Share

6. menemui keluarga mertua yang jahat

Di sinilah aku sekarang berdiri di depan sebuah rumah yang cukup besar dan bercat hijau. Di bagian pagar depannya yang dicat dengan hitam ada tumbuh pohon bunga bugenvil. Warnanya yang hijau dan merah muda membuat suasana rumah terkesan semarak dan indah.

Aku perlahan mendorong pintu pagar lalu berangsur masuk ke sana. Kutemukan mertuaku sedang duduk di meja makan sementara nenek Mas Nabil sedang duduk di kursi goyang sambil memperhatikan siaran TV.

"Eh, Iklima, apa kabar?" Ibu mertua menyambutku dengan ramah tapi begitu melihat mataku yang sudah merah oleh air mata dan rona kesedihan yang tidak bisa kusembunyikan, dia langsung canggung dan kehilangan senyumannya.

"Mana anak anak?" tanya ayah mertua yang tengah makan.

"Sekolah," jawabku lirih. Ku cium di tangan ayah mertua lalu dia menatapku dengan wajah canggung. Air mataku tumpah di punggung tangannya dan ia hanya menepuk pundakku dengan perlahan sambil menggeleng pelan.

Aku lalu beralih kepada nenek yang masih duduk di kursi roda yang sejak tadi menatap kepada diriku dan setiap gerak gerikku.

"Apa kabar Nenek?"

"Baik."

Aku bersimpuh di hadapannya sambil memegangi lututnya, aku mendongak menatap matanya lalu perlahan air mataku menetes kembali. Aku ingin protes dan berteriak-teriak tapi rasanya sangat tidak sopan melakukan itu di saat mertuaku sedang sarapan dan nenek sedang menonton berita. Jika aku marah-marah maka mereka akan semakin menyalahkanku dan membenarkan perkawinan suamiku. Aku tidak bisa arogan karena dengan semua sikap itu, akan menjadikannya sebagai alasan bahwa sangat tepat sekali menjodohkan Mas Nabil dengan Sofia, agar anak-anak kami bisa bersikap santun dan tidak mengikuti perangaiku. Ah, ya Allah.

"Kenapa menangis?"

"Bagaimana aku tidak menangis mengetahui kenyataan yang benar-benar menyakitkan ini nenek...."

Wanita yang sedang menggoyangkan kursinya itu langsung menghentikan gerakannya dan memegangi bahuku.

"Nabil hanya aku nikahkan dengan Sofia agar wanita itu tidak mencemarkan keluarga dengan menikahi laki-laki sembarangan, kasihan buyutku. Jangan menangis, Dia hanya menikah, tidak meninggal dunia."

Ya Tuhan, mudah sekali nenek mengatakan kata itu. Meski aku tahu dia adalah pemegang tahta tinggi keluarga dan orang yang paling dihormati seharusnya ia mempertimbangkan tentang perasaanku dan bagaimana gejolak yang akan terjadi.

"Aku tahu betul aku harus bersikap santun dan mengikuti setiap keputusan keluarga, tapi untuk kali ini aku benar-benar tersakiti dan sulit menerima kenyataan yang ada."

"Aku paham," jawab wanita tua berumur tujuh puluh lima tahun itu.

"Aku paham perasaanmu, aku juga punya paham perasaan Sofia yang putus asa dan galau dengan kesendiriannya. Dia benar-benar sedang bahagia saat suaminya meninggalkannya, wanita itu nyaris bunuh diri dalam putus asa, andai Aku tidak mengambil kebijaksanaan agar dia kuberikan seorang suami."

Aku terdiam mencerna semua ucapan buyut dari anak-anakku itu. Jadi, masalah sebenarnya adalah Sofia ingin bunuh diri karena ditinggal suaminya. Mmengingat bahwa dia masih punya anak dan tanggung jawab dan demi menghibur hati wanita itu maka dipilihlah Mas Nabil sebagai suaminya agar dia menguatkannya.

Wanita itu dikuatkan, ya, secepat kilat ia dikuatkan dan dihiburkan. Dia dialihkan dari kenangan tentang suaminya dan secepat itu pula suamiku mengambil bulan madu dengan istri barunya. Aku segera menguasap air mata dan menatap wajah nenek lekat-lekat.

