Riani bekerja seperti biasa, pekerjaannya adalah memilah baju yang sudah di finishing. Dia ditempatkan di posisi Quality control atau sering disingkat dengan QC. Riani harus bersikap profesional. Jiika sudah melangkah ke pabrik, Riani akan melupakan semua masalahnya di rumah. Riani mencoba untuk fokus dengan segala kewajibannya sebagai pekerja. Riani sadar posisi QC memerlukan ketelitian yang sangat tinggi.
"Segera bersihkan area kerja kalian! Hari ini ada Tuan Kenzo yang akan melakukan audit di tempat produksi bersama cliennya dari Jepang!" Seru ketua regu yang bernama pak Roby."Oke, Pak!" Jawab semua karyawan produksi dengan serempak.Dengan cepat, mereka mengambil sapu, pengki, dan peralatan kebersihan yang lain. Mereka fokus memeriksa meja kerja mereka sedetail mungkin. Mereka tak ingin terkena SP atau mendapat surat teguran karena area kerja yang kotor. Sejak Kenzo mengambil alih perusahaan, semua aturan sangatlah ketat. Kebersihan area kerja menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh Kenzo. Banyak yang mengutuk kebijakan Kenzo. Namun mereka hanya berani berbicara di belakang saja. Para pekerja masih membutuhkan uang, tak ingin membuat masalah dengan bosnya yang arogan itu.Semua fokus membersihkan area kerja termasuk Riani. Gadis berusia 23 tahun itu menyapu area kerjanya. Dengan cepat, tangan Riani mengambil sampah-sampah kecil dan memasukannya ke dalam tong sampah. Tak lupa ia membersihkan bajunya dan merapikannya. Kenzo memanglah bos yang sangat perfeksionis. Ia tidak ingin melihat karyawannya berpenampilan kotor, walaupun mereka di bagian produksi.Riani bernafas lega saat Kenzo dan tim audit memasuki tempat kerja mereka tepat pada waktunya. Semua area kerja telah bersih dan terlihat sangat rapi. Kenzo memimpin tim audit dan kliennya yang berasal dari negeri matahari terbit. Dengan ramah, Kenzo menjelaskan tentang proses produksi kepada cliennya yang berasal dari Jepang. Kenzo menjelaskan dengan berbahasa Jepang yang cukup fasih. Riani menatap pria itu dengan seksama. Tampilannya berbeda dengan beberapa tahun lalu. Kini Kenzo sudah berubah menjadi seorang pria yang terlihat beraura dan juga berwibawa. Tapi walaupun begitu, Riani tidak pernah merasa terpesona sedikit pun dengan teman SMA yang menorehkan luka yang amat dalam di hatinya itu.Riani buru-buru melihat ke arah lain. Hatinya selalu merasa sakit jika mengingat penghinaan yang Kenzo lakukan.Saat melewati meja Riani, Kenzo mendelik tak suka. Riani pun sekali lagi melirik Kenzo dengan ekor matanya. Namun Riani berusaha fokus untuk memilah-milah produk yang sudah di finishing. Sementara itu Klien dari Jepang dengan seksama memperhatikan Riani. Ia pun berbisik-bisik dengan Kenzo. Kenzo mengangguk tanda ia mengerti apa yang dibicarakan klinennya. Lekas pria jangkung itu mendekati meja Riani."Ini sudah kamu sortir?" Kenzo menunjuk kotak hijau yang menumpuk dengan pakaian yang sudah Riani pilah."Sudah, Pak," jawab Riani sopan. Dadanya bergemuruh hebat. Setiap mendengar suara Kenzo, ia teringat bullying yang dilakukan pria itu kepadanya. Apalagi menyangkut ayahnya yang selalu dihina sedemikian rupa oleh Kenzo."Apa saja yang kamu cermati saat memeriksa produk ini?" Tunjuk Kenzo pada celana boxer yang bermerk dan sangat laris di kalangan internasional."Pertama kita perhatikan apakah ada benang yang belum tergunting. Lalu kita periksa juga karet di bagian pinggang, apakah sudah di jahit dengan baik dan sesuai standar? Lalu, jahitan harus diperhatikan dengan seksama, apakah ada yang tidak rapi," jelas Riani panjang lebar tanpa menatap wajah Kenzo.Kenzo mengangguk. Ia kemudian menerjemahkan apa yang dibicarakan Riani Barusan dengan bahasa Jepang, hingga membuat klien Kenzo dari negeri matahari terbit itu manggut-manggut.Klien dari Jepang itu tampak puas dengan jawaban Riani. Setelah berkeliling, akhirnya mereka