Share

3. Aku Pemenangnya

Setelah puas melihat senja ke lima anak sd itu bergegas pulang ke rumahnya masing-masing. Sambil mengayuh sepeda dengan penuh cemas hatinya gelisah Damar tak ingin pulang ke rumah. Begitu sampai di muka pintu, benar saja sudah terdengar suara bising pecahan benda yang jatuh. Damar sangat benci dengan suara itu ia menutup kedua telinganya berharap semua itu cepat hilang. Keributan ke dua orang tuanya terdengar jelas dari luar. Tangisan adik kecil membuat ia tak tega, anak malang itu tak hiraukan apapun dan masuk ke dalam rumah. Papa damar yang melihat anaknya seketika marah karena pulang telat.

“Kemana saja kamu?” Tanya Papa Damar penuh kemarahan.

Damar hanya terdiam dan langsung pergi menemui adiknya Papa Damar pun kesal dengan tingkah laku anaknya ia terus menyalahkan Mama Damar karena tak becus mendidik anak.

“Lihat anakmu! tak punya sopan santun!’’ Ucap Papa Damar penuh kesal.

Mamanya yang muak tak mengatakan apapun ia hanya duduk dan memalingkan wajahnya. Hal itu menambah kemarahan Papa Damar, dengan wajah geram dia pergi lalu membanting keras pintu depan.

Damar langsung memeluk erat adik nya ia menenangkan dengan penuh kasih sayang. Anak malang itu berkata “Adek jangan sedih lagi Kaka akan selalu bersama Adek.” Ucap sang Kaka memeluk erat tubuh kecil Adiknya.

Mama Damar termenung tak tega melihat ke dua anak itu lantas  menjadi korban. Sontak Mama Damar mencari cara agar bisa terbebas dari penderitaan ini.Tetapi pikirannya buntu Mama Damar merasa tidak mampu menjadi seorang Ibu yang baik karena tak bisa melindungi kedua anaknya.

Wanita itu berjalan langkah kakinya tergopoh-gopoh tatapan yang begitu kosong. Membuat Damar cemas dan mengikutinya. Mama Damar mulai berpikir gila ia beranjak pergi ke dapur lalu mengambil sebilah pisau dan ingin menusuk perutnya. Damar yang membututi Mamanya sontak terkejut dengan tidakan yang akan dilakukan olehnya.

Ia pun memegang erat tangan wanita itu agar tidak bertindak buruk.“Mama jangan Ma sadar!” ucap Damar sambil menangis .

Mama nya begitu frustasi ia bertindak nekat berharap penderitaan ini cepat berlalu. Damar langsung menarik erat pisau itu dari tangan sang Mama sampai terhempas ke ujung tembok.

“Jangan halangi Mama Damar!” Ucap Mamanya penuh kesal.

Mamanya gusar dan medorong Damar hingga terjatuh,dahinya tergores meja kayu yang runcing dan lantas berdarah.Mama damar lalu tersadar dengan tindakannya ia sangat menyesal. Karena yang seharusnya memberi perlindungan malah sebaliknya. Tangannya gemetar memegang lembut wajah Damar darah terus mengalir di dahinya.

Wanita itu bergegas mengambil kotak p3k untuk mengobati luka Damar. Mama Damar tak hentinya menangis sambil mengusap lembut dahi anaknya.

“Aw,!” ucap Damar kesakitan.

“Maafin Mama nak.! Mama gak bisa lindungi kamu!” Ujar Mama Damar penuh sesal.

“Iya Mah! Mama tapi jangan nglakuin ini lagi ya.? Damar takut Mama kenapa-napa.!”

Mendengar perkataan Damar Mamanya meratap langsung memeluk sang putra dengan erat. Ia berjanji tak akan melakukan hal nekat ini lagi. Adiknya yang tak tau apapun lantas menangis akhirnya mereka bertiga berpelukan dengan erat.

