Tepat pukul 7 malam, Riska sudah meninggalkan kost. Wanita cantik itu menuju sebuah apartemen yang terletak di pusat kota.
Tanpa mengetuknya terlebih dahulu, ia langsung membuka pintu dengan menggunakan kunci.
"Hay baby." Sapa seorang pria.
"Hay Daddy Alex." Balas Riska yang langsung duduk dipangkuan Alex.
"Baru tadi siang kita ketemu, malam ini udah kangen lagi," ucap Alex.
"Bukan begitu Dad, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan."
"Apa itu?" Desak Alex.
"Begini, temanku ada yang butuh uang 2 ratus 50 juta Dad. Ibunya sakit parah dan harus segera dioperasi, padahal dia tidak punya uang. Jadi aku berniat minjam uang Daddy untuk membantunya." Amel menceritakan semuanya kepada Alex.
"Baby, bagiamana kalau teman kamu itu jadi sugar baby om Bram saja?" Tanya Alex.
Riska terdiam sambil berpikir, "Emang om Bram mau? kan selama ini om Bram gak mau dekat dengan wanita, om Bram hanya mau bersentuhan dengan istrinya."
"Kamu tenang saja, nanti bisa diatur. Yang penting! teman kamu itu cantik kan?"
"Tidak perlu diragukan dad, Amel itu cantik banget, sumpah." Sambil mengangkat dua jarinya.
Keduanya sepakat untuk menjodohkan Amel dengan Bram. Riska kembali ke kost, sedangkan Alex tetap di apartemen menunggu Bram. Sebab ia sudah menghubungi Bram dan memintanya datang ke sana.
Setelah menunggu 30 menit, akhirnya Bram tiba di apartemen. Tanpa basa-basi, Alex langsung bicara pada intinya.
"Kamu sudah gila Lex, sejak kapan aku minat untuk memiliki sugar baby?" Protes Bram.
"Cobalah Bram, apa kamu tidak kesepian saat istrimu pergi ke luar kota? apa lagi akhir-akhir ini, kamu bilang istrimu sering menginap di rumah ibunya."
"Tapi Lex, aku tidak ingin menduakan istriku. Dia memang acuh, tetapi aku tahu hatinya seperti apa." Tegas Bram.
"Memiliki sugar baby bukan berarti menduakan cinta. Tapi hanya sebatas kesenangan, sebagai penghibur saat kita jenuh dan kesepian."
"Terus, kalau dia jatuh cinta padaku! bagaimana?" Tanya Bram.
Bram bukannya sok tampan atau sok percaya diri. Memang banyak wanita yang mengejar cintanya bahkan bersedia menjadi yang kedua, dari dulu hingga saat ini.
Tentu banyak, karena Bram seorang pengusaha sukses dan terkenal, bahkan hartanya tidak akan habis walupun 7 keturunan. Ditambah lagi dengan ketampanannya yang begitu sempurna, hidup mancung, kulit putih, tinggi dan gagah.
"Bram, sebelum dia resmi menjadi sugar baby! kamu harus memberinya surat perjanjian dan kontrak." Jawab Alex.
Ia membujuk Bram dengan berbagai cara, alex mengatakan kalau Amel itu cantik dan seksi, padahal ia sendiri belum pernah melihatnya. Alex juga mengatakan kalau Amel itu perhatian dan dewasa.
Mendengar ucapan Alex, pria tampan itu setuju untuk menjadikan Amel sebagai sugar babynya.
"Ya sudah, kamu saja yang urus surat dan kontraknya. Aku terima beres, soalnya aku masih banyak urusan. Kabarin saja, nanti aku transfer uangnya," ucap Bram dengan pasrah.
Alex bahagia, akhirnya sahabatnya itu luluh setelah sekian tahun selalu menolak. Selama ini ia kasihan melihat Bram, sebab sahabatnya itu sering ditinggal oleh istrinya.
Sementara di tempat lain, Riska ragu untuk membuka mulut. Ia takut Amel tersinggung dan marah, karena Amel anak baik-baik dan polos. Bahkan sahabatnya itu belum pernah pacaran dan jatuh cinta.
"Mel, aku ingin mengatakan sesuatu. Tapi kamu jangan marah ya?" Ucap Riska dengan ragu-ragu.
"Katakan saja Ris." Sahut Amel.
"Tapi janji, kamu jangan marah ya?" Riska mengulang ucapannya.
