Share

2. Malam Yang Sama

Delia lantas masuk ke kamar untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Ia menatap wajah dirinya di kaca, gadis itu tersenyum karena mahkota bunga masih berada di kepalanya. Ia membayangkan menjadi seorang putri kecil yang cantik. Lalu menari-nari di kamar memutari setiap sudut ruangan.

“Bruk!.”

Dirinya terjatuh karena lantai begitu licin, Delia pun tartawa dengan tingkahnya sendiri. Lalu ia beranjak berdiri dan merebahkan badan nya di atas kasur. Sambil menatap langit-langit atap kamar, petualangan tadi pagi membuat ia begitu lelah mata nya tak bisa tertahankan lagi. Delia  terkantuk-kantuk akhirnya tak sadar mulai terlelap. Ibu Delia yang membawa makanan hanya geleng-geleng kepala melihat putri kecilnya tertidur, ia lantas pergi sembari menutup pintu.

Hari semakin sore awan di langit tampak hitam dan suara gemuruh mulai terdengar sontak membuat Delia terbangun. Ia sangat murung karena hujan mulai turun, delia menatap langit lewat jendela kayu ia bergumam “hari ini tak bisa melihat senja.” dengan tatapan yang sendu. Tiba-tiba suara petir terdengar keras gadis itu sangat terkejut dan bergegas menutup korden.

Delia membuka pintu kamar lantas melangkah menatap setiap ruangan begitu gelap, ia mencoba menyalakan lampu namun tak bisa menyala. Delia sangat ketakutan ia phobia gelap karena suatu kejadian di masa kecilnya yang membuat ia trauma hingga saat ini.

***

Flashback

Waktu itu Delia berumur 5 tahun ia sedang bermain sendiri di kamar. Ibunya memanggil tuk mengajak Delia  pergi. Namun Delia tak menghiraukan ibunya, lantas melakukan permainan petak umpet sembari bersembunyi di dalam lemari. Dan ibunya yang tak melihat keberadaan Delia menganggap ia sedang bermain ke luar rumah. Delia pun tertawa kecil karena sang Ibu tak bisa menemukannya. Lalu mulai membuka pintu lemari tapi begitu keras ia berusaha mendorong dengan tangan mungil nya namun tak bisa juga. Lantas gadis kecil itu berteriak dengan keras meminta tolong tetapi semua orang sedang pergi. Di dalam lemari yang begitu gelap membuat Delia membayangkan ada monster yang mengerikan ia sangat takut dan akhirnya gadis kecil itu pingsan tak sadarkan diri.

Beberapa menit kemudian Ibunya pulang dan ia menyadari Delia tak keluar dari rumah karena sandal Delia masih ada di depan. Lantas ibunya mengecek kembali ke kamar Delia, dan melihat ke beberapa sudut kamar. Mainan Delia berserakan di lantai ibunya pun langsung merapihkan dan menaruhnya dalam kardus. Ia mencari Delia namun tak bisa menemukan nya di manapun. Sampai mata ibu langsung tertuju pada lemari,ada baju Delia yang terhimpit di celah pintu. Ibunya bergegas membuka pintu lemari dan betapa terkejutnya ia melihat Delia yang pingsan. Delia lantas di peluk sang Ibu dan Gadis itu sontak tersadar ia pun menangis. Delia jera dan tak akan melakukannya lagi. 

***

“Arkhhh…!arkhh…!.”

Delia berteriak penuh ketakutan orang tua yang mendengarnya pun lantas menghapiri Delia.

"Maafkan Ibu sama Ayah ya nak! Delia jangan nangis lagi ya? cup cup cup!" Ucap Ibunya sambil mengusap air mata Delia.

Mereka meminta maaf karena tak langsung menemui putri kecilnya. Orang tua nya yang sedari tadi di dapur tak menyadari jika Delia sudah terbangun. Karena hujan begitu lebat membuat beberapa pohon di jalan tumbang dan menimpa kabel listrik. Hal ini membuat konsleting guna perbaikan dilakukan lah pemadaman serentak. Delia pun langsung di peluk ke dua orang tuanya agar ia bisa lebih tenang.

Delia merupakan anak tunggal yang membuat ia sangat di sayang ke dua orang tuanya. Ayahnya bekerja menjadi dosen seni di sebuah universitas, ia menurunkan bakatnya pada Delia. Sedangkan ibunya berjualan bunga di toko kecil dekat mall, ibunya yang modis dan sangat suka merangkai bunga begitu pun dengan Delia.

Di sisi lain ada  keributan besar dari sebuah keluarga kecil. Suami istri itu bertengkar hebat karena beberapa masalah. Di lorong gelap terdapat dua anak kecil yang termenung. kaka itu menatap Adiknya dengan lembut, menutupi telinga sang adik kecil menggunakan ke dua tangan. Ia berusaha menenangkan agar tak menangis.

“Kaka kenapa Papa selalu marah!” Ucap polos Adik kecil di sampingnya.

“Papa hanya capek dia kelelahan bekerja,” seru kaka nya sembari menutup kedua telinga sang adik.

Kaka laki-laki itu adalah Damar keluarganya mengalami kebangkrutan yang membuat ke dua orang tuanya selalu berselisih paham. Anak laki-laki malang itu dituntut dewasa oleh keadaan.

“Prang.”

Suara keras piring jatuh membuat serpihan kaca dimana-mana Papa Damar tersulut emosi lantas melempar barang apapun di depan nya.

“Aku butuh uang,!” ucap Papa Damar penuh emosi.