***

Di tempat lain Delia yang sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti perlombaan puisi. Ia pergi ke mall bersama Ibunya membeli baju agar bisa di pakai besok. Delia pun meminta Ibunya memilihkan sebuah baju yang cantik. Ibunya berantusias dan sangat mendukung apapun yang dilakukan Delia. Dia memilihkan  baju gaun panjang berwarna oren kemerahan dan ada pita di belakangnya. Delia sangat suka dengan pilihan Ibunya ia lantas berterima kasih.

“Wah ini sangat bagus Ibu terimakasih!” Ucap Delia sambil menari-nari memegang gaun itu.

Di sepanjang jalan Delia terus memeluk gaun itu dan selalu membayangkan tentang penampilannya besok. Sampai di rumah Delia menggantung gaun yang ia beli di lemari lalu gadis itu mulai merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Delia tak bisa tidur karena terlalu senang ia berusaha menutup mata namun tetap saja tak bisa. Sampai waktu mulai larut, pada pertengahan malam suara detak jam terdengar jelas. Suasananya begitu sunyi dan sepi, lama-lama mata Delia mulai lelah ia tak sadar mulai terlelap.

"Gimana Delia suka?" Ucap Ibunya sembari memakaikan sebuah pita.

Ibu Delia sedang merias putri kecilnya dengan mengucir rambut menggunakan pita. Gadis kecil itu tampak menawan dan penuh percaya diri. Ibunya memberikan semangat agar dapat mengikuti lomba dengan sebaik mungkin.

“Delia semangat sayang!” Ucap Ibunya menyemangati.

“Siap! ibu mana ayah?" Sahut Delia bertanya-tanya.

“Ayah udah berangkat kerja nak! mending cepetan berangkat sekolah  nanti telat loh!” Ucap sang Ibu mencubit lembut pipi Putrinya itu.

Delia lantas bersalaman bergegas pergi ke sekolah dengan menaiki sepeda. Ia menggoyang-goyangkan kepalanya dan sesekali tersenyum. Udara sejuk di pagi hari memberikan semangat, Delia menyapa pada sang mentari. Ia berpacu dengan waktu segera mengayuh sepeda dengan cepat agar tak terlambat ke sekolah. Sesampainya di sekolah anak-anak sd melihat Delia penuh takjum, ia sangat cantik dengan pita di kepalanya.

Delia tak begitu menghiraukan  ia lantas mencari sahabatnya Damar. Gadis kecil itu melangkah di setiap ruangan kelas namun tak melihat keberadaan Damar. Delia bertanya pada siapapun namun mereka tak tahu keberadaan Damar.

“Romi kamu tahu Damar dimana?” Ucap Delia memandang Romi.

Romi hanya terdiam lama terpaku menatap teman di depan nya begitu cantik. Dengan menggelengakan kepala Delia lantas meninggalkan Romi. Ia sangat bingung kenapa Damar belum ada di sekolah karena damar anak yang rajin tak pernah sekali pun berangkat telat. Sambil menunggu damar Delia  membuka secarik kertas di tasnya lalu berlatih puisi untuk lomba nanti. Delia berlatih di sudut ruangan menghadap ke jendela. Ia membaca puisi itu penuh dengan emosi menghayati setiap bait-bait kata. Gadis itu menulis puisi berjudul senja yang penuh dengan kerinduan. Senja yang mengahdirkan malam merubah warna langit menjadi oren kemerah-merahan.

Ketika menatap ke depan kaca mata delia langsung terbelalak tertuju pada sosok yang ia lihat. Gadis itu syok dengan dahi Damar terbalut kain kasa. Delia pun langsung lari menuju Damar dan merangkulnya, bertanya apa yang terjadi pada sahabatnya itu.

“Damar kenapa dahi kamu,?” ucap panik Delia melihat dahi Damar yang terluka.

“Ngga apa-apa kok aku hanya terjatuh Delia,!” ucap Damar memandang wajah Delia.

Damar yang melihat sosok delia penuh kagum sahabat yang ia kenal begitu cantik. Tangan Delia mengelus lembut dahi Damar yang terluka. Anak laki-laki itu tersipu malu dengan perlakuan lembut sahabatnya. Pipi nya memerah mencoba memalingkan mata, jantungnya berdegup kencang membuat Damar heran dengan perasaannya. Delia lantas memegang erat tangan damar mereka bergandengan dua mata saling bertatapan lalu tersenyum.

