Share

Di Antara Dua (Istri)
Di Antara Dua (Istri)
Penulis: Ria Abdullah

1. diam diam menikah

Di antara dua (Istri)

Part 1

Wanita itu sangat cantik, tarha sutra yang menutupi kepala dan sebagian pipinya yang ranum merona menambah pesonanya. Pantas, suamiku tak mampu menahan diri hingga rela mengambil keputusan tanpa bertanya dulu padaku. Iya, mereka menikah!

*

"Jadi ini dia istrimu Mas?" tanyaku lirih.

Bibirku tercekat di hadapan wanita yang duduk di samping Mas Nabil, wanita itu tertunduk malu dan tak berani membalas tatapan mataku, sementara suamiku menggenggam tangannya untuk menguatkannya.

Tak terasa air mata ini meleleh begitu saja, deskripsi rasa sakit yang ada di hatiku seperti ditikam ribuan pisau, disayat dan dicabik dengan keji. Aku terkesima dengan kelakuan suamiku diam diam di belakangku.

Ya, diam diam ia menikahi sepupunya, wanita yang baru saja ditinggal empat bulan meninggal oleh suaminya. Sepupunya yang namanya Sofia itu, teganya wanita itu dengan tanpa rasa malu merebut suamiku. Dulu aku akrab dengannya, lebaran kami selalu bertemu di rumah mertua, tapi sekarang, dia menggenggam tangan suamiku dengan ikrar dia miliknya. Allahu Akbar, sesak dan sakit sekali jantung ini, rasanya ingin bunuh diri di detik ini juga saking kaget dan putus asanya diriku dengan takdir yang begitu mengejutkan.

Sakit hati ini, terlebih untuk pertama kalinya lelaki yang sangat kucintai menggenggam tangan wanita lain di depan mata ini.

"Aku memilih untuk mendengarkan kata-kata keluarga kita demi melindungi kehormatan dan harga diri Sofia, juga melindungi anaknya. Kumohon, jangan merasa cemburu atau sakit hati Iklima."

Haiiii!!! Dia bilang aku tidak boleh cemburu atau sakit hati. Sontak air mataku berhenti mengalir, berganti seakan hujan yang langsung dibalas terik yang panas mendengar ucapannya yang begitu tidak berperasaan.

Apa? Tak boleh cemburu? bukankah kecemburuan adalah bagian dari cinta, kalau tidak punya rasa cemburu artinya tidak cinta! dan kalau sudah tidak cinta untuk apa lagi bersama!

Lalu apakah kebersamaan kami selama ini tidak ada artinya? Sepuluh tahun merajut mahligai rumah tangga, mengarungi bahtera yang kadang lebih banyak badai daripada tenangnya, aku berhasil sejauh ini, aku berhasil dengan perjuanganku mendampinginya. Setelah punya rumah bagus, anak anak sehat dan tabungan cukup, ia malah cari bidadari baru. Allahu, Tuhan, mana deskripsi setia dalam janji yang dia ucapkan di hadapan ibu dan bapakku dulu?!

"Kenapa diam saja, katakan sesuatu Iklima!"

Hah, dia mendesakku untuk menjawab, seakan aku yang sedang jadi pesakitan di hadapan pengantin baru itu. Menjijikkan, mencengangkan, menyakitkan dan hah! suamiku berubah jadi lelaki yang tak kukenali! Ya, kupikir aku sudah tahu seluk beluk hati dan perasaannya tapi ternyata apa kata pepatah benar, dalamnya laut bisa diukur tapi dalamnya hati tidak ada yang tahu.

Hahahaha.

Aku langsung tertawa di hadapan mereka, aku tertawa menertawai kebodohan dan kepolosan hatiku, menertawai betapa aku begitu percaya kepada dan semua perkataan tentang begitu cinta dan sayangnya dia pada kami. Allahu Akbar, hanya takbir yang terus aku kumandangkan di dalam hati karena aku tidak punya penguat saat ini, tidak ada seorangpun yang berdiri di sampingku atau duduk menggenggam tanganku untuk menyaksikan betapa mesra suamiku dan Safia berpegangan tangan untuk saling membela diri.

Air mataku mengalir lagi selagi aku tertawa kedua pasangan itu mengerjitkan alis dan menatapku dengan heran seakan mereka menatap orang gila. Tatapan seperti itu membuatku kehilangan harga diri dan merasa dihinakan, kedua pasangan itu seakan menginjak kepalaku ke dalam kubangan lumpur dan tinja.

Ya mungkin aku gila, separuh akal dan kesadaranku hilang bersama kenyataan Di mana orang yang kucintai malah mencintai orang lain dan memilih untuk merusak kesetiaannya, memecahkan semua janji-janjinya untuk menikahi wanita cantik yang lebih cantik dari istrinya. Ya, hanya karena wanita itu lebih cantik, berjilbab dan konon Sholehah.

