantai dua untuk mencari sesuatu.

"Aduh, Riska lama banget. Mana aku haus lagi." Keluh Amel.

Saat memalingkan wajah, matanya tanpa sengaja melihat penjual ice cream. Amel bergegas ke sana, ia membeli ice cream rasa cokelat dicampur vanilla.

Tasnya yang tertinggal di atas meja, membuatnya terburu-buru hingga menabrak seseorang.

"Aw..." Jerit Amel.

Ia melihat ice creamnya sudah menempel di kemeja pria itu, tempat di bagian dada. 

"Kalau jalan harus pakai mata." Suara bariton itu terdengar jelas ditelinga Amel.

Amel menegakkan kepala, ditatapnya mata pria itu dengan tatapan kesal. "Kamu juga harus pakai mata." Balas Amel.

Pria itu terdiam, matanya membulat melihat Amel. "Kamu kan, yang masuk ke mobilku waktu itu?" Ucapnya.

"Ha...um..." Amel gugup setelah mengingatnya.

"Aku selalu sial setiap kali bertemu denganmu." Geram Bram dan langsung pergi bersama pengawalnya.

"Ye... memang aku gak sial bertemu dengan kamu?" Balas Amel dengan nada lantang.

"Kamu kenapa Mel?" Tanya Riska yang baru datang.

"Itu, si om om yang aku ceritakan waktu itu."

"Kamu ketemu lagi dengannya? jangan-jangan kalian jodoh." Canda Riska sambil tertawa puas.

"Ih... amit-amit." 

.........................

Satu Minggu telah berlalu, Amel benar-benar pusing karena kondisi ibunya semakin drop. Bahkan dokter sudah menganjurkan ibunya harus segera dioperasi. Tetapi Amel tidak berani untuk memberikan izin, sebab ia tidak memiliki uang.

"Mel, kamu kenapa menagis?" Tanya Riska yang baru muncul dari pintu.

Wanita cantik itu sudah 3 hari tidak pulang ke kost, itu sebabnya dia tidak mengetahui tentang ibu Amel.

"Ibuku masuk rumah sakit lagi Ris, dokter mengatakan harus segera dioperasi, padahal aku enggak punya uang." Jawab Amel sambil berurai air mata.

Riska memeluk Amel, "Kamu yang sabar ya? semua masalah pasti ada jalan keluarnya." 

Riska Berusaha menenangkan sahabatnya, ia memberi dukungan agar Amel semakin kuat menghadapinya.

"Aku harus bagaimana Ris? ke mana aku harus mencari uang ratusan juta?" Keluh Amel bersama derai air mata.

"Kamu tenang dulu ya? nanti coba saya pinjam uang pamanku."

"Terima kasih Ris," ucap Amel dengan tulus.

===========

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Jannah Jannah Tanjung
semakin seru...sgat serrru
goodnovel comment avatar
Engsi Yati
lanjut baca
goodnovel comment avatar
Hendrawati Lelaona
semakin baca semakin aku penasaran lanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status