Mama Damar mulai merapihkan semua dokumen lalu ia pergi untuk mencari pekerjaan, sebenarnya Mama Damar tak tega menitipkan putri kecilnya pada tetangga. Namun karena sebuah tuntutan dan memiliki kewajiban untuk menafkahi ke dua anaknya lantas ia harus mencari pekerjaan. Tetangga nya pun dengan senang hati mau menjaga Gistara.
Wanita itu mencari lowongan pekerjaan di manapun tetapi tidak ada satu pun yang mau menerimanya. Apalagi karena Mama Damar yang tak memiliki pengalaman kerja hal ini membuat beberapa tempat tak begitu tertarik. Mama Damar yang begitu letih ia terus berjalan di tepi jalan raya dan akan menyebrang. Namun ia tak begitu fokus ada kendaraan besar yang melaju kencang dari kejauhan, seseorang wanita dari kejauhan mencoba berteriak untuk menyadarkan Mama Damar agar segera menepi.
“ Mba awas!” ucap seorang wanita dari kejauhan.Sontak mama Damar langsung tersadar namun kaki nya begitu kaku ia lantas terjatuh dan semua berkas-berkas di tangannya berterbangan dimanapun.
Dengan wajah panik Mama Damar berusaha berdiri dan wanita baik hati itu lantas mau menolong nya. Lalu membantu memunguti berkas-berkas yang bertebaran dimana-mana. Untunglah mobil itu secepatnya mengerem mendadak dan sempat memarahi Mama Damar yang tak fokus.
“Kalo nyebrang hati-hati Mba!” ucap seorang pria penuh emosi.
Mama Damar yang begitu syok hanya bisa menunduk, wanita yang menolongnya lantas melerai pertikaian itu . Mama Damar pun menyadari kesalahannya ia meminta maaf atas keteloderannya.
Wanita itu mengajak Mama Damar untuk duduk di kursi dekat taman dan bertanya kondisinya yang membuat ia tak fokus.
“ Ada apa Mba kok bisa gak fokus tadi?” ucap wanita itu.
Mama Damar pun bercerita tentang segala masalahnya kalau sedang butuh pendapatan untuk menyambung hidup. Karena Mama Damar tak bekerja maka akan sulit mengahadapi hidup, sedangkan dia memiliki dua orang anak yang harus di urus. Mendengar cerita Mama Damar wanita itu berinisiatif mengajaknya untuk gabung di tempat usahanya.
“Bagaimana kalau Mba bekerja di toko bunga milik Saya! Ini alamat toko bunganya!” ucap wanita itu memberikan kartu namanya.
“Wah beneran ini mba?”
“Iya besok bisa mulai bekerja ya mba?” ucap wanita itu tersenyum.
“Terimakasih mba sudah menolong saya!” dengan mata berkaca-kaca masih tak percaya.
Dengan wajah sumringah Mama Damar pun mengiyakan lalu akan bekerja mulai besok. Mama Damar lantas berpamitan pulang ke rumah karena tak tega menitipkan putri kecilnya pada tetangga. Di perjalanan pulang ia sangat senang dan bersyukur bisa bertemu dengan seseorang yang baik dan mau memberinya pekerjaan.
***
Di sisi lain kedua anak itu masih belajar bersama dan mereka mulai bosan. Delia pun ingin menyudahi belajarnya dan mengajak Damar untuk pergi ke tepi Laut. Damar pun mengiyakan lantas mereka berdua bergegas menuju tepi Laut dan membawa ransel berisi bekal. Mereka berdua berjalan kaki menuju tepi Laut dengan penuh riang gembira. Hembusan angin menerbangkan dedaunan kering, mereka sontak melompat-lombat memungut daun lalu menerbangkannya. Gadis itu menunjuk ke tepi laut ia melihat kapal kecil yang sedang berlayar. Dan melambaikan tangannya seolah-olah menyapa. Ke dua anak itu berlari kesana-kemari melihat pemandangan tepi Laut yang begitu syahdu.
