Share

Niat Jahat Tuti

Tuti menghitung uang yang tersisa di dompet. Di dompetnya hanya tersisa sepuluh ribu rupiah. Kemarin uang gaji Riani ia pergunakan untuk ulang tahun anak kesayangannya, Gita. Tuti mendecakan lidahnya saat mengingat tanggal berapa Riani mendapatkan gaji, dan itu masih tiga Minggu lagi. Sangat lama. Kepala Tuti pusing tujuh keliling. Selain karena bahan pokok sudah habis, hari ini pun ada bank keliling yang akan meminta setoran untuk cicilan hutangnya. Ah, membayangkannya saja pusing bukan kepalang!

"Tuti, ayo kita kumpulan! Si bapak adminnya udah ada tuh!" Seru tetangga Tuti, ia mengajak rekannya itu untuk berkumpul di rumah salah satu warga untuk menyetorkan cicilan.

"Ya!" Sahut Tuti malas. Meskipun Tuti tak punya uang, ia wajib mengikuti perkumpulan itu.

Semua duduk di teras salah satu rumah warga. Semua warga menyetorkan sejumlah uang pada pekerja bank yang dipercaya sebagai penagih. Kini giliran Tuti, namun ia tak bisa menyempilkan sejumlah uang di buku catatan utangnya.

"Maaf, Bang! Hari ini saya belum bisa bayar hutangnya. Saya gak punya uang sama sekali!" Tuti meringis, berpura-pura memperlihatkan wajah memelasnya yang terkesan sangat dibuat-buat.

"Mohon maaf, Bu! Tapi ini sudah waktunya pembayaran. Ibu harus usahakan dong!" Tegas bapak-bapak itu dengan wajah garangnya.

"Iya saya tahu, Bang. Kemarin saya sudah berusaha mencari uang. Anak saya Riani pun belum gajian. Bapak dan warga di sini juga tahu kan suami saya seorang penderita gangguan jiwa," Tuti mengerjapkan matanya, berpura-pura menangis. Hingga terlihat beberapa orang di sana mengasihaninya.

"Baiklah. Saya kasih tenggang waktu tiga hari ya, Bu? Nanti saya akan kembali lagi untuk menagih janji ibu. Mohon kerjasamanya! Karna saya juga hanya sekedar pekerja," Pria matang di hadapan Tuti itu berkata dengan tegas dan lugas. Namun melunak saat mendengar alasan Tuti tentang suaminya yang sedang sakit jiwa.

Tuti menganggukan kepalanya dengan cepat, "Terima kasih, Pak. Saya pasti akan mengusahakannya!" Janji Tuti.

Akhirnya perkumpulan warga usai. Tuti pulang ke rumahnya dengan perasaan lega. Ia bisa mengelabui penagih hutang itu. Walaupun diberi masa tenggang waktu bayar, Tuti berencana untuk tidak ada di rumah saja saat pria tadi akan menemuinya nanti.

Tuti berjalan menuju rumahnya yang sudah terlihat. Namun matanya melebar saat melihat beberapa orang pria berpenampilan seperti preman sudah ada di halaman rumahnya dan mengambil barang yang ada di dalamnya. Walaupun dirumahnya tak ada barang berharga, tetap saja Tuti merasa sangat syok dan resah karena beberapa pria itu menyeret sofa usang dari dalam rumah.

"Ada apa ini, Bang?" Tanya Tuti. Wajahnya pucat pasi karena sangat takut dengan pria yang ada di hadapannya itu.

"Lu amnesia apa pura-pura lupa? Kita ke sini mau nagih uang yang udah lu pinjam!" Bentak salah satu pria yang bertato.

Tuti baru ingat jika hari ini adalah jadwal pembayaran utang ke rentenir yang baru dikenalnya beberapa Minggu lalu.

"Ah sial! Mengapa semua menagih hutangnya hari ini? Mengapa tidak bulan depan saja?" Rutuk Tuti dalam hatinya.

