Riani terbuyar dari lamunannya. Ia segera meninggalkan area Gazebo. Riani menggendong tas usang berwarna krem yang sudah ia pakai semenjak duduk di bangku SMA. Tak lupa Riani juga menjinjing kotak berbahan plastik yang jadi tempat menyimpan gorengannya. Saat akan masuk ke dalam area produksi, tangan Riani di tarik oleh seseorang.
"Ri, mau lemper dua dong sama tahunya tiga," ucap salah seorang teman dekat Riani yang juga menjadi operator produksi yang bernama Asti. Gadis itu langsung memesan karena perutnya amat keroncongan. Maklum saja, Asti tadi tidak sempat sarapan di rumah."Gak ada. Gorengannya abis, Ti," Riani menatap wajah temannya."Lah, kok bisa?" Asti menimpali."Tadi ada mobil yang ngelakson. Akunya kaget dan jatuh. Jadi aja barang dagangannya berserakan di jalan," jawab Riani. Kebetulan Kenzo ada tak jauh dari mereka. Kenzo memang sedang ke area produksi untuk mencari manajer produksi."Kamunya ga apa-apa?" Asti mengambil tangan Riani dan memperhatikannya dengan seksama. Takut ada luka berarti di tubuh sahabatnya."Gak apa-apa kok," Riani membuang wajahnya saat melihat Kenzo berdiri tak jauh dari mereka. Pria itu tengah menatap ke arahnya."Siapa yang nabrak kamu, Ri? Dia ganti rugi gak, Ri? Terus gimana hari ini kamu dapet uang?" Asti memberondong Riani dengan beberapa pertanyaan sekaligus."Tenang aja. Dia ganti kok walau dia gak minta maaf," sindir Riani lagi. Tentu saja Kenzo mendengar jelas apa yang dikatakan oleh orang yang dibencinya itu."Gak punya sopan santun banget itu orang, Ri! Coba aja aku ada di sana. Pasti aku getuk kepalanya," sewot Asti dengan kesal."Yakin kamu bakal getok dia? Orangnya ada di pabrik ini lho!!" Riani tersenyum kecil melihat Asti yang berucap dengan berapi-api."Dia di sini? Siapa, Ri? Tentu aja aku getok kepala dia pake gagang sapu. Sekarang juga aku getok kepala dia," Asti mencari orang yang dimaksud Riani."Mana orangnya?" Asti mengedarkan pandangannya menatap orang yang berlalu lalang satu persatu."Tuh orangnya!" Riani menunjuk Kenzo dengan wajahnya.Asti tersentak melihat siapa orang yang dimaksud oleh Riani. Ia pun langsung lemas begitu tahu orang yang Riani tunjuk. Sedangkan Kenzo menautkan alisnya dengan geram saat mendengar Asti akan memukulnya dengan ujung sapu."Kenapa, Ti?" Riani tersenyum lebar saat melihat nyali temannya itu menciut seperti kerupuk yang di siram oleh kuah bakso."Maksud kamu obos kita? Kalau Tuan Kenzo aku gak berani ah. Takut dipecat. Aku masih butuh uang. Aku masuk ya, Ri?" Asti dengan cepat masuk ke pintu yang menghubungkan dengan bagian produksi."Katanya mau kamu getok kepalanya," Riani tertawa. Ia ikut masuk menyusul Asti. Tak lupa, Riani menyimpan terlebih dahulu tas dan jaketnya di loker.Riani memang tidak merasa segan dengan Kenzo. Baginya Kenzo sama seperti dirinya. Manusia biasa. Riani tidak perlu berlaku sok baik. Riani tidak ingin membeda-bedakan orang hanya karena status sosialnya. Tapi meski demikian, gadis itu tidak memperlihatkan kebenciannya. Ia masih berprilaku dengan sopan karena bagaimana pun Kenzo adalah atasannya.Sepeninggal Riani dan Asti, Kenzo mendelikan matanya kesal. Tangannya mengepal. Kenzo sangat muak melihat wajah Riani. Hal itu tak lepas dari masa lalu mereka. Pikiran Kenzo pun melayang ke beberapa tahun lalu saat mereka duduk di bangku SMA.Flashback..."Ken, kayanya aku gak bisa sama kamu