Di sinilah aku sekarang berdiri di depan sebuah rumah yang cukup besar dan bercat hijau. Di bagian pagar depannya yang dicat dengan hitam ada tumbuh pohon bunga bugenvil. Warnanya yang hijau dan merah muda membuat suasana rumah terkesan semarak dan indah.
Aku perlahan mendorong pintu pagar lalu berangsur masuk ke sana. Kutemukan mertuaku sedang duduk di meja makan sementara nenek Mas Nabil sedang duduk di kursi goyang sambil memperhatikan siaran TV."Eh, Iklima, apa kabar?" Ibu mertua menyambutku dengan ramah tapi begitu melihat mataku yang sudah merah oleh air mata dan rona kesedihan yang tidak bisa kusembunyikan, dia langsung canggung dan kehilangan senyumannya."Mana anak anak?" tanya ayah mertua yang tengah makan."Sekolah," jawabku lirih. Ku cium di tangan ayah mertua lalu dia menatapku dengan wajah canggung. Air mataku tumpah di punggung tangannya dan ia hanya menepuk pundakku dengan perlahan sambil menggeleng pelan.Aku lalu beralih kepada nenek yang masih duduk di kursi roda yang sejak tadi menatap kepada diriku dan setiap gerak gerikku."Apa kabar Nenek?""Baik."Aku bersimpuh di hadapannya sambil memegangi lututnya, aku mendongak menatap matanya lalu perlahan air mataku menetes kembali. Aku ingin protes dan berteriak-teriak tapi rasanya sangat tidak sopan melakukan itu di saat mertuaku sedang sarapan dan nenek sedang menonton berita. Jika aku marah-marah maka mereka akan semakin menyalahkanku dan membenarkan perkawinan suamiku. Aku tidak bisa arogan karena dengan semua sikap itu, akan menjadikannya sebagai alasan bahwa sangat tepat sekali menjodohkan Mas Nabil dengan Sofia, agar anak-anak kami bisa bersikap santun dan tidak mengikuti perangaiku. Ah, ya Allah."Kenapa menangis?""Bagaimana aku tidak menangis mengetahui kenyataan yang benar-benar menyakitkan ini nenek...."Wanita yang sedang menggoyangkan kursinya itu langsung menghentikan gerakannya dan memegangi bahuku."Nabil hanya aku nikahkan dengan Sofia agar wanita itu tidak mencemarkan keluarga dengan menikahi laki-laki sembarangan, kasihan buyutku. Jangan menangis, Dia hanya menikah, tidak meninggal dunia."Ya Tuhan, mudah sekali nenek mengatakan kata itu. Meski aku tahu dia adalah pemegang tahta tinggi keluarga dan orang yang paling dihormati seharusnya ia mempertimbangkan tentang perasaanku dan bagaimana gejolak yang akan terjadi."Aku tahu betul aku harus bersikap santun dan mengikuti setiap keputusan keluarga, tapi untuk kali ini aku benar-benar tersakiti dan sulit menerima kenyataan yang ada.""Aku paham," jawab wanita tua berumur tujuh puluh lima tahun itu."Aku paham perasaanmu, aku juga punya paham perasaan Sofia yang putus asa dan galau dengan kesendiriannya. Dia benar-benar sedang bahagia saat suaminya meninggalkannya, wanita itu nyaris bunuh diri dalam putus asa, andai Aku tidak mengambil kebijaksanaan agar dia kuberikan seorang suami."Aku terdiam mencerna semua ucapan buyut dari anak-anakku itu. Jadi, masalah sebenarnya adalah Sofia ingin bunuh diri karena ditinggal suaminya. Mmengingat bahwa dia masih punya anak dan tanggung jawab dan demi menghibur hati wanita itu maka dipilihlah Mas Nabil sebagai suaminya agar dia menguatkannya.Wanita itu dikuatkan, ya, secepat kilat ia dikuatkan dan dihiburkan. Dia dialihkan dari kenangan tentang suaminya dan secepat itu pula suamiku mengambil bulan madu dengan istri barunya. Aku segera menguasap air mata dan menatap wajah nenek lekat-lekat."Seorang wanita yang ditinggal suaminya... apalagi ketika dia begitu mencintainya, tidak akan semudah itu untuk menikah lagi apa lagi sampai mereguk madu asmara secepatnya. Lelaki yang ia nikahi itu... bagaimanapun, Ia