mengakhiri kegiatan pengecekan tempat produksi."Karyawanmu yang tadi sangat cantik sekali!" Puji kliennya dengan berbahasa Jepang yang bernama Kagawa. Riani memang memiliki wajah yang begitu ayu. Kulit wajahnya kuning langsat dan begitu mulus walau gadis itu tidak pernah melakukan perawatan apapun pada kulitnya.Kenzo tersenyum sebagai responnya. Dalam hati Kenzo berdecih. Kagawa adalah pria paruh baya yang cukup tua. Ia melihat sorot mata pria itu menyiratkan ketertarikan pada Riani. Kenzo Semakin ilfeel saja pada Riani. Bisa-bisanya ia sempat bertebar pesona pada kliennya. Memang mungkin seperti itulah sifat Riani, pandai menggaet om-om."Jika aku ke sini lagi, pertemukan aku lagi dengannya!" Lanjut Kagawa lagi dengan senyum tipisnya."Aku tidak berjanji, Tuan! Bisa saja dia telah resign nanti atau kontraknya sudah habis, " kilah Kenzo berusaha untuk tidak menjanjikan."Pertahankan dia di perusahaanmu! Dia sepertinya gadis yang baik dan rajin!" Bela Kagawa."Mari kita makan siang dulu! ini sudah waktunya istirahat," Kenzo mengalihkan pembicaraan. Baginya sangat muak sekali jika sudah membahas wanita yang sangat ia benci yang bernama Riani.Kenzo dan para kliennya menuju restoran terdekat. Mereka akan makan siang bersama. Namun sebelum itu, Kenzo menelepon asistennya. Setelah puas bercakap, Kenzo menutup teleponnya, Kenzo tersenyum sinis dan misterius.****Riani bersama teman-temannya berjalan menuju kantin yang berada di belakang tempat produksi. Mereka berbincang dengan hangat seraya membahas kedatangan tim audit tadi."Tadi deg-degan ga, Ri?" Tanya Asti, teman dekat Riani. Mereka kini duduk di meja makan yang ada di kantin dengan saling berhadapan."Sedikit. Aku takut salah bicara," Riani tersenyum simpul. Mereka duduk seraya menunggu ibu kantin membagikan makanan catering untuk makan siang mereka yang diberikan oleh perusahaan."Akhirnya makanan kita datang juga!" Putri, teman Riani yang lain bersorak saat misting yang berwana hijau mendarat di meja panjang mereka."Yuk kita makan!" Riani tersenyum seraya menatap catering yang berbentuk bundar itu. Perutnya sangat pedih karena pagi tadi dia melewatkan sarapan Ibu tirinya memang tidak suka membuatkan sarapan.Riani membuka misting itu. Ia tersenyum menatap menunya. Ada nasi, cah kangkung, telur rebus, ikan, dan sepotong buah melon untuk cuci mulut. Riani mengaduk-ngaduk cah kangkung makanan kesukaannya. Namun senyumnya hilang saat ia melihat bangkai ulat besar di cah kangkung itu hingga Riani pun berteriak. Pasalnya ia amat takut dengan binatang itu."Ada apa?" Seru Putri yang merasa kaget dengan teriakan Riani. Kini semua orang yang berada di kantin menatap ke arah mereka dengan tatapan penuh keingin tahuan."Ada ulat!" Riani mendorong misting nasi itu."Kok bisa sih? Ibu cateringnya jorok nih! Sampai ulat aja kemasak!" Asti bergidik ngeri."Ada apa, Ri?" Teman dari meja lain bertanya. Namun dengan cepat Riani menggelengkan kepalanya."Tidak ada apa-apa kok!" Riani mencoba tersenyum meskipun hatinya merasa gusar."Kamu harus makan Ri! Ambil saja telurnya! Aku ambilkan!" Asti mengambil telur rebus itu dan membukakannya untuk sahabat dekatnya itu"Apalagi ini?" Asti melotot saat melihat telur itu ternyata telah menjadi setengah burung dan berbentuk kemerahan."Aku mual, Ti!!" Riani beranjak dari duduknya dan berjalan menuju toilet. Ia merasa perutnya seperti diaduk-aduk. Riani memuntahkan Isi perutnya yang hanya diisi dengan air minum saja.Sementara di ujung restoran sana, Kenzo tersenyum menyeringai. Ia puas saat melihat video yang dikirim oleh asistennya.Tuti menghitung uang yang tersisa di dompet. Di dompetnya hanya tersisa sepuluh ribu rupiah. Kemarin uang gaji Riani ia pergunakan untuk ulang tahun anak kesayangannya, Gita. Tuti mendecakan lidahnya saat mengingat tanggal berapa Riani mendapatkan gaji, dan itu masih tiga Minggu lagi. Sangat lama. Kepala