"Iya, iya. Lagipula kenapa aku harus marah."
"Soalnya ini masalah sensitif Mel," ucap Riska.
"Katakan saja, aku janji gak akan marah."
"Begini Mel, kamu mau gak jadi sugar baby?" Akhirnya Riska memberanikan diri untuk mengatakannya.
"Apa itu sugar baby? gula bayi gitu?" Tanya Amel dengan polosnya.
Riska tersenyum, ia merasa lucu dengan pertanyaan sahabatnya itu. "Bukan Amel."
"Terus?" Desak Amel, ia benar-benar tidak mengerti apa maksud dari sugar baby yang dikatakan Riska.
"Sugar baby itu! bagaimana ya?" Riska ragu untuk mengatakannya. "Um, kekasih gelap om om." Lanjutnya dengan ragu-ragu.
"Maksudnya, pacaran sama pria yang sudah punya istri, begitu?" Tanya Amel untuk memperjelas.
Riska menganggukkan kepala, "Iya, seperti itulah. Tapi sedikit berbeda dengan pacaran."
"Bedanya apa?" Tanya Amel.
"Kalau jadi sugar baby, kita harus siap melayaninya layaknya suami istri. Kita juga harus selalu ada setiap dia membutuhkan kita, dan yang paling utama! kita tidak boleh jatuh cinta dan cemburu."
Amel menelan saliva dengan kasar, matanya membulat dan seluruh bulu kuduknya berdiri. "Apa harus seperti itu?" Ucapnya.
Riska menganggukkan kepala, "Iya. Satu lagi, kita tidak boleh dekat atau menjalin hubungan dengan pria lain sebelum kontrak berakhir."
"Oh...ada kontraknya? terus, kontraknya berapa lama?" Tanya Amel.
"Tergantung kesepakatan, semakin lama kontraknya! semakin besar bayarannya."
"Aku pi....." Amel tidak melanjutkan kata-katanya, karena ponselnya tiba-tiba berdering.
Matanya membulat melihat nama yang muncul di sana. *Iya dik,* ucapnya setelah mengusap layar ponselnya.
*Ka, kondisi ibu semakin memburuk. Dokter mengatakan ibu harus segera dioperasi, jika tidak.....*
*Iya, tandatangani saja suratnya.* Sela Amel.
*Tapi kak...*
*Kakak akan pinjam uang, tandatangani saja.* Ucap Amel sebelum memutuskan sambungan teleponnya.
Sebenarnya Amel masih ragu untuk menjadi sugar baby, tetapi setelah bicara dengan adiknya! tanpa berpikir Amel langsung menerima tawaran Riska.
"Kalau begitu, aku hubungi om Alex dulu."
Riska menghubungi Alex, ia mengatakan kalau Amel bersedia menjadi sugar baby. Ia juga meminta agar uangnya langsung diberikan saat tanda tangan kontrak.
Karena desakan dari Riska, akhirnya Alex meminta kedua wanita cantik itu untuk datang ke apartemen. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam.
Tanpa mengulur waktu, Amel dan Riska segera meninggalkan kost menuju apartemen. Saat mereka tiba, Alex sudah menunggu di sana.