“ Lihat Damar langit begitu cantik ” tutur Delia sambil menujuk.
Damar menatap penuh kagum, langit begitu biru dengan burung-burung berterbangan di atas . Setelah puas memandang Laut mereka berdua mulai membuka bekal masing-masing. Delia membawa nasi goreng beserta telur dan sosis di dalamnya.Sedangkan Damar membawa roti coklat bertabur kismis yang dibuat oleh sang mama. Delia memberikan sendok pada Damar agar mereka bisa makan bersama. Dengan lahap mereka berdua makan, bekal yang dibawa terasa lebih nikmat apalagi dimakan di tepi laut dengan pemandangan begitu indah. Delia sangat menyukai roti coklat buatan Mama Damar rasanya sangat enak. Damar pun ikut senang melihat delia yang sangat lahap memakan roti itu. Setelah kenyang mereka berdua pun asyik memandang Laut dan Delia tersadar ada ekor ikan yang begitu besar terlihat dari permukaan.
“Damar liat ikan itu begitu besar!” ucap Delia menujuk ke tengah Laut.
“Wah iya Aku melihatnya!” ucap Damar sambil mengaguk.
“Damar ikan apa itu?”
“Mungkin ikan ikan paus atau hiu?”ujar Damar menjelaskan .
“Bagaimana kalau itu putri duyung?” sahut Delia
Damar menjelaskan pada sahabatnya bahwa putri duyung hanyalah dongeng dan tak nyata. Namun Delia yang masih penasaran mengajak Damar untuk mencari putri duyung. Damar pun tak bisa apa-apa ia mengikuti apa kemauan dari gadis itu. Delia lantas berjalan ke tepi Pantai ia mencari beberapa kerang di pasir mungkin bisa jadi petunjuk dari keberadaan putri duyung. Damar pun ikut mengumpulkan beberapa kerang lalu ia memasukan pada kantung plastik.
“Apa hubungan nya kerang dengan putri duyung Delia?” celetuk Damar lantas meledek.
“Tentu saja ada! Kalau di film putri duyung selalu membawa kerang Damar!” seru Delia begitu serius.
“Okelah! aku ikut apa maumu Delia”
Setelah sekian lama mengumpulkan beberapa kerang membuat mereka lelah dan akhirnya tak bisa menemukan apapun. Lantas mereka duduk-duduk di bawah pohon ketapang tuk menghilangkan penat. Tiba-tiba angin bertiup kencang yang membuat buah ketapang berjatuhan di kepala ke dua anak itu. Mereka pun berusaha menutupi kepala menggunakan tangan. Tanpa sadar Damar menutup kepala Delia menggunakan tas nya agar ia tak kejatuahan buah ketapang. Ke dua anak itu mulai bertatapan, mata Damar terpaku melihat wajah Delia yang cantik. Rambut Delia yang panjang tertiup angin membuat gadis kecil itu nampak menawan.
Tangan Delia lantas menyentuh pipi Damar dan mencubit dengan gemas sontak membuat Damar tersadar dari lamunananya. Lalu mereka berlarian kesana kemari sambil bermain air di tepi Pantai. Mengumpulkan beberapa batu coral dan menyusun menjadi sebuah kerajaan kecil yang cantik. Ketika asyik mengumpulkan beberapa batu Delia menemukan sebuah botol kecil bening yang sudah berlumut berisi kertas. Lalu ia membuka botol itu dan mengambil kertas di dalamnya, dan sontak gadis kecil itu terkejut karena kertas itu berisi sebuah gambar peta harta karun. Delia pun memanggil Damar untuk melihat peta itu.
“Damar lihat! Apa yang aku temukan!” Ucap gadis itu dengan semangat.
“Apa itu Delia!” Seru Damar yang penasaran.
“Aku menemukan sebuah peta harta karun Damar!” Ucap Delia penuh kegirangan.