Setidaknya, ia malu, Sofia adalah istri sepupunya, tidak adakah lelaki lain selain suamiku yang bisa menikahi janda itu. Lalu apa arti diriku sebagai seorang istri? kenapa harus aku yang berkorban? Kenapa di antara banyaknya lelaki di dalam keluarga kami Kenapa harus suamiku.

"Kenapa aku Mas? Kenapa aku yang harus mengorbankan suamiku untuk wanita yang ada di sampingmu. Kenapa kalian tidak bisa mencarikan lelaki lajang untuk menikahinya Kenapa harus menyakiti istri sendiri demi menyelamatkan mantan istri orang lain?!"

"Iklima, sadarilah perkataanmu! Sofia adalah ibu dari keponakanku. Tidak teganya aku menyaksikan keponakanku mendongak kepada ayah tirinya dengan penuh harapan sementara kita tidak pernah tahu sifat seseorang!"

"Lalu, apa kau yakin akan jadi suami yang adil antara aku dan Sofia! Bisakah kamu membagi kasih sayangmu untuk satu anak wanita itu dan dua anak kita. Lalu bagaimana juga dengan masalah ekonomi, Apa kau punya cukup uang untuk membahagiakan kami semua!"

"Aku mohon jangan mengukur segala sesuatu dengan uang, Iklima. Dengan niat yang baik dan usaha yang tepat, aku pasti bisa mencukupi dan bersikap adil."

Oke. Taruhlah Ia memang bisa bersikap adil dan membagi uangnya dengan baik tapi bagaimana dengan hati dan perasaanku terlebih aku tidak bisa membayangkan sakitnya anak-anakku mengetahui kalau sekarang mereka punya ibu dan saudara tiri. Hati mereka akan sesak, Novia dan Arumi akan shock mengetahui kenyataan bahwa kini ayah mereka bukan milik mereka sendiri.

"Mbak maafkan saya...."

"Diam kau, aku tak sedang bicara padamu!" ujarku dengan geram, mendengar suaranya yang dihalus-haluskan, dimerdu mendayukan untuk meluluhkan seseorang, itu tak mempan, Andai membunuh tidak berdosa, aku ingin mencabik dan merobek dirinya karena sudah lancang menerima lamaran suamiku.

"Iklima, jangan begitu ...." Mas Nabil berusaha meredakan emosiku tapi aku sudah terlanjur sakit hati.

Prang!

Aku langsung memecahkan asbak di hadapan mereka, istri baru suamiku terlonjak kaget dan langsung berdiri, mas Nabil melindungi dia dari pecahan kaca dengan cara memeluknya. Aku makin cemburu, hatiku terbakar, panas, seperti timah yang dilelehkan. Perlakuan dan cara mereka menjadikan keadaan seolah-olah mereka bersama karena aku yang bersalah, seolah-olah pernikahan Suamiku adalah bentuk ketidakpuasannya kepada pelayananku. Seolah Aku wanita penuh kekurangan yang harus digantikan oleh wanita baru, sesak dan membuncah emosi ini hingga aku menangis histeris.

"Jadi, aku yang salah, aku yang bersalah dalam hal ini? Aku yang kurang hingga kau tak tahan untuk menikahinya!"

"Sudah kubilang ini untuk menyelamatkan dia!" Suamiku mengguncangku.

"Memangnya kalau tidak menikah wanita itu akan mati sekarang juga! Kenapa tidak sabar sekali dia menunggu sampai 6 bulan lamanya, sampai ia benar-benar menemukan jodoh baru, kenapa harus suamiku!" Mas nabil berusaha mengendalikan diriku yang meronta sambil memukuli dadanya, aku histeris tapi suaraku serak, tenggorokanku sakit dan aku sudah tidak sanggup lagi, aku lemas dan tersungkur ke lantai, Mas Nabil berusaha menahan tubuhku agar aku tidak terjatuh dan terbentur kepalaku, tapi

kenyataan barusan benar-benar memukul mental dan perasaanku.

Kupikir kabar perkawinan yang dibawa oleh tetanggaku hanya sebuah isapan jempol, tapi malam ini, ia pulang membawa kenyataan itu. Dia pulang memperlihatkan padaku pengantin barunya, istri yang di tangannya kini terlukis gambar henna yang cantik. Allah, sakit, cemburu, terbakar, semuanya menjadi satu.

Dan puncak rasa terkejut itu tiba-tiba membuat kepalaku pusing, mataku berkunang-kunang dan tiba-tiba semuanya gelap!

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
udah bisa ditebak akhir cerita karya si ria abdullah ini. cerita sampah menye2, penuh pertengkaran dg kata2 kotor dan makian.
goodnovel comment avatar
lala
Cerita yg bagus dan menyentuh perasaan
goodnovel comment avatar
Jess
habis nyebut Allahu Akbar lanjutannya keinginan bunuh diri...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status