Share

BAB 2 RUMAH BARU

Rumah Kang Tarjo sudah berdiri megah di samping rumah bapaknya, Pak Sugi. Meski tidaklah bertembok bata, tapi keluarga kecil itu amatlah bahagia dan tak hentinya mengucap syukur pada sang pencipta.

Meski listrik masih numpang sama Pak Sugi, setiap menjelang magrib baru dinyalakan dan sesudah subuh langsung dicabut atau dimatikan oleh Yu Sarni. Tak menyurutkan niat Reni, anak semata wayangnya Kang Tarjo untuk selalu belajar.

"Bayar listrik mahal, harus berhemat, nanti kalau nyala semua bisa bahaya." Begitu ucapan Yu Sarni saat ditegur Yu Mini suatu hari.

Pulang dengan berlinang air mata, Yu Mini berdoa dalam hati. Semoga kelak bisa menyambung listrik sendiri agar bebas menyalakan lampu dan mendengarkan radio setiap saat.

Iya, tanpa televisi, Yu Mini dan keluarga menikmati hiburan sehari-harinya meski tanpa benda elektronik itu. Sebab, zaman itu televisi sangatlah mahal dan sedikit langka.

"Nggak apa, kamu masih bisa nonton di tempat tetangga kok, Ren," begitu ucapan Kang Tarjo kepada putrinya.

"Lampunya kok belum dinyalakan, Yu, padahal sudah mau Magrib lho ini?" tanya Lek Pri, adik bungsu Kang Tarjo saat bertandang ke rumahnya.

"Iya, memang belum dinyalakan kok, Dek," jawabnya dengan kikuk.

Lek Pri pun berjalan mendekati saklar dan menekannya beberapa kali agar lampunya menyala, tapi naas, usahanya gagal dan membuat keningnya berkerut pertanda heran.

"He, ya, jelas belum nyala. Kan, belum di colokkan itu kabelnya yang mengarah ke sini," jelas Kang Tarjo dengan nada sedikit kecewa.

Lek Pri tanpa berbicara lalu bergegas menuju rumahnya dan menelisik kabel yang mengarah ke rumah Kakaknya itu. Dengan dada yang naik turun pertanda menahan amarah, Lek Pri pun bertanya kepada Kakak perempuannya Yu Sarni.

"Perbuatan siapa ini?" tanyanya.

"Oh itu, Kang Tarjo yang minta sendiri kok, supaya pakai colokkan saja, biar gampang katanya."

"Sudah, mulai besok saya akan ganti ini. Jangan sekali-kali diputuskan listriknya atau dicabut, kalau ada yang berani melanggarnya, maka akan berhadapan denganku," kata Lek Pri lantang dengan sorot mata tajamnya.

Memang tidak bisa di pungkiri, semua takut dan tidak bisa berkutik saat berhadapan dengan Lek Pri. Meskipun dia anak bungsu, tetapi sangat ditakuti oleh kedua kakak perempuannya itu.

"Kenapa kamu bela dia, Pri? Nanti gede kepalanya." Berbisik Lek Sarni mengutarakan isi hatinya saat kemarahan adiknya keluar tak terbendung.

"Dia Kakak kita, kita harus menghormatinya. Kenapa kamu jahat seperti itu, Yu?"

"Jahat, kamu bilang? Heh, Pri, dengar, ya, dia itu pemalas, miskin pula. Coba kalau dia kaya, pasti 'kan sudah bisa nyambung listrik sendiri kepada petugas PLN?" jawab Yu Sarni sengit.

Tak di pedulikan segala ocehan Kakak perempuannya itu, Lek Pri gegas berdiri dan melangkah menuju kamar tidur untuk meluruskan punggungnya.

❤️❤️❤️❤️❤️

"Mak, bagaimana kalau kita nabung dulu, supaya bisa punya listrik sendiri." Kang Tarjo bicara sama istrinya saat sedang membelah bambu yang akan dijadikan sebagai dinding rumahnya.

"Iya, Insyaallah Pak," kata Yu Mini menanggapi ucapan suaminya.

Berdua mereka bekerja sama membuat dinding yang dari bambu sendiri, dibelah menjadi dua lalu di belah lagi menjadi bagian-bagian yang sama. Bekerja serabutan yang ditekuni Kang Tarjo membuatnya bisa leluasa jika tidak ada pekerjaan maka akan bersantai dan menyibukkan diri untuk membuat dinding bambu.

Tanah yang tersisa masih kosong di belakang rumah mereka, sehingga dijadikan sebagai tempat jemuran dan kamar mandi. Untuk urusan buang air besar, masih berada di area terbuka. Di bawah pohon bambu yang lumayan jaraknya dari rumah mereka.

"Wah, senang, ya sekarang sudah punya rumah sendiri," sapa Mbah Sono tetangga depan rumahnya.

"Iya Mbah, Alhamdulillah." Serempak mereka menjawabnya.

Mbah Sono memang sangat baik kepada Kang Tarjo dan Yu Mini, bahkan sawahnya disuruh untuk digarap oleh mereka selama beberapa tahun ke depan. Supaya bisa makan beras anyar, begitu alasan yang dikatakan oleh Mbah Sono.

Setiap harinya banyak sekali yang datang ke rumah baru Kang Tarjo, hanya untuk singgah atau sekedar duduk dan menyapa saja. Banyak pemuda yang datang membantu menganyam bambu saat para pemuda sedang menunggu antrian mengambil air di samping rumah Pak Sugi.

Tanah Pak Sugi memang di buat sumur bor, airnya melimpah ruah. Sehingga banyak sekali orang-orang datang untuk mengambil air untuk berbagai macam kebutuhan, dari memasak, mandi dan memberi minum kepada hewan ternak milik warga.

"Senang, ya, Kang, punya rumah baru?" tanya salah satu dari mereka.

"Senang dong, jangan lupa mampir kalau kalian lewat, ya," jawab Kang Tarjo seraya menepuk bahu salah satu pemuda itu.

"Pasti dong, Kang," jawabnya seraya tertawa.

Semua sikap orang lain yang ditujukan pada Kang Tarjo membuat Yu Sarni dan Yu Surti semakin panas hatinya dan selalu saja mencari masalah meski Kakaknya itu tidak pernah menanggapinya.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status