Namun anak laki-laki itu tak terlalu percaya bisa saja ada orang iseng yang menaruhnya. Delia pun mulai berfikir tetapi jiwa penasarannya tak bisa di hentikan maka ia menaruh botol itu di dalam tas nya. Damar pun hanya menatap wajah gadis itu dan menggelengkan kepala. Beberapa saat tiba-tiba hembusan angin begitu kencang membawa gelombang air laut yang tinggi seketika mengahanyutkan kerajaan kecil milik kedua anak itu. Mereka berdua lantas bertatapan dan sedikit kecewa, Delia pun merebahkan badan nya di antara pasir putih. Ia menunjuk ke atas langit dengan penuh kekaguman ke dua matanya tak berhenti menatap.
“Damar lihat langit itu terlihat indah!!” Ucap Delia sambil beberapa menujuk ke atas langit
Damar pun mengikuti saran gadis itu mereka berdua melihat langit yang mulai petang di atas hamparan pasir. Mata kedua anak itu tertuju pada langit yang merubah warnanya begitu cepat. Langit tadinya berwarna biru tiba-tiba berubah menjadi oren kemerah-merahan. Delia melihat langit sebagai sebuah kertas gambar begitu besar ia mencampurkan beberapa warna pada kertas itu. Dan berpikir bagaimana jika langit berwarna abstrak seperti gambarnya.
“Bagaimana jika langit itu seperti kertas?” Ucap Delia dengan penasaran.
“Entahlah Delia! pasti kamu akan menggambar dengan indah jika langit seperti kertas!” Ucap Damar dengan tersenyum.
“Tidak! Aku tak ingin melukis langit aku hanya ingin mewarnainya” Ucap Delia sambil memandang wajah Damar.
“Terserah kau Delia.”
Gadis itu mulai berpikir tentang imajinasinya sesekali menutup mata dan menikmati suasana tepi Pantai yang begitu syahdu. Namun hal itu tak berlangsung lama sampai akhirnya gelombang laut menyapu tubuh ke dua anak itu, yang membuat mereka terkejut. Wajah kedua anak itu penuh pasir dan baju menjadi basah kuyup.
“Damar wajahmu penuh pasir,!” celetuk Delia sambil menunjuk wajah Damar.
“Kau juga Delia!” Tawa Damar membuat Delia malu.
Mereka lantas tertawa bersama melihat wajah masing-masing yang lucu mengocok perut. Dan akhirnya kedua anak itu menikmati suasana pantai sambil bermain air dan melompat-lompat di atas pasir. Delia memandangi sekitar dan suasananya begitu sepi karena waktu mulai petang. Dari kejauhan ada beberapa nelayan yang menyandarkan kapal mereka untuk menepi. Karena takut orang tauanya khawatir Delia langsung mengajak Damar untuk pulang. Damar pun megiyakan ajakan Delia,setelah puas bermain air mereka pun bergegas pulang dengan wajah penuh pasir dan baju dan basah.