============Amel menjauhkan pandangannya ketika Riska mencium bibir Alex. Sungguh pemandangan yang begitu menyeramkan, bahkan melebihi film horor."Amel, ayo kemari." Panggil Riska.Amel melangkah mendekati Alex, ia mengangkat tangan untuk menjabat tangan pria tampan itu. "Amel pak," ucapnya dengan lembut.Alex dan Riska tersenyum secara bersamaan, panggilan pak membuat keduanya merasa lucu."Alex, panggil saja om Alex," ucap Alex dengan lembut.Amel tersenyum sambil mengangguk, "Baik om." "Om Bram di mana dad?" Tanya Riska."Bram lagi di luar kota, mungkin akan kembali 2 atau 3 hari lagi. Tapi tenang saja, uang dan surat sudah disiapkan." Alex mengeluarkan satu lembar kertas dari dalam amplop, ia menaruhnya di atas meja tepat di hadapan Amel."Amel, sebelum menandatangani! kamu bisa membacanya terlebih dahulu," ucap Alex.Amel tersenyum paksa, "Enggak usaha om, biar aku tandatangani saja. Soalnya Riska sudah menjelaskan semuanya." "Oh baiklah."Alex memberikan pena, dan Amel langsung menandat
"Amel, Amel." Panggil Riska.Ia membawa Amel ke sudut ruangan, dengan lembut Riska mencoba menenangkan sahabatnya itu."Mel, kamu gak boleh bicara seperti itu," ucap Riska dengan lembut."Dia yang duluan Rus." Bantah Amel."Iya, iya. Aku tahu itu." Timpal Riska, "Tapi ingat Mel, kamu saat ini membutuhkan uang untuk biaya pengobatan ibumu, dan uang itu sudah kamu terima, bahkan sudah kamu kirimkan ke kampung. Coba bayangkan, jika om Bram sampai membatalkan kontaknya dan meminta uangnya kembali, hanya karena sakit hati dengan ucapan kamu." Lanjutnya. Amel langsung terdiam, "Jangan sampai terjadi Ris," ucapnya dengan wajah pucat."Nah, kalau begitu kamu minta maaf kepada om Bram." Riska menasehati dan memberikan arahan kepada Amel, begitu juga dengan Alex. Ia berusaha menenangkan Bram dan membujuknya, agar tidak membatalkan kontraknya dengan Amel."Ya ampun Lex, aku bisa stres kalau sering bertemu dengannya." Keluh Bram."Percayalah padaku Bram, kamu pasti happy bersama Amel. Yang berl
Tepat pukul 1 siang, Amel sudah tiba di kost. Wanita cantik itu ke sana diantar oleh sahabatnya, sebenarnya Riska mengajaknya ke apartemen, tetapi Amel enggan dan menolak karena Alex pasti datang ke sana untuk menemui Riska. Kring...kring....kring....Amel meraih ponsel dari atas tempat tidur, *Iya, ini siapa?* Ucapnya setelah mengusap layar ponselnya.*Kamu di mana? kenapa belum pulang?* Suara bariton dari seberang sana.Amel sempat terdiam. *I...i...iya om,* Ucapnya setelah mengigat pemilik suara itu adalah Bram. *Apa saya......*Tiba-tiba panggilan terputus, yang membuat Amel tidak melanjutkan kata-katanya. Wanita cantik itu menghela napas kasar dan kembali menaruh ponselnya.Ia naik ke atas tempat tidur, berbaring sambil memejamkan mata. Amel sama sekali tidak peka dengan pertanyaan Bram, yang mengatakan kenapa belum pulang.Rasanya baru saja memejamkan mata, tetapi tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Amel bangkit dari ranjang, melangkah untuk membuka pintu."Riska," ucapny
"Puk." Amel membenturkan keningnya ke kuning Bram, yang membuat pria tampan itu refleks membuka mata.Ia sama sekali tidak sadar kalau Amel berada di atas tubuhnya, bahkan sebelah tangannya masih melingkar di pinggul wanita cantik itu."Aaaaa...." Teriak Bram saat matanya beradu dengan mata Amel.Kedua tangan kekarnya refleks mendorong tubuh Amel, hingga wanita cantik itu jatuh ke lantai."Aow...." Rintih Amel, "Om sudah gila." Lanjutnya."Kamu yang gila, kenapa tidur di tasku?" Protes Bram dengan wajah kesal, "Kamu pasti....." "Pasti apa?" Sela Amel yang membuat Bram tidak melanjutkan kata-katanya."Pasti ingin memperkosaku, ih....." Bram bergidik."Enak saja." Gerutu Amel sambil bangkit dari lantai, "Yang benar itu! om yang ingin memperkosaku." Lanjutnya."Masa!" "Biar om tahu ya! om yang menarik tangan Amel sambil bicara, tolong jangan tinggalkan aku Tania." Amel berbicara sambil memanyunkan bibir, untuk mencibir Bram."Pasti kamu berbohong, iya kan?" Todong Bram."Terserah, susa