"Kenapa kamu mengahabiskan semua uang untuk berjudi! bagaimana kita membayar hutang ke renternir!” Seru Mama Damar.

Mama Damar begitu pusing ia tak sanggup menghadapi suaminya yang selalu marah-marah karna kelakuan nya sendiri. Mama Damar tak menyangka dengan sosok laki-laki di depannya, sangat berbeda seperti tak mengenali nya lagi. Mama Damar sangat kecewa dulu laki-laki itu sosok yang penyayang dan bertanggung jawab. Semenjak kalah berjudi yang menguras semua harta nya lantas bangkrut. Papa Damar mulai hutang di manapun untuk menutupi kerugian. Karna tak ada suntikan modal membuat usaha yang dirintis sejak dulu harus tumbang. Kini papa damar tak memiliki pemasukan karna ia tidak bekerja. Apalagi perjudian sudah terlanjur mengikat Papa Damar yang hilang arah ia menjadi sosok egois dan arogan.

Damar yang setiap hari melihat perselisihan keluarganya membuat ia tak memikirkan perasaan dalam hatinya yang juga ingin menangis, tapi terhenti karena tatapan polos Adik kecil di hadapannya yang tersenyum. Ia pun mengelus lembut rambut panjang Adiknya dan memeluk begitu erat. Air matanya jatuh tak bisa tertahan dia menangis di keheningan. Ke dua sahabat itu mengalami malam yang sama tapi dengan suasana yang berbeda.

***

Keesokan harinya

Di dalam sebuah kelas Bu Guru mengumumkan bahwa akan diadakan lomba puisi dan pemenangnya bisa mendapatkan beberapa hadiah. Delia yang begitu tertarik sontak menatap Damar sambil berbisik.

“Aku ingin ikut bagaimana dengan mu?” Ucap Delia.

Damar lantas mengangguk dan memberikan satu jempol tangan nya untuk memberikan semangat.

"Ayo kita mengikuti lomba puisi!” Ucap Delia penuh semangat.

“Kamu saja Delia!” Sahut Damar.

Delia mengajak Damar untuk mengikuti lomba ini, tetapi Damar masih ingin mempertimbangkannya. Karena ia tak punya uang untuk membayar pendaftaran, keluarganya sedang di masa sulit. Ia tak tega meminta uang pada Mamahnya. Sepulang sekolah mereka berniat bertemu di bukit tepi laut untuk membuat puisi bersama. Anak perempuan yang duduk di dekat Delia juga ingin ikut dengan nya dan dua teman Damar yang mendengarkan percakapan itu juga berniat ingin ke bukit. Akhirnya ke lima anak sd ini berniat akan bertemu di bukit tepi Laut. Lantas mereka bersiap-siap untuk pergi ke bukit.

Hari begitu terik sinar matahari menyilaukan pandangan matanya. Dengan mengenakan tas ransel berwarna merah muda gadis itu mengayuh sekuat tenaga sepeda yang di bawanya. Angin menuip menerbangkan rambut panjang yang cantik. Iya tersenyum melihat teman-temannya sudah berkumpul, mereka semua melambaikan tangan dan mengajak gadis itu secepatnya ke bukit.

“Delia!” Teriak keempat anak itu.

“Delia kamu sangat cantik,” ucap Romi menatap wajah Delia.

Delia hanya terdiam dengan perkataan Romi, semua teman-temannya menahan senyum menatap satu sama lain. Namun berbeda dengan Damar ia sedikit kesal dengan perkataan Romi. Akhirnya mereka semua mengayuh sepeda nya masing-masing untuk pergi ke bukit tepi Laut. Jalan yang begitu becek menyulitkan sepeda masuk ke dalam bukit. Maka mereka memarkirkan sepedanya masing-masing di tepi jalan.

Delia pun berlari menuju atas bukit bersama teman sebangkunya yang bernama Ayuna, suara burung bersautan seperti menyambut kedatangan mereka. Udara yang begitu segar membuat siapapun betah di sana. Mereka semua mulai duduk di tanah bukit sambil menatap keindahan Laut. Delia fokus menulis puisi untuk lomba besok, karena dari lima anak itu hanya Delia yang mengikuti lomba. Mereka tidak begitu tertarik dengan lomba itu. Damar langsung menghampiri Delia dan membantunya membuat puisi hal itu membuat Delia sangat senang.

"Damar aku ingin membuat puisi tentang senja!” Ucap Delia menyodorkan secarik kertas.

"Wah itu bagus Delia.!”

Delia fokus merangkai sebuah syair puisi ia sesekali menatap langit, jika saat ini petang pasti akan lebih mudah menggambarkan keindahan senja. Namun tak apa sahabat di samping nya berbaik hati mau membantu nya. Delia terus memandang wajah Damar yang terlalu fokus, Anak laki-laki itu menyadari nya lalu tersenyum.

Ayuna lantas menghampiri Delia mengajak untuk mencari beberapa bunga liar di tepi bukit. Dua Gadis itu mulai merangkai bunga dan menjadikannya sebagai mahkota lalu mereka berKhayal menjadi seorang putri kerajaan, anak laki-laki yang melihat pun keheranan dengan tingkah ke dua Gadis itu. Akhirnya mereka semua bermain diatas bukit hingga menuju petang, Delia yang melihat langit mulai sore sudah tak sabar ingin melihat senja. Kelima anak sd itu terpaku di atas bukit sambil memandang senja mereka penuh takjub warna langit yang tadinya biru seketika berubah oren kekuningan lalu memerah bersamaan tenggelamnya mentari.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status