Share

Delia (Gadis Pengagum Senja)
Delia (Gadis Pengagum Senja)
Penulis: Lina Hakim

1. Menunggu Senja

Langkah kecil itu menapaki trotoar dia bergegas menuju ke tepi Laut untuk melihat keindahan senja, lalu lalang kendaraan tidak di hiraukan. Dia duduk di antara bebatuan dan menunjuk dengan penuh kekaguman. Gadis kecil itu tersenyum matanya berbinar-binar dan sesekali menatap wajah sahabatnya. Anak laki-laki di sampinya hanya sedikit heran kenapa dia begitu mengagumi senja.

“Apa yang kamu kagumi dari senja?” Tanya anak laki-laki itu dengan serius.

“Lihatlah senja tak ingin melihatmu sedih, tetapi ketika Kamu sedih, kamu bisa melihat senja!” Ucap gadis itu penuh kagum.

Anak laki-laki itu hanya terdiam dan terus menatap ke arah sahabatnya. Dia ikut tersenyum ketika sahabatnya tersenyum. Mereka mulai menikmati suasana petang dengan penuh ketenangan. Suara desiran ombak Laut seperti menyapa tatkala sang mentari mulai menyusup.

"Delia!sudah sore ayo pulang!” Teriakan seorang ibu dari kejauhan.

“Damar aku pulang dulu besok main lagi ya?” Ucap Delia sambil berlari.

"Iya besok kita kesini lagi!” Seru Damar lantas berlari ke arah berlawanan.

Mereka saling berpisah karena datangnya malam, Damar berlari menuju ke rumahnya begitu pun dengan Delia. Mereka berdua sudah berteman sejak tk sampai sekarang yang sudah memasuki kelas 5 sd. Ketika Damar mendapat masalah, Delia akan menolongnya. Begitupun dengan Delia persahabatan mereka begitu erat.

Sesampainya di Rumah Delia mengatakan pada Ayahnya, bahwa ia sangat bahagia bisa melihat senja. Ayahnya langsung mengelus lembut pipi putrinya. Rona merah tampak membuat wajah gadis itu begitu menggemaskan. Ketika kecil Delia sering di ajak ke tepi Laut untuk melihat senja. Sejak saat itulah dia  mulai suka melihat senja karna senja membawa kedamaian.

"Ayah senja begitu indah bukan?” Ucap Delia menatap wajah sang Ayah yang tersenyum.

Ayahnya menatap lembut putri kecil yang terus bertanya, lantas dia berkata.“Delia sudah makan Nak?” Ucap Ayahnya karena tak ingin jika putri kecilnya telat makan.

Gadis itu hanya menggelengkan kepala.“Iya, Delia sekarang makan ya? Biar gaK sakit terus besok bisa lihat senja lagi!” Ucap sang Ayah seraya mengelus rambut panjang putrinya yang terurai.Delia yang mendengarkan perkataan Ayahnya sontak tersenyum dan bergegas ke meja makan. Gadis itu terlalu asyik bermain hingga lupa waktu tuk makan.

Di sisi lain Delia sangat suka berimajinasi, dengan menyalurkannya pada sebuah gambar. Delia akan menggambar apa pun yang terlintas dalam pikirannya. Seperti saat ini Gadis itu menggambar senja bersama Damar dan Delia di sampingnya. Ia mencampur beberapa krayon agar memunculkan gradasi warna yang cantik. Delia menatap lama sebuah karya seni yang di buatnya, sebuah lukisan yang memiliki makna yang tersirat di dalamnya. Namun belum juga selesai melukis gadis kecil itu sudah mulai bosan berada di dalam kamar. Lalu dengan cepat  dia membuka jendela kayu yang membuat hembusan angin langsung masuk meniupi rambut panjangnya. Gadis itu lantas duduk di kursi kayu sambil melihat pemandangan dari jendela.

“Malam ini begitu sejuk!” batin Delia dalam hati, ia melihat langit yang mulai gelap penuh dengan bintang. Delia mulai menghirup panjang udara malam yang begitu segar. Dan sesekali mengacungkan tangannya menghitung satu persatu bintang di langit. Gadis kecil itu berpikir kenapa bintang sangat sulit di hitung apakah begitu banyak? "Bagaimana langit mampu menampungnya” ucap Delia dengan polosnya.

Delia terus berpikir yang membuat kepalanya tersa pening, entah apa yang membuat dia begitu tertarik dengan semua yang di lihatnya. Pikiran-pikiran itu terus menyelinap yang membuat kepalanya terasa berat dan sampai tanpa tersadar matanya mulai lelah ia menyandarkan kepalanya hingga terlelap.

“Tok…tok...tok!” Suara ketukan pintu terdengar, ibunya yang tak mendengar suara putri kecilnya menyahut lantas segera membuka pintu dengan perlahan.

“Delia udah bobo Nak?” Tanya sang Ibu sembari membuka pintu.

Seperti biasa Ibu Delia selalu mengecek ke kamar putrinya untuk memeriksa, namung langsung geleng-geleng kepala dengan tingkah anaknya yang tertidur menyandar di jendela. Ibu lantas menyuruh Ayah Delia untuk membopong nya ke atas kasur dan langsung menyelimuti tubuh gadis kecil itu. Tak lupa kecupan manis di dahi oleh kedua orang tuanya.

***

Keesokan harinya

Pagi mulai datang sinar mentari masuk hingga menyilaukan mata Deliayang langsung menyipit. Ia pun segera mengusap mata seraya melihat jam di dinding. Gadis itu sangat terkejut karena jam menunujukkan pukul tujuh pagi. “Aku akan terlambat sekolah!”  Batinnya dalam hati.