Tuti pusing tujuh keliling. Selain karena bahan pokok sudah habis, hari ini pun ada bank keliling yang akan meminta setoran untuk cicilan hutangnya. Ah, membayangkannya saja pusing bukan kepalang! "Tuti, ayo kita kumpulan! Si bapak adminnya udah ada tuh!" Seru tetangga Tuti, ia mengajak rekannya itu untuk berkumpul di rumah salah satu warga untuk menyetorkan cicilan. "Ya!" Sahut Tuti malas. Meskipun Tuti tak punya uang, ia wajib mengikuti perkumpulan itu. Semua duduk di teras salah satu rumah warga. Semua warga menyetorkan sejumlah uang pada pekerja bank yang dipercaya sebagai penagih. Kini giliran Tuti, namun ia tak bisa menyempilkan sejumlah uang di buku catatan utangnya. "Maaf,
Kenzo tengah asyik bermain billiard di ruangan khusus yang ada di rumahnya. Sesekali pria tampan dan jangkung itu tersenyum puas ketika bola yang ia pukul masuk secara akurat ke dalam lubang."Hebat lu, Ken!" Teman yang menemaninya bermain billiard memberikan pujian. Kenzo pun meletakan tongkat billardnya dengan asal. Kenzo kemudian mendudukan dirinya di atas sofa, sedangkan tangannya sibuk membuka minuman kemasan dingin yang akan ia teguk."Gimana kerjaan lu?" Teman Kenzo yang bernama Ardy terduduk di samping Kenzo. Pria itu memang terbiasa memanggil sapaan Gue-Lu karena dirinya berasal dari ibu kota."Ya gitu gitu aja!" Jawab Kenzo sembari meneguk minuman yang ada di tangannya. Setelah puas menuntaskan dahaganya, Kenzo menyimpan botol minuman itu di atas meja kecil."Mumet gak sih lu harus kerja keras tiap hari?" Ardy mengambil ponsel boba merk terbaru yang baru saja rilis bulan ini."Ya namanya kerja. Mumet sih pasti. Lagian gak tiap hari gue sibuk," Kenzo ikut mengeluarkan ponsel d
Kenzo tidak menyia-nyiakan waktu, keesokan harinya ia mengirimkan pesan agar Riani datang ke apartemen miliknya malam ini. Kenzo pun menggunakan nama samaran saat dirinya berhubungan dengan Tuti via medsos. Kenzo memperkenalkan dirinya sebagai Om Deni yang berusia 60 tahun. Di tempat lain, Tuti tampak senang karena Riani akan dijadikan alat pemu*s n*fsu pria tua. Tuti memutar otaknya agar Riani bisa datang ke apartemen milik Kenzo."Gimana caranya buat nih anak datang ke alamat si tua bangka Deni?" Tuti memijat keningnya yang seakan terus berdenyut. Ia terus menatap alamat apartemen yang Kenzo kirimkan padanya.Bak gayung bersambut, saat Tuti tengah sibuk memikirkan cara Riani datang kepada Kenzo, seorang tetangganya mengetuk pintu rumah Tuti dengan sangat keras."Ada apa sih? Kaya mau gerebek pasangan selingkuh aja?" Semprot Tuti kepada seorang pria yang seumuran dengannya."Ti, itu si Andi!!" Tetangga Tuti tampak mengatur nafasnya yang cepat. Terlihat pria paruh baya itu sangat panik
"Ibu jual Riani?" Riani berkata setengah berbisik."Gak ada yang jual kamu, Ri. Kebetulan ada yang tertarik sama kamu dan mau kasih uang dengan catatan kamu jadi simpanan dia. Jangan jadi gadis bodoh, Ri! Kita selama ini udah hidup susah. Mungkin ini cara tuhan buat ngangkat drajat hidup kita!" Tuti berkata sambil menatap tajam pada Riani."Tuhan ngangkat derajat kita? Aku tidak ngerti sama jalan pikiran ibu. Bu, ini tuh dosa besar. Ibu sadar engga?" Air mata meleleh di wajah ayu gadis itu."Ri? Ayo kita duduk, Nak!" Tuti berpura-pura bersikap lembut.Tuti menuntun putri sambungnya itu untuk duduk di kursi panjang yang ada di pelataran rumah sakit. Tuti merasa jika Riani harus di bujuk secara baik-baik. Riani pun patuh. Tak lupa ia menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya dengan ibu jari."Ri, selama ini memang ibu selalu menghina, marah-marah sama bapak kamu. Tapi percayalah, Ri. Ibu sangat sayang sama Bapak. Ibu sayang sama dia walau Bapak kamu udah gak normal kaya kita," Tuti