"Seorang wanita yang ditinggal suaminya... apalagi ketika dia begitu mencintainya, tidak akan semudah itu untuk menikah lagi apa lagi sampai mereguk madu asmara secepatnya. Lelaki yang ia nikahi itu... bagaimanapun, Ia adalah suamiku. Harusnya ia punya perasaan tentang hatiku, kalau ia pun seorang wanita yang pernah terluka."

"Aku yang menyuruh mereka untuk bersikap sebagai suami dan istri, sehingga tidak perlu ada kecanggungan dan pernikahan mereka tidak terkesan sebagai pernikahan yang dibuat atas kesepakatan. Aku yang meminta nabil untuk memberikan dia kasih sayang dan perlakuan sebagai istri sah agar wanita itu tidak depresi dan menjadi gila."

Oh bagus, nenek menyelamatkan mental dan kejiwaan wanita itu dari ambang kegilaan tapi dia tidak mempertimbangkan tentang kewarasanku Kalau suamiku diambil dan aku dimadu. Luar biasa. Aku sungguh ingin mengutarakan apa yang ada di hatiku tapi jangan sekali mengatakan semua itu kepada orang yang lebih.

"Bagus sekali nenek menyelamatkan kejiwaan wanita itu, tapi bagaimana aku."

"Tidaklah aku melakukan itu kalau aku tidak yakin bahwa mentalmu adalah mental yang kuat dan Kau Wanita berhati baja."

"Meski begitu aku tetaplah manusia papa, aku punya hati yang lemah dan kesedihan yang tidak bisa kutahan." Aku langsung nangis di hadapan nenek sementara ibu mertua langsung mendekat dan memelukku

"Apakah ada solusi untuk itu, apakah akan datang sebuah keadilan atau bonus untuk pengorbananku? Kenapa nenek harus membagi suamiku. Kenapa tidak cari kandidat lain saja untuk jadi suaminya. Kenapa harus suamiku?!"aku terisak menangis dan tertunduk di hadapan kaki nenek suamiku, aku menangis dan sontak kehilangan tenaga atas semua ucapan yang wanita itu katakan.

Memang yang aku lihat dari perawakannya yang sangar dan wajahnya yang tegas, sepertinya wanita ini memang tidak punya perasaan dan semua keputusannya tidak bisa diganggu gugat. Dia berusaha memberikan kenyamanan untuk Sofia tetapi tidak memikirkan tentang kenyamanan diriku.

"Jadi kau mau bonus? Kau mau dibayar atas semua pengorbananmu?"

Aku menggeleng menanggapi pernyataannya.

"... jadi uang bisa melegakan hatimu? Baiklah, akan kuberikan apa yang kau inginkan jika itu demi kenyamanan keluarga dan keharmonisan kita semua." Semakin deraslah Air mata ini ketika nenek membandingkan penderitaanku dengan pembayaran sejumlah uang. Dia pikir ketika ia memberiku uang maka aku akan diam saja dan menerima penderitaanku.

"Aku tidak mau, Nek."

"Lalu apa yang kau mau? kau ingin Nabil dan Sofia bercerai?!"

"Iya jika itu memungkinkan."

"Bagaimana kalau kau saja yang diceraikan! Pergilah kejar dunia dan kebahagiaanmu. Tinggalkan cucu buyutku sehingga aku dan mertuamu akan memelihara mereka dengan baik. Jika kau tidak menerima keputusanku maka kau ku izinkan untuk melakukan apapun yang kau mau!" Wanita itu menghentakkan tongkatnya lalu menepis diriku dari hadapannya, dia meninggalkanku yang masih menangis pilu di dalam pelukan ibu mertua. Rupanya nenek sangat menyayangi Sofia, rupanya, wanita itu memegang tahta tertinggi setelah kedudukan nenek dalam keluarga ini. Ya tuhan, semakin remuk redam hati ini.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Anna Sanai
kalau bni tua bunuh diri apakah boleh itu baru jawap dari wanita tua itu
goodnovel comment avatar
Zalfa Meisya
terlalu bertele tele,jadi malas bc nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status