lagi. Kamu terus terusan bully sahabat aku. Itu hal yang paling aku gak suka. Riani orang baik," Shakilla, gadis berparas cantik duduk di depan Kenzo dengan wajah yang datar."Maksudnya? Kamu minta putus?" Wajah Kenzo berubah menjadi penuh amarah saat cinta pertamanya itu meminta berpisah darinya. Memang sejak kecil Kenzo menyukai Shakila. Bisa dibilang, Shakila ada gadis satu satunya yang ia sukai. Shakilla dan Kenzo memang teman dari kecil karena kedua orang tua mereka bersahabat dengan baik."Iya. Aku gak suka kamu bully Riani terus. Kamu kan tahu Riani itu sahabat aku," Shakila berucap tanpa beban."Tega kamu ya, Sha? Demi anak si ODGJ itu kamu mau putusin aku!!" Kenzo menggebrak meja kantin dengan kasar. Sontak semua orang yang ada di sana menatap ke arah mereka."Jaga mulut kamu ya, Ken! Walau bapaknya sakit gangguan mental, tapi Riani gak pernah kan rugiin kamu dan yang lain? Aku paling benci orang yang suka mengolok-olok orang lain!!" Shakila menunjuk wajah Kenzo. Hal itu yang membuat harga diri Kenzo begitu terluka, pasalnya tidak ada yang berani menunjuk dirinya seperti Shakila."Pasti si anak ODGJ itu yang pengaruhin kamu kan?" Kenzo menautkan alisnya."Riani cuma bilang kamu itu orang jahat, Ken. Dia juga kasih tahu aku kebusukan kamu di belakang. Kemarin kamu anterin cewek lain pulang kan?" Shakila menyilangkan tangannya di dada."Si anak ODGJ itu bilang gitu?" Kenzo bertambah murka."Iya. Kamu selingkuh kan dari aku?" Shakila memperjelas ."Sha, gak ada yang selingkuhin kamu. Kemarin aku tebengin saudara aku pulang. Emangnya salah?" Kenzo berterus terang, karena dirinya memang mengantarkan saudaranya yang sedang tidak enak badan."Halah, gak usah alesan! Pokoknya kita putus!!" Shakila membuat keputusan. Padahal Riani tidak pernah mengadu apapun padanya. Shakila hanya menyebut nama Riani agar Kenzo dapat mengakui perbuatannya. Tapi hal itulah yang membuat kebencian Kenzo untuk Riani kian berkobar.Seminggu setelah mereka putus, Shakila sudah mendapat gandengan baru. Laki-laki itu adalah kakak kelasnya sekaligus ketua ekstrakurikuler bela diri. Kenzo yang tahu Shakila sudah move on darinya merasa sangat sakit hati."Ken, mereka jadian karena si Riani yang kenalin," teman dari Kenzo memanas-manasi.Entah kabar dari siapa. Tapi Riani tidak pernah sekalipun menjadi mak comblang bagi siapa pun. Tak ada waktu dengan masalah cinta-cintaan. Bagi Riani, hidupnya sudah sangat rumit. Riani tidak ingin memperumit dengan mengenal cinta-cintaan. Kenzo menyangka Riani sengaja mengenalkan pria itu pada Shakila untuk menghancurkannya. Amarah dan kebencian Kenzo kepada Riani pun semakin tidak terbendung. Kenzo berpikir Riani sangat ingin menjadikan Shakila sebagai objek untuk balas dendam padanya.Flashback Off....Kenzo menghirup udara yang seakan menipis dan membuangnya dengan kasar. Hatinya kembali bergejolak ketika mengingat cinta pertamanya menuduhnya berselingkuh dan kemudian Shakila dengan cepat menggantikan Kenzo dengan pria lain. Kenzo harus merelakan hubungan asmaranya dengan Shakila kandas."Aku menunggu momentum untuk menghancurkan anak si ODGJ itu!!!" Rutuk Kenzo dalam hati. Ia pun berlalu dari sana dengan bara di dadanya yang kian berkobar.