Sesampainya di depan rumah Delia lantas mengendap-endap ia berjalan berjinjit-jinjit agar tak mengeluarkan suara. Di dalam rumah tampak begitu sepi dan bajunya yang basah membuat tetesan air di lantai. “Bruk! Aduh!” Erangan suara gadis kecil itu terdengar lirih mencoba menahan sakit. Genangan air di lantai membuat ia jatuh terpleset. Delia takut jika Ibu atau Ayahnya tau pasti bisa di marahi. Setelah masuk ke dalam rumah gadis itu menelusuri setiap ruangan namun tak ada siapapun di sana. Dari kejauhan matanya menyorot ke depan terlihat Ibunya yang sedang memasak, sontak ia pun sedikit lega dengan hati-hati delia langsung pergi ke kamar mandi, namun tiba-tiba ada suara yang mengagetkannya. “Delia kenapa bajunya basah?” Dengan memegang pundak Delia yang gemetar, Ibunya sontak marah karena Delia sudah membasahi lantai. Delia berusaha berpikir mencari alasan agar Ibunya mau percaya,dengan m
“Tet tet tet!" Suara bel mulai berbunyi semua murid sekolah dasar berkumpul di Lapangan untuk melaksanakan upacara bendera. “Ayo Anak-anak kumpul di Lapangan!” Teriak seorang guru mengingatkan bahwa upacara bendera segera di mulai. “Delia ayo,!” pekik Ayuna mengajak Delia cepat-cepat menuju ke Lapangan. Kedua gadis itu lantas berlari ke barisan paling belakang. Suasana pagi begitu cerah para murid fokus melaksanakan upacara bendera. “Ayuna” Bisik Delia ingin mengatakan sesuatu pada teman dekatnya. “Ssst!” Delia lantas diam dengan mulut mayun ia ingin sekali bercerita pada Ayuna, sungguh saat ini Delia merasa sangat bosan sekali. Tiba-tiba Pak Kepala Sekolah mulai berpidato di Lapangan dan menjelaskan bahwa sebentar lagi akan di laksanakan ujian akhir semester. Maka para murid di beri amanat untuk belajar guna mempersiapkan ujian akhir semest
"Baik Anak-anak semua. Untuk materi di pagi hari ini adalah Matematika Bu Guru yakin kalian semua sudah mempersiapkan dengan sebaik mungkin?" Bu Guru mulai membagikan lembar soal dan jawaban pada tiap-tiap bangku siswa. Di ruang kelas semua murid mulai bersiap-siap melaksanakan ujian akhir semester. Tak lupa seorang gadis kecil berdoa dan berharap agar di mudahkan dalam mengerjakan ujian. Sudah beberapa hari ujian ini berlangsung, dan di hari ini semua murid tampak tegang mengerjakan soal matematika yang di sajikan. Namun ada satu anak laki-laki yang begitu tenang ia mulai mengerjakan satu per satu soal seperti tak ada kesulitan. Gadis itu tampak gelisah selalu saja memegangi kepalanya, sesekali memutar-mutar pensil yang ia punya. Betapa sulit soal yang di berikan ia hanya melihat sebuah angka-angka saling berputar dalam kepalanya. Satu jam telah berlalu Ibu Guru menjelaskan kalau ujian tinggal 15 menit lagi. Sontak para murid mulai geli
"Ibu kapan kita pulang." Tanya Delia memandang keluar dari jendela Toko Bunga. Suara gemuruh terdengar keras di langit bersamaan rintikan hujan yang deras. Gadis itu nampak bosan melihat ke jendela mata nya tertuju pada lalu lalang kendaraan yang tiada henti. Ia mulai menyandarkan kepalanya di tangan sambil menggambar simbol-simbol pada embun di kaca. Raut wajahnya begitu senang sesekali mengucap kalimat lirih, entah apa yang sedang ia katakan. "Delia jangan dekat jendela Nak!" Perintah Ibunya melarang untuk tidak terlalu dekat pada jendela karena hujan yang deras di tambah petir mengglegar. "Iya Ibu." Gadis itu tampak cuek dan tak menghiraukan apa kata ibunya. "Jgeeer...!" Sampai seketika kilatan cahaya dan suara petir yang keras mengagetkan gadis itu. Kedua kakinya terasa lemas ia lantas menutup telinga menggunakan tangan dan lari. "Ibu...! Delia takut" Teriak gadis itu menunduk di ba