adalah suamiku. Harusnya ia punya perasaan tentang hatiku, kalau ia pun seorang wanita yang pernah terluka.""Aku yang menyuruh mereka untuk bersikap sebagai suami dan istri, sehingga tidak perlu ada kecanggungan dan pernikahan mereka tidak terkesan sebagai pernikahan yang dibuat atas kesepakatan. Aku yang meminta nabil untuk memberikan dia kasih sayang dan perlakuan sebagai istri sah agar wanita itu tidak depresi dan menjadi gila."Oh bagus, nenek menyelamatkan mental dan kejiwaan wanita itu dari ambang kegilaan tapi dia tidak mempertimbangkan tentang kewarasanku Kalau suamiku diambil dan aku dimadu. Luar biasa. Aku sungguh ingin mengutarakan apa yang ada di hatiku tapi jangan sekali mengatakan semua itu kepada orang yang lebih."Bagus sekali nenek menyelamatkan kejiwaan wanita itu, tapi bagaimana aku.""Tidaklah aku melakukan itu kalau aku tidak yakin bahwa mentalmu adalah mental yang kuat dan Kau Wanita berhati baja.""Meski begitu aku tetaplah manusia papa, aku punya hati yang lemah dan kesedihan yang tidak bisa kutahan." Aku langsung nangis di hadapan nenek sementara ibu mertua langsung mendekat dan memelukku"Apakah ada solusi untuk itu, apakah akan datang sebuah keadilan atau bonus untuk pengorbananku? Kenapa nenek harus membagi suamiku. Kenapa tidak cari kandidat lain saja untuk jadi suaminya. Kenapa harus suamiku?!"aku terisak menangis dan tertunduk di hadapan kaki nenek suamiku, aku menangis dan sontak kehilangan tenaga atas semua ucapan yang wanita itu katakan.Memang yang aku lihat dari perawakannya yang sangar dan wajahnya yang tegas, sepertinya wanita ini memang tidak punya perasaan dan semua keputusannya tidak bisa diganggu gugat. Dia berusaha memberikan kenyamanan untuk Sofia tetapi tidak memikirkan tentang kenyamanan diriku."Jadi kau mau bonus? Kau mau dibayar atas semua pengorbananmu?"Aku menggeleng menanggapi pernyataannya."... jadi uang bisa melegakan hatimu? Baiklah, akan kuberikan apa yang kau inginkan jika itu demi kenyamanan keluarga dan keharmonisan kita semua." Semakin deraslah Air mata ini ketika nenek membandingkan penderitaanku dengan pembayaran sejumlah uang. Dia pikir ketika ia memberiku uang maka aku akan diam saja dan menerima penderitaanku."Aku tidak mau, Nek.""Lalu apa yang kau mau? kau ingin Nabil dan Sofia bercerai?!""Iya jika itu memungkinkan.""Bagaimana kalau kau saja yang diceraikan! Pergilah kejar dunia dan kebahagiaanmu. Tinggalkan cucu buyutku sehingga aku dan mertuamu akan memelihara mereka dengan baik. Jika kau tidak menerima keputusanku maka kau ku izinkan untuk melakukan apapun yang kau mau!" Wanita itu menghentakkan tongkatnya lalu menepis diriku dari hadapannya, dia meninggalkanku yang masih menangis pilu di dalam pelukan ibu mertua. Rupanya nenek sangat menyayangi Sofia, rupanya, wanita itu memegang tahta tertinggi setelah kedudukan nenek dalam keluarga ini. Ya tuhan, semakin remuk redam hati ini.Aku pulang dengan luka hati yang demikian besar akibat kata-kata dan perbuatan nenek yang sangat menyakitkan. Apakah salah jika aku memprotes tentang keputusannya yang tidak begitu menguntungkan untuk diriku? Herannya dia malah menawarkan akulah yang akan diceraikan oleh suamiku. Dia dia mau minta aku untuk meninggalkan suamiku agar dia bisa bahagia dengan Sofia. Yang benar saja.Aku lemas, terkulai sesampainya di rumah, aku pergi ke kamar lalu menutup pintunya dengan rapat kemudian menumpahkan semua tangisanku sambil menghenyakkan diri di pinggir tempat tidur. Kubenamkan wajahku di kasur hingga aku bisa menangis dengan kencang tanpa seorangpun yang bisa mendengarnya. Aku menangis meluahkan segala rasa dan kekecewaan serta memprotes keputusan tuhan yang begitu mengejutkan dan rasanya tidak adil.Kata orang segala sesuatu yang terjadi pasti ada hikmahnya. Mustahil Tuhan merencanakan sesuatu jika itu tidak baik bagi umatnya. Namun di waktu sekarang, ku sama sekali tidak melihat solusi,