Delia pun langsung bergegas  ke kamar mandi sembari cepat-cepat membersihkan tubuhnya lalu memakai seragam sekolah dan beranjak pergi. Ibu delia yang melihat sedikit menahan tawa rasanya ingin mengatakan pada putrinya kalau hari ini tanggal merah, tapi Delia sangat buru-buru pergi. Delia lantas menaiki sepeda warna merah muda favoritnya dan mengayuh secepat mungkin. Ketika dia melewati tepi Pantai  terlihat Damar  yang lantas menyapa Delia dari kejauhan.

“Delia mau kemana?” tanya Damar.

“Sekolah!’’ Ucap Delia menjelaskan.

“Kenapa hari minggu sekolah?” Sahut Damar sambil tertawa.

Delia langsung terhenti dan mulai tersadar kalau hari ini tanggal merah. Ia pun bergegas kembali dan menghampiri Damar. Mereka tertawa bersama melihat kelakuan sahabatnya yang sangat konyol.

“Delia melihat pemandangan dari sana pasti indah bukan?” Seru Damar menunjuk sebuah bukit.

“Wah benar juga ayo kita ke sana Damar!” Seru gadis itu dengan semangat.

Akhirnya kedua anak itu pergi menuju Bukit tepi Laut dan Damar menumpang sepeda Delia, di sepanjang jalan mereka melihat pemandangan yang begitu indah langit biru, pasir putih dan tumbuhan bakau berjajar di tepi Laut. Damar menunjuk salah satu pohon bakau ia melihat ada sarang burung di sana. Delia pun mengehentikan sepedanya dan mereka mengecek sarang burung itu, ternyata ada 5 anak burung kecil di dalamnya.

Delia menyuruh Damar untuk menaruh kembali sarang burung itu karena induknya pasti akan sedih jika anaknya menghilang. Damar pun mengiyakan perintah Delia ia langsung menaruh sarang burung itu di pohon yang tadi. Dan mereka mulai meneruskan perjalannya, ketika sampai di bukit Delia mulai memarkirkan sepedanya di dekat pohon. Mereka berdua berlari dan cepat-cepatan naik ke atas bukit, akhirnya Damar lebih dulu sampai. Delia melihat takjub ke sekeliling yang penuh dengan pohon yang rindang, ia melihat banyak bunga berwarna ungu tumbuh liar di antara rumput belukar.

Damar pun memiliki ide lantas memetik beberapa tangkai bunga dan di rangkainya menjadi mahkota yang cantik. Lalu memakaikannya pada Delia yang membuatnya tersipu malu hingga membuat pipinya yang chubby mulai memerah. Damar langsung menarik tangan Delia mereka berdua berlari dan menuju ke ujung bukit. Pemandangan yang sangat cantik terlihat seperti keindahan Laut dari atas bukit.

“Damar lihat Laut sangat indah di lihat dari sini!” ucap Delia menunjuk ke arah Laut.

“Wah benar delia,” sahut Damar

Tiba-tiba tetesan air jatuh dari langit mereka berdua mulai panik dan berteduh di sebuah gubuk kecil. Delia menadahkan tetesan air hujan di tanganya ia mencipratkan air itu pada wajah Damar. Anak laki-laki itu pun berbalik mencipratkan air pada wajah Delia, mereka berdua tertawa bersama di bawah rintikan air hujan. Dan sesekali termenung melihat air hujan yang tak hentinya turun, Delia bertanya pada Damar “kenapa air itu selalu turun apakah langit tidak lelah? Ia menumpahkan airnya begitu banyak!” Tanya Delia penuh penasaran.

Damar yang mendengarkan perkataan Delia langsung mencubit pipi sahabatnya hingga merah. Sontak Delia langsung kesal dengan perlakuan sahabatnya itu bibirnya yang cemberut membuat ia semakin lucu. Damar terpaku melihat wajah Delia sontak terdiam, tersipu malu. Entah mengapa wajah Delia begitu menawan hingga membuat sahabatnya tak berani menatap. Tak lama gerimis itu mulai reda mereka secepatnya meninggalkan pondok dan bergegas pulang. Damar pun bergantian mengayuh sepeda dan Delia yang menumpang di belakang. Di tengah perjalanan mereka bernyanyi-nyanyi, mendendangkan lagu yang menarik. Dan delia terkejut ia menunjuk ke atas langit memberitahu Damar bahwa ada pelangi.

“Lihat ada pelangi!” Ucap Delia penuh kagum.

“Wah iya,” sahut Damar lantas menghentikan sepedanya.

Damar langsung mengehentikan sepedanya ia melihat pemandangan pelangi bersama Delia di tepi jalan. Delia sangat kagum dengan warna pelangi yang berwarna–warni.

“Kenapa warna pelangi tidak menyatu seperti krayon yang di timpa warna lain." Tanya Delia serius.

“Entahlah kata Bu Guru pelangi terbentuk karena pembiasan cahaya matahari.”

“Iya benar Damar! Aku hanya berpikir bagaimana jika warna pelangi tercampur pasti sangat aneh!” Celetuk Delia tertawa.

Damar hanya terpana menatap Delia, dia selalu bertanya dengan hal-hal yang aneh dan tak masuk akal. Delia memang suka berimajinasi saat ini pasti dia sedang berpikir untuk mencampurkan warna pelangi itu.

Di rumah Ibu Delia mulai cemas ia bergegas mencari putrinya karena sudah begitu lama pergi dan tak kunjung pulang. Ketika ibu ingin membuka pintu lantas tersenyum melihat sang putri ternyata sudah berada di depan gerbang rumah sembari menuntun sepeda kecilnya. Hal itu membuat Ibu Delia bernafas lega.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status