******Sepulang kerja, Riani langsung pulang ke rumahnya. Ia mengucap salam begitu sampai di rumah dan menyimpan kotak plastik kosong di atas meja makan."Wih, abis nih jualan kamu!!" Tuti, sang ibu tiri keluar dari dalam kamar."Iya. Bapak mana, Bu?" Riani celingukan mencari keberadaan ayahnya."Bapak kamu jualan permen kapas lagi. Mana uang kamu hari ini?" Tuti menjulurkan tangannya. Bersiap menerima uang yang Riani peroleh hari ini."Uang hari ini buat nebus obat Bapak yang udah abis. Kenapa Bapak jualan, Bu? Bukannya Bapak kemaren ngomongnya ngaco lagi? Kenapa ibu biarin jualan?" Riani menjawab dengan panik."Halah, biarin aja! Bapak kamu pasti pura-pura ngomong ngelantur biar dia gak disuruh kerja," jawab Tuti dengan sinis."Astagfirullah, Bu. Kan ibu tahu Bapak sakit udah bertahun-tahun," Riani mengusap dadanya."Ya, terus? Dia kan tetep harus kasih nafkah buat ibu," Tuti melengos."Bu, bukannya Riani udah kerja ya buat biayain keperluan Gita dan untuk kebutuhan rumah tangga?" Riani berkata dengan sedih. Gita adalah adik Riani, tepatnya anak dari hasil pernikahan Pak Andi dengan Bu Tuti."Makanya kerja lagi dong. Uang kamu gak cukup. Ibu pengen kaya ibu-ibu yang lain. Pake baju bagus, pake emas," Tuti mendelikan matanya tidak suka."Bu Tuti, hayu kita kumpulan Bank Emok!" Ajak salah satu warga yang melintas depan rumah mereka. Kebetulan pintu Rumah Riani terbuka."Iya, Bu. Hayuk!!" Tuti bersemangat."Ibu ngambil pinjeman lagi, Bu? Ya Allah!" Pekik Riani. Sudah dapat dipastikan jika dirinyalah yang akan kena imbasnya untuk membayar."Ya lah. Kenapa? Gak boleh? Jangan pernah larang ibu ini itu! Kamu ini hanya anak sambung! ingat!" Tuti berkata hal yang menyakitkan hati Riani. Padahal Riani sudah menganggapnya sebagai ibu kandung."Bu, tapi kan pasti Riani yang bayar, Bu," Riani memelas."Gak akan. Ibu lagi diajarin buat dapet duit secara online. Kemarin ibu menang. Siapa tau nanti menang lagi!" Tuti melangkahkan kakinya menuju pintu untuk keluar dari rumah kontrakannya."Bu, ibu judi maksudnya?" Riani merasa tidak mengerti."Udahlah gak usah banyak cingcong! Nyari duit aja yang rajin!!" Tuti menutup pintu dengan kasar hingga membuat Riani terlonjak kaget.Riani bekerja seperti biasa, pekerjaannya adalah memilah baju yang sudah di finishing. Dia ditempatkan di posisi Quality control atau sering disingkat dengan QC. Riani harus bersikap profesional. Jiika sudah melangkah ke pabrik, Riani akan melupakan semua masalahnya di rumah. Riani mencoba untuk fokus dengan segala kewajibannya sebagai pekerja. Riani sadar posisi QC memerlukan ketelitian yang sangat tinggi. "Segera bersihkan area kerja kalian! Hari ini ada Tuan Kenzo yang akan melakukan audit di tempat produksi bersama cliennya dari Jepang!" Seru ketua regu yang bernama pak Roby. "Oke, Pak!" Jawab semua karyawan produksi dengan serempak. Dengan cepat, mereka mengambil sapu, pengki, dan peralatan kebersihan yang lain. Mereka fokus memeriksa meja kerja mereka sedetail mungkin. Mereka tak ingin terkena SP atau mendapat surat teguran karena area kerja yang kotor. Sejak Kenzo mengambil alih perusahaan, semua aturan sangatlah ketat. Kebersihan area kerja menjadi hal yang sangat diperhatik