Aku kembali ke rumah yang baru kudatangi jam 07.00 pagi tadi. Keanggunan bunga bugenvil yang diterpa angin, bergoyang perlahan menyambut kedatangan kami yang tengah terbakar oleh api kemarahan dan kekecewaan. Aku menatap daun kelopaknya yang berwarna pink keunguan lalu tiba-tiba tersadar dengan sentakan tangan Ayah yang memintaku untuk segera turun dari mobilnya."Ayo turun."Ayah memberi isyarat dengan anggukan dan tatapan wajahnya untuk pertama kali terlihat sangat tegas dan menyeramkan."Ayah, aku takut....""Kenapa takut ketika mereka memintamu untuk menjadi istri anak mereka dan menantu di rumah ini mereka sama sekali tidak takut. Jika mereka bisa berbuat sesukanya lantas aku pun bisa memprotes!" jawab ayah dengan tegas."Tidak ayah...""Rupanya keluarga ini punya ilmu pengasihan dan sesuatu yang bisa menundukkan orang sehingga kau yang selama ini ayah kenal punya mental kuat, menjadi ketakutan dan gentar," ujar Ayahku sambil menarik tangan ini dari mobilnya."Bu-bukan begitu, ba
Setelah berbicara panjang lebar dengan keluarga itu Ayah kemudian memaksaku untuk pulang dan mengantarku ke rumah.Di mobil Ayah terus mengoceh, bicara panjang lebar tentang bagaimana caraku mengambil sikap dan berusaha untuk tetap tegar lagi tegas."Kau dengar apa yang nenek tua itu katakan ketika kita keluar!" tanya ayah kepada Bunda, sebenarnya Ibuku mendengarnya dengan jelas tapi beliau tidak ingin memperparah kemarahan ayah. Ibuku dengan penuh kelembutan dan kasih sayangnya berusaha untuk menenangkan suaminya dengan cara mengelus bahunya."Sabar Mas... Jangan menjadikan harga diri kita sama seperti mereka."Ayah mendengus ayah lalu beralih kepadaku."Dengar Iklima, kau harus mendesak Nabil untuk segera bercerai dan meminta dia kembali padamu. Bagaimanapun kalian punya anak dan anak harus dipertahankan kebahagiaannya.""Iya ayah," jawabku sambil menelan ludah. Kedengarannya mudah tapi prakteknya sangat susah."Aku berharap bertemu dengannya begitu aku mengantarmu pulang." Ayah ter
Aku menyadari betul dengan siapa aku berhadapan, Sofia anak orang kaya dengan aset warisan yang banyak, kusadari bahwa tidak masuk akal menikahkan suamiku dengan dirinya hanya demi wanita itu ada yang menafkahi dan melindungi. Tanpa mas Nabil pun, dia tetap punya uang dan keluarganya tetap melindunginya.Mungkin poinnya, suamiku mirip dengan mantan suaminya, keluarga kami juga akrab satu sama lain, jadi karena Sofia sulit move on dan nyaris gila, maka nenek mengambil keputusan untuk membuat Nabil menerima akad atas dirinya.Ya tuhan, tapi tetap saja, kenapa harus menikah?!Meski keluargaku tidak sekaya keluarga Sofia tapi Ayahku juga pegawai badan usaha milik negara yang penghasilannya tak bisa dikatakan sedikit, kami hidup seperti masyarakat pada umumnya, tidak mewah tapi berkecukupan. Punya rumah yang bagus serta dua buah mobil, ayah juga punya aset sawah dan perkebunan, juga kolam ikan. Sebenarnya nilai dan derajat keluarga kami sama saja dengan keluarga Mas Nabil.Mungkinkah k