“Hei Delia. Ada apa?” Tanya Damar yang menatap wajah Delia tampak begitu murung tak seperti biasanya.“Gak papa ko!” Jawab Delia begitu lirih, ia masih memikirkan kondisi Ayahnya di Rumah Sakit rasanya ingin sekali menjenguk tapi belum di bolehkan oleh Ibunya. Karena dia masih melaksanakan ujian akhir semester.“Ngga! pasti ada masalah kan? Kamu gak kaya biasanya. Ada apa Del.?” Delia yang melihat sahabatnya begitu perhatian, ia lantas tersenyum.“Ayah aku kecelakaan Damar! Rasanya pengin banget jenguk tapi gak tau gimana caranya.?” Dengan wajah sendu Delia menceritakan kronologi kecelakaan Ayahnya tadi malam, mata gadis kecil itu tampak berkaca-kaca Delia sangat rindu pada Sang Ayah.Delia ingin sekali menemui ayahnya tapi dia bingung tak tau bagaimana caranya. Damar ikut sedih dengan cerita Delia ia pun berusaha menghibur sahabatnya dengan
“Ibu! Damar di mana?.” Tanya Delia melihat ke luar dan tak ada sosok sahabatnya itu.Ibunya menatap hangat seraya mengelus lembut rambut panjang putri kecilnya. “Tadi Damar Ibu antar pulang sayang.” Delia begitu penasaran “mengapa Damar tak berpamitan dulu padanya, atau mungkin ia ada urusan mendadak?.” Batinnya dalam hati. Semua pertanyaan itu terlintas dalam pikirannya, tak seperti biasanya Damar seperti ini.“Ibu. Delia boleh gak menginap satu malam?” Delia merapatkan kedua tangannya mencoba memohon pada sang Ibu. Ia berharap Ibunya memberi izin karna Delia masih ingin bersama sang Ayah.“Gak bisa! Delia nanti istirahat di Rumah ya Nak? sama Bibi Susi dulu.” Ibunya tak ingin jika Delia sakit karena kecapekan menunggu Ayahnya yang di rawat. Delia tampak kecewa karena ia ingin sekali semalaman bersama sang Ayah.“Iya Delia
Gadis kecil itu kebingungan ia menatap sekitar begitu sepi tak ada siapapun, kakanya yang tadi izin pergi sebentar, namun tak kunjung datang juga. Gistara begitu asyik bermain bola ia melemparnya hingga terlalu jauh menggeliding ke tengah jalan. Gistara melangkah menatap polos bola merah di depannya, lantas berlari kecil untung mengambil bola itu. Gistara tak menyadari ada truk besar melintas begitu kencang gadis kecil itu sontak terkejut. “Arkhh…!” Ia menutup mata dengan kedua tangannya yang mungil suara bising klakson mobil terdengar keras, orang-orang meneriaki Gistara agar menepi. Namun gadis kecil itu tak bergerak ia terpaku wajahnya tampak ketakutan. Damar yang melihat adiknya di tengah jalan berlari sekencang mungkin. Supir truk berusaha mengerem hingga akhirnya bisa terhenti, Bapak itu tampak kesal ia memarahi Mama Damar yang tak bisa menjaga putrinya dengan baik. “Punya anak kecil di jaga Bu, Kalau ketabra
Beberapa minggu kemudian Delia tak henti-hentinya menatap wajah di kaca seraya memainkan raut wajahnya menggunakan tangan. Ibu Delia hanya tersenyum melihat tingkah lucu anaknya. Ia dengan hati-hati mengikat kedua rambut Delia menggunakan ikatan pita berwarna merah muda, agar sepadan dengan baju yang di pakai. Gadis itu tampak senang karna akan di ajak oleh sang Ayah untuk berjalan-jalan. Sudah beberapa minggu terakhir Ayahnya di izinkan pulang, luka memar di wajah juga mulai memudar dan pulih. Sang Ayah sudah berjanji akan mengajak putri kecilnya untuk jalan-jalan jika ia lekas sembuh. Apalagi saat ini Delia sedang libur akhir semester. Momen yang sangat pas untuk mereka berdua menghabiskan waktu bersama.“Delia udah siap sayang?” Tanya Ayahnya lantas mengambil kunci mobil di atas rak kayu. Ayah Delia lalu berjalan menuju ke depan Rumah.“Udah yah!” Sahut Delia mengikuti langkah Ayahnya dari belakang