Tak lama bel berbunyi semua anak langsung menuju ke aula sekolah untuk melihat perlombaan. Delia mengaitkan kertas nomor di bajunya menggunakan jarum. Ia mendapat giliran ke 7 untuk maju dan menampilkan puisi yang akan ia persembahkan. Gadis itu duduk diantara peserta lain pada kursi kayu dekat panggung. Delia sangat gugup ini pertama kali nya ia membacakan puisi di lihat banyak orang. Damar dari kejauhan memberikan semangat agar delia tidak merasa gugup. Delia pun tersenyum lantas menarik nafas dalam-dalam agar lebih tenang.

Satu-persatu peserta lomba mulai maju dan menampilkan sebaik mungkin. Delia menunggu dengan sabar, saat ini peserta no lima sudah mulai menampilkan puisinya, suaranya begitu lantang anak itu  sangat mengahayati isi puisi yang ia bawa.Delia sangat kagum dengan peserta no 5 syair yang di baca sangat indah dan menggunakan intonasi jelas.Semua orang pun takjub dengan penampilan puisi yang diberikan.Dan mereka semua bertepuk tangan mengapresiasi,beberapa peserta sudah mempersembahkan puisinya masing-masing. Guru mulai memanggil peserta no 7 untuk maju dengan percaya diri Delia membacakan bait demi bait syair yang ia buat bersama Damar berjudul senja.

Senja

Kau memberikan ketenangan

Datangmu penuh harap

Meninggalkan kesepian

Ketika kau pergi,

Pertemukan ku dengan malam

Senja aku tak ingin sendiri

Penuh asa menunggu mu datang

Memandang pelik di tepi Pantai

Riuh suara desir angin

Menyapu keheningan

Semua orang lantas bertepuk tangan dengan puisi yang di bacakan Delia. Gadis itu pun sangat senang tak hentinya tersenyum,di belakang Damar melambai ber isyarat memberikan selamat pada sahabatnya. Delia yang melihatnya pun ikut melambaikan tangan dan lantas menemui Damar. Mereka berdua duduk bersama sambil menunggu pemenang lomba yang akan di baca oleh Juri. Delia sudah tak sabar menunggu sesekali melihat kesekitar ruangan. Dan pada akhirnya Juri membacakan juara puisi di atas panggung.

Pada juara ke tiga juri memberikan selamat pada nomor peserta ke 1, dan anak itu pun ke depan panggung untuk mendapatkan piala. Delia ikut senang melihat nya dan ia penasaran dengan juara berikutnya.

Lalu juri mulai membacakan “juara ke dua yang di raih oleh peserta no 9.” Semua orang memberi tepuk tangan lantas anak itu langsng maju untuk mndapatkan piala.

Sekarang juara yang di tunggu-tunggu delia sangat penasaran siapa yang berada di posisi juara pertama. Dan ia pun tak begitu berharap untuk menang dalam perlombaan. Karna kata Ibunya yang terpenting Delia sudah berusaha dengan bersungguh-sungguh. Seorang juri mulai ke depan panggung dan menyalakan mikrofon.

“Baik semuanya di sini saya akan mengumumkan juara yang ditunggu-tunggu, juara pertama di peroleh peserta pada nomor ke 5. Selamat!” Ucap juri memberikan selamat.

Delia pun sudah menyangka karena peserta no 5 sangat bagus ia pantas untuk mejadi juara pertama. Karena acara sudah mulai selesai delia bergegas meninggalkan aula bersama Damar. Tiba-tiba guru mengumumkan bahwa ada juara yang belum disampaikan yaitu juara pada puisi dengan syair terbaik.

“Dan atas perundingan juri kami menemukan juara dengan syair terbaik di peroleh peserta  no 7.” Ucap seorang juri memberi semangat.

Sontak Delia terkejut tersenyum dan berlari ke atas panggung semua orang bertepuk tangan. Delia mendapatkan sertifikat bertulis puisi dengan syair terbaik. Delia langsung menemui Damar dan mereka berdua pulang bersama dengan hati riang gembira.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status