"kak mau kemana?"tanya sepupuku Rihanna begitu melihat Mas Nabil keluar dari kamar kami dengan cara membenturkan pintu dengan keras."Pergi.""Kak, kok kakak pergi terus sih? Kakak tahu sendiri kan, kalau mbak iklimah sangat sedih?""Tolong jaga dia ya, aku ada urusan di luar," ucap suamiku yang berkata dengan lembut kepada adik sepupuku."Kak, tolonglah...""Kau tidak akan mengerti urusan orang dewasa belajar dengan tekun dan jaga keponakanmu."Sekuat apapun aku dan orang yang ada di rumah ini untuk menahannya, dia yang sangat mementingkan istri barunya tidak akan peduli dengan perasaan ataupun perkataan kami.Tidak ada yang bisa kulakukan selain hanya meneteskan air mata. Saat ini pikiranku kelam, menghitam dan aku tidak melihat sedikit pun cahaya yang akan menuntunku kepada keputusan terbaik. Akankah pernikahan Suamiku menjadi akhir dari pernikahan kami.Hal terburuk yang sampai saat ini terus menusuk hati dan perasaanku adalah kenapa aku yang begitu yakin dengan kebahagiaan perni
Kedua putriku terlihat kaget dan bingung, mereka menetap kami dengan wajah ketakutan sementara suamiku yang menyadari tentang sikap anaknya itu langsung tersenyum dan menghampiri mereka."Kenapa ayah berteriak?""Ah, tidak, tadi, ada tikus. Jangan khawatir Sayang, kalian tidurlah," ucap suamiku sambil mengecup kening anaknya."Jangan bertengkar ayah," kata Novia dengan sedih, sepertinya ia menyadari percakapan kami."Tidak sayang.""Kami tidak ingin ayah dan bunda bertengkar.""Tidak kok," jawab Mas Nabil dengan senyum dan pelukan, aku hanya menatap itu dan terdiam sambil melirik adik sepupuku yang menggelengkan kepala sambil memijit di keningnya.Saat anak-anak kembali ke kamarnya Mas Nabil memberiku isyarat agar kami berdua bisa bicara di kamar saja. Aku mengikuti langkahnya masuk ke kamar kami lalu mengunci pintu."Sudah, aku tidak mau banyak bicara lagi.""Aku juga tidak ingin banyak bicara, hati dan mentalku lelah hingga membuat perasaanku tidak nyaman serta badanku menjadi sakit
"lebih baik kau memusuhiku dan tidak melayaniku dibandingkan kau melakukannya dengan hati yang tersakiti," ucapnya lirih."Aku memang sakit hati, tapi peranku sebagai seorang istri tidak bisa diabaikan, jangan khawatir, pergilah ke kantor, hasilkan uang yang banyak agar aku dan istri barumu bisa berfoya-foya," jawabku sambil tertawa. Aku segera menyapu dan mengabaikan dirinya yang masih di dapur."Apakah kau sedang merencanakan sesuatu untuk menghancurkan keluarga kita?""Apakah hatimu sewas-was itu karena kesalahan yang kau buat?" tanyaku sambil semakin mengejek perkataannya."Dia terpaku dan tidak mampu menjawabku, dan meski aku telah menyiapkan sarapan lezat serta menghidangkannya ke atas meja dia sama sekali tidak berani menyentuhnya, jangankan menyentuh melirik pun tidak."Pergi dan ganti bajumu lalu makan sarapanmu aku akan tersinggung kalau kau tidak makan," ujarku sambil menepuk bahunya pelan, suamiku semakin merinding dengan perlakuanku."Aku takut dengan perubahanmu.""Janga
Aku tahu dia akan khawatir tapi terlalu telat untuk pulang ke sini dan mencegah diri ini. Hari telah menjelang pukul 04.00 sore, ia tidak akan punya waktu untuk bolak-balik dari sini ke rumah orang tuanya karena itu akan memakan waktu 1 jam. Belum lagi kalau ia terjebak macet karena jam seperti ini adalah jam sibuk pulang kantor."Apa yang akan kita lakukan di sana?""Mungkin kita akan saksikan dulu jalannya acara lalu di puncak semua itu kita baru akan tampil kalau mereka sedang berpesta dan berjoget menikmati acara maka kita akan membaur di sana.""Tidakkah orang akan berpikir kalau mbak bahagia dengan pesta itu?""Tenang saja itu tidak akan seperti pemikiran orang.""Hmm, aku sangat antusias kalau begitu.""Iya, makanya ayo ganti baju, acaranya akan dimulai jam lima sore hingga malam. Aku yakin, mengundang banyak tamu dan menyiapkan banyak makanan.""Bagaimana kalau kita undang orang se-RT komplek ini untuk menghabiskan hidangan. Belum lagi orang-orang di sekitar sini pasti akan m