Bram terkejut melihat Amel ada di kantornya. Pria tampan itu sedang meeting di ruang rapat bersama karyawan. Ia sama sekali tidak tahu, kalau Amel melamar kerja di sana dan interview siang ini.Par...Bram menggebrak meja. Semua karyawan tersentak karena terkejut, mereka memalingkan wajah kembali menghadap Bram."Apa kalian tidak pernah melihat wanita?" Tanya Bram dengan lembut namun penuh penekanan.Semua itu terlihat dari raut wajahnya yang begitu tegang, dan sorot mata yang begitu tajam."Maaf pak," ucap karyawan secara bersamaan.Rapat kembali di lanjutkan, namun Bram masih memikirkan Amel. Untuk apa wanita cantik itu datang ke sana? apa dia mencari Bram? tapi untuk apa dia mencari Bram? pertanyaan itulah yang ada dalam pikirannya saat ini.Sementara Amel sedang interview di salah satu ruangan. Wanita cantik itu tersenyum lebar karena diterima bekerja di sana, dan besok ia sudah mulai bekerja sebagai office girls.........................Satu Minggu telah berlalu, Amel menjalani
Tepat pukul 5 lewat 30 menit, Amel sudah tiba di apartemen. Ia sedikit terkejut ketika membuka pintu dan melihat Bram ada di sana."Om sudah pulang?" Tanya Amel yang melangkah dari pintu menuju ruang tamu."Hm..." Jawab Bram, "Kamu dari mana?" Lanjutnya.Amel menjatuhkan bokongnya di atas sofa, "Pulang ke....." Amel tidak melanjutkan ucapnya, karena tiba-tiba mengigat apa yang dikatakan Riska. Bram jangan sampai tahu kalau dia bekerja, karena di dalam kontrak, Amel tidak boleh bekerja tanpa izin dari Bram."Kenapa diam?" Tanya Bram."Um...aku baru pulang dari apartemen Riska, om." Amel terpaksa berbohong."Apa kamu gak kuliah?""Hari ini libur om." Jawab Amel."Aku sudah transfer uang bulanan kamu, coba kamu cek."Amel tersenyum, "Terima kasih ya om? nanti di cek sama adikku." Jawab Amel."Kenapa harus adikmu? emang kamu gak bisa?""Bukan gak bisa om, masalahnya kartunya di kampung dipegang sama ibuku." Jawab jujur Amel.*Ya ampun, apa dia dipaksa ibunya untuk menjadi sugar baby? ibu
Setelah ke luar dari kamar mandi, Bram meraih bokser dari lemari. Ia ke luar dari sana dan masuk ke dalam kamarnya.Satu malam Bram tidak bisa tidur, ia membayangkan betapa gairahnya saat bercinta dengan Amel. Bahkan benda tumpunya kembali berdiri membayangkan milik Amel yang begitu indah.Padahal selama ini, Bram tidak pernah tertarik untuk bercinta dengan wanita selain istrinya sendiri yaitu Tania.Begitu juga dengan Amel, wanita cantik itu tidak bisa tidur. Walupun matanya terpejam, tetapi otaknya memikirkan apa yang baru saja terjadi.Saat waktu menunjukkan pukul 6 lewat 30 menit, Amel sudah meninggalkan apartemen menuju apartemen Riska. Tetapi sebelum pergi, Amel sudah membuatkan sarapan untuk Bram dan menatanya di atas meja. "Amel." Riska terkejut saat membuka pintu dan melihat Amel.Tanpa dipersilahkan, Amel langsung menerobos masuk. Ia menarik tangan Riska, mengajaknya duduk ke sofa."Ini gawat, ini gawat," ucap Amel dengan serius."Ada apa? gawat kenapa?" Riska terlihat khaw
Waktu menunjukkan pukul 8 malam, Bram duduk di balkon kamar sambil menikmati minuman Wine. Ia berharap Tania pulang, walaupun sebenarnya ia sudah tahu, kalau istri tercintanya itu tidak akan pulang.Ting-nong.... ting-nong....Suara dering ponsel membuat Bram bangkit dari kursi, melangkah masuk ke dalam kamar untuk meraih ponselnya.*Iya Lex* Ucapnya setelah mengusap layar ponselnya.*Bram, bawa anak-anak ke pasar malam, yuk?* Ajak dari seberang sana.*Bryan gak akan mau Bro.**Maksud aku bukan Bryan, Bram. Tapi Riska dan Amel* Alex memperjelas maksudnya.Bram sempat terdiam beberapa menit, *Ok, aku on the way*Akhirnya Bram mau, pria tampan itu bergegas mengganti pakaian. Setelah itu ia langsung meninggalkan kediaman Wijaya menuju apartemen. Sebenarnya Bram paling malas diajak ketempat ramai, tetapi daripada duduk sendiri di balkon! Lebih baik dia pergi.Tok....tok....tok....Bram terpaksa mengetuk pintu, karena kunci miliknya tertinggal dikediaman Wijaya."Om Bram," ucap Amel setel