Di sinilah Riani berada. Matanya tengah menatap pintu apartemen yang akan menjadi tempat kenestapaan hidupnya yang baru. Riani melangkah mundur, berusaha menyelamatkan tubuh dan harga dirinya. Tapi sekelebat wajah ayahnya hadir di pelupuk mata. Akan seperti apa jadinya jika Riani kabur dari pria yang ia ketahui bernama Om Deni? Riani meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Jadi, akan seperti ini kah akhir hidupnya? Setetes air mata menetes dari matanya yang sayu. Riani menatap bel dengan sangat lama. Tangannya yang gemetar kemudian memencet bel apartemen mewah itu.Ceklek...Pintu terbuka. Akan tetapi, Riani tidak melihat pria ber*ngsek itu. Riani memindai ruangan dari depan pintu. Ingin melihat pria keji yang akan menghancurkan hidupnya. Tapi ia tidak melihat siapa pun di sana."Masuk!" Suara bariton pria membuyarkan lamunan Riani. Dadanya seakan dihimpit oleh batu yang amat besar di dasar jurang yang dalam. Dadanya sangat sesak bak tenggelam di Palung Mariana. Riani meneguk salivanya,
"Selangkah saja kamu keluar dari kamarku, lihat apa yang akan terjadi dengan ayahmu esok hari!" Ancam Kenzo yang membuat langkah Riani terhenti seketika."Memangnya apa yang bisa kamu lakukan?" Riani mencoba menantang pria tampan itu. Ia masih belum tahu apa yang bisa teman SMA nya itu lakukan."Benar kamu ingin tahu?" Kenzo terbangun dari kasur empuk itu. Langkahnya mendekat ke arah Riani. Riani semakin waspada dengan pergerakan yang Kenzo buat."Kamu tidak akan bisa macam-macam!" Riani menggelengkan kepalanya."Aku bisa membuat ayahmu dijemput malaikat maut esok hari," Kenzo berbisik di telinga Riani."Apa maksudmu?" Riani terkesiap mendengar ucapan Kenzo."Kamu lupa aku memiliki banyak uang? Asal kamu tahu, rumah sakit tempat ayahmu di rawat adalah milik kakekku. Aku tinggal menyuruh seseorang untuk menyuntikan sesuatu pada infusan ayahmu. Dan Duaaarrr! Kamu akan melihat ayahmu di ruang jenazah," Kenzo tersenyum miring menikmati raut wajah ketakutan Riani."Jangan, Kenzo! Aku mohon
Tuti dan Gita kini sedang ada di Mall yang ada di pusat kota. Mereka kini sedang berbelanja dengan uang yang diberikan oleh Kenzo. Sisa uang yang mereka peroleh senilai 145 juta, karena Kenzo memang memberi DP 200 juta untuk membeli Riani. 55 juta Tuti pergunakan untuk biaya rumah sakit suaminya."Bu, kapan si pria tua itu bakal transfer sisanya?" Ucap Gita sembari menenteng banyak sekali belanjaan di tangannya. Ia memang membeli banyak sekali barang hari ini."Engga tau. Biarin aja dulu beberapa hari ini. Biar si Riani muasin dia dulu. Nanti dua hari lagi Ibu chat si Om Deni biar dia cepet transfer sisanya," jawab Tuti yang kini tengah mengelus rambutnya yang baru saja di smoothing."Jangan kelamaan ya, Bu? Gita pengen beli mobil," Gita tersenyum membayangkan dirinya menyetir kuda besi dan memamerkannya di hadapan teman-temannya."Iya. Kamu tenang aja ya, Nak! Ibu pasti bikin kamu seneng," Tuti mengelus rambut putrinya."Makasih ya, Bu? Gita sayang sama ibu," Gita tersenyum senang."
Riani masih memberontok dengan sekuat tenaga untuk keluar dari kungkungan tubuh orang yang ia benci itu. Kulit mulus Riani seakan membuat gairah Kenzo naik seketika. Ia yang belum pernah berciuman atau pun bercinta dengan seorang gadis seperti kehilangan akal sehatnya. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Kenzo seolah tidak bisa lagi membedakan antara dendam dan juga nafsu. "Kenzo, aku mohon!" Lirih Riani ketika Kenzo melepas pakaian gadis itu dengan tatapan berkabut."Tidak usah sok jual mahal. Aku akan membuktikan sendiri apa benar jika kamu masih suci!" Ucap Kenzo sebelum mencium kembali bibir Riani.Riani mati-matian terbebas dari ciuman yang menurutnya menjijikan itu. Ia begitu tidak menyangka bibirnya bisa bersentuhan dengan orang yang selalu menghina ayahnya sedemikian rupa."Aku memang sudah tidak suci, maka lepaskan aku!" Bohong Riani setengah memelas."Aku akan menilai sendiri. Bukankah aku sudah membayarmu?" Kenzo menyeringai sebelum ia menyatukan tubuhnya dan tubuh Riani.