Tuti menghitung uang yang tersisa di dompet. Di dompetnya hanya tersisa sepuluh ribu rupiah. Kemarin uang gaji Riani ia pergunakan untuk ulang tahun anak kesayangannya, Gita. Tuti mendecakan lidahnya saat mengingat tanggal berapa Riani mendapatkan gaji, dan itu masih tiga Minggu lagi. Sangat lama. Kepala Tuti pusing tujuh keliling. Selain karena bahan pokok sudah habis, hari ini pun ada bank keliling yang akan meminta setoran untuk cicilan hutangnya. Ah, membayangkannya saja pusing bukan kepalang! "Tuti, ayo kita kumpulan! Si bapak adminnya udah ada tuh!" Seru tetangga Tuti, ia mengajak rekannya itu untuk berkumpul di rumah salah satu warga untuk menyetorkan cicilan. "Ya!" Sahut Tuti malas. Meskipun Tuti tak punya uang, ia wajib mengikuti perkumpulan itu. Semua duduk di teras salah satu rumah warga. Semua warga menyetorkan sejumlah uang pada pekerja bank yang dipercaya sebagai penagih. Kini giliran Tuti, namun ia tak bisa menyempilkan sejumlah uang di buku catatan utangnya. "Maaf,
Kenzo tengah asyik bermain billiard di ruangan khusus yang ada di rumahnya. Sesekali pria tampan dan jangkung itu tersenyum puas ketika bola yang ia pukul masuk secara akurat ke dalam lubang."Hebat lu, Ken!" Teman yang menemaninya bermain billiard memberikan pujian. Kenzo pun meletakan tongkat billardnya dengan asal. Kenzo kemudian mendudukan dirinya di atas sofa, sedangkan tangannya sibuk membuka minuman kemasan dingin yang akan ia teguk."Gimana kerjaan lu?" Teman Kenzo yang bernama Ardy terduduk di samping Kenzo. Pria itu memang terbiasa memanggil sapaan Gue-Lu karena dirinya berasal dari ibu kota."Ya gitu gitu aja!" Jawab Kenzo sembari meneguk minuman yang ada di tangannya. Setelah puas menuntaskan dahaganya, Kenzo menyimpan botol minuman itu di atas meja kecil."Mumet gak sih lu harus kerja keras tiap hari?" Ardy mengambil ponsel boba merk terbaru yang baru saja rilis bulan ini."Ya namanya kerja. Mumet sih pasti. Lagian gak tiap hari gue sibuk," Kenzo ikut mengeluarkan ponsel d
Kenzo tidak menyia-nyiakan waktu, keesokan harinya ia mengirimkan pesan agar Riani datang ke apartemen miliknya malam ini. Kenzo pun menggunakan nama samaran saat dirinya berhubungan dengan Tuti via medsos. Kenzo memperkenalkan dirinya sebagai Om Deni yang berusia 60 tahun. Di tempat lain, Tuti tampak senang karena Riani akan dijadikan alat pemu*s n*fsu pria tua. Tuti memutar otaknya agar Riani bisa datang ke apartemen milik Kenzo."Gimana caranya buat nih anak datang ke alamat si tua bangka Deni?" Tuti memijat keningnya yang seakan terus berdenyut. Ia terus menatap alamat apartemen yang Kenzo kirimkan padanya.Bak gayung bersambut, saat Tuti tengah sibuk memikirkan cara Riani datang kepada Kenzo, seorang tetangganya mengetuk pintu rumah Tuti dengan sangat keras."Ada apa sih? Kaya mau gerebek pasangan selingkuh aja?" Semprot Tuti kepada seorang pria yang seumuran dengannya."Ti, itu si Andi!!" Tetangga Tuti tampak mengatur nafasnya yang cepat. Terlihat pria paruh baya itu sangat panik
"Ibu jual Riani?" Riani berkata setengah berbisik."Gak ada yang jual kamu, Ri. Kebetulan ada yang tertarik sama kamu dan mau kasih uang dengan catatan kamu jadi simpanan dia. Jangan jadi gadis bodoh, Ri! Kita selama ini udah hidup susah. Mungkin ini cara tuhan buat ngangkat drajat hidup kita!" Tuti berkata sambil menatap tajam pada Riani."Tuhan ngangkat derajat kita? Aku tidak ngerti sama jalan pikiran ibu. Bu, ini tuh dosa besar. Ibu sadar engga?" Air mata meleleh di wajah ayu gadis itu."Ri? Ayo kita duduk, Nak!" Tuti berpura-pura bersikap lembut.Tuti menuntun putri sambungnya itu untuk duduk di kursi panjang yang ada di pelataran rumah sakit. Tuti merasa jika Riani harus di bujuk secara baik-baik. Riani pun patuh. Tak lupa ia menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya dengan ibu jari."Ri, selama ini memang ibu selalu menghina, marah-marah sama bapak kamu. Tapi percayalah, Ri. Ibu sangat sayang sama Bapak. Ibu sayang sama dia walau Bapak kamu udah gak normal kaya kita," Tuti
Di sinilah Riani berada. Matanya tengah menatap pintu apartemen yang akan menjadi tempat kenestapaan hidupnya yang baru. Riani melangkah mundur, berusaha menyelamatkan tubuh dan harga dirinya. Tapi sekelebat wajah ayahnya hadir di pelupuk mata. Akan seperti apa jadinya jika Riani kabur dari pria yang ia ketahui bernama Om Deni? Riani meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Jadi, akan seperti ini kah akhir hidupnya? Setetes air mata menetes dari matanya yang sayu. Riani menatap bel dengan sangat lama. Tangannya yang gemetar kemudian memencet bel apartemen mewah itu.Ceklek...Pintu terbuka. Akan tetapi, Riani tidak melihat pria ber*ngsek itu. Riani memindai ruangan dari depan pintu. Ingin melihat pria keji yang akan menghancurkan hidupnya. Tapi ia tidak melihat siapa pun di sana."Masuk!" Suara bariton pria membuyarkan lamunan Riani. Dadanya seakan dihimpit oleh batu yang amat besar di dasar jurang yang dalam. Dadanya sangat sesak bak tenggelam di Palung Mariana. Riani meneguk salivanya,
"Selangkah saja kamu keluar dari kamarku, lihat apa yang akan terjadi dengan ayahmu esok hari!" Ancam Kenzo yang membuat langkah Riani terhenti seketika."Memangnya apa yang bisa kamu lakukan?" Riani mencoba menantang pria tampan itu. Ia masih belum tahu apa yang bisa teman SMA nya itu lakukan."Benar kamu ingin tahu?" Kenzo terbangun dari kasur empuk itu. Langkahnya mendekat ke arah Riani. Riani semakin waspada dengan pergerakan yang Kenzo buat."Kamu tidak akan bisa macam-macam!" Riani menggelengkan kepalanya."Aku bisa membuat ayahmu dijemput malaikat maut esok hari," Kenzo berbisik di telinga Riani."Apa maksudmu?" Riani terkesiap mendengar ucapan Kenzo."Kamu lupa aku memiliki banyak uang? Asal kamu tahu, rumah sakit tempat ayahmu di rawat adalah milik kakekku. Aku tinggal menyuruh seseorang untuk menyuntikan sesuatu pada infusan ayahmu. Dan Duaaarrr! Kamu akan melihat ayahmu di ruang jenazah," Kenzo tersenyum miring menikmati raut wajah ketakutan Riani."Jangan, Kenzo! Aku mohon
Tuti dan Gita kini sedang ada di Mall yang ada di pusat kota. Mereka kini sedang berbelanja dengan uang yang diberikan oleh Kenzo. Sisa uang yang mereka peroleh senilai 145 juta, karena Kenzo memang memberi DP 200 juta untuk membeli Riani. 55 juta Tuti pergunakan untuk biaya rumah sakit suaminya."Bu, kapan si pria tua itu bakal transfer sisanya?" Ucap Gita sembari menenteng banyak sekali belanjaan di tangannya. Ia memang membeli banyak sekali barang hari ini."Engga tau. Biarin aja dulu beberapa hari ini. Biar si Riani muasin dia dulu. Nanti dua hari lagi Ibu chat si Om Deni biar dia cepet transfer sisanya," jawab Tuti yang kini tengah mengelus rambutnya yang baru saja di smoothing."Jangan kelamaan ya, Bu? Gita pengen beli mobil," Gita tersenyum membayangkan dirinya menyetir kuda besi dan memamerkannya di hadapan teman-temannya."Iya. Kamu tenang aja ya, Nak! Ibu pasti bikin kamu seneng," Tuti mengelus rambut putrinya."Makasih ya, Bu? Gita sayang sama ibu," Gita tersenyum senang."