"Ampun, Bang! Saya belum ada uang. Suami saya sakit. Anak saya pun belum gajian," ringis Tuti dengan suara yang bergetar.

"Ck! Cape gue dengan alasan lu itu. Gue gak mau tahu ya! Bayar utang loe atau anak lu si Gita yang akan gue sita buat dijadiin mainan bos gue!!" Ucap salah satu pria itu mengejek dan menyeringai di hadapan Tuti. Sontak saja nyali wanita tambun itu menciut.

"Jangan, Bang! Kalau Abang mau, Abang bisa ambil Riani. Jangan Gita!" Tuti memberikan penawaran.

'"Emang gue bodoh dengan otak picik lu, hah? Riani itu cuma anak tiri lu kan? Dengan dia dijadiin jaminan gak akan buat loe berusaha lunasin hutang lu!" Sentak pria bertubuh gempal dengan kepala plontos.

Air mata Tuti akhirnya luruh juga. Ia tak sanggup jika anak buah rentenir itu membawa Gita dan menjadikannya sebagai mainan bosnya itu. Bos rentenir itu terkenal sangat kejam dan tak berperasaan. Rentenir itu juga sudah memiliki beberapa istri. Tuti tak mau Gita rusak oleh pria hidung belang yang tak mempunyai belas kasih itu. Sementara Tuti melabuhkan harapan yang begitu tinggi pada Gita. Gita sekarang baru lulus SMA dan baru diterima bekerja di sebuah super market sebagai seorang kasir. Tuti pun tak berani meminta uang pada putri kesayangannya, karena uang gaji Gita selalu Gita pakai untuk mempercantik dan merawat dirinya. Tuti tak masalah, karena kecantikan adalah penunjang agar Gita mendapatkan jodoh yang kaya raya. Tuti percaya itu!

"Ampun, Bang! Beri saya waktu seminggu saja. Saya janji akan membayar semuanya, Bang!" Tuti bersimpuh menanggalkan harga dirinya. Ia sangat mencintai Gita, ia tak mau Gita dijadikan jaminan .

"Haha nah gitu dong! Berlutut dari tadi. Oke gue kasih waktu seminggu. Kalau lu gak bisa penuhin janji lu, gue akan ambil anak kesayangan lu itu!" Pria tadi menyeringai dan membuang ludahnya sembarangan. Seolah Tuti adalah lalat yang sangat menjijikan.

Ketiga pria tadi akhirnya pergi meninggalkan Tuti yang masih bersimpuh. Setelah Tuti menyadari ketiga pria tadi pergi, Tuti mengangkat kepalanya. Ia melihat suaminya, Andj sedang berjalan menuju rumah mereka dengan membawa bunga bunga serta asyik bersenandung ria.

"Kau pulang juga hah? Lihatlah akibat ulahmu! Sejak kau tak waras, hidupku menderita! Seharusnya anakmu yang dijadikan jaminan oleh lintah darat itu!" Teriak Tuti saat sang suami sudah ada di hadapannya. Emosinya begitu menggebu saat melihat suaminya yang kini sangat ia benci itu.

Andi tak bergeming. Pria itu tak menghiraukan amukan Tuti. Dia masih menyanyikan lagu tembang jadul seraya terkekeh seolah ada hal lucu di hadapannya. Melihat kekehan Andi, Tuti semakin benci. Ia bertekad untuk menghancurkan hidup Riani. Riani harus bertanggung jawab karena sang ayah yang telah membuat hidupnya dan Gita menderita. Tuti menuduh Riani dan Andi sebagai penimpa kemalangan pada hidupnya dan Gita, sehingga Tuti harus terlilit hutang dan direndahkan oleh orang lain. Padahal jika Tuti berkaca diri, semua kemalangan yang menimpa hidupnya adalah akibat ulahnya sendiri. Tanpa mempedulikan suaminya, Tuti memasuki rumahnya. Ia membuka pintu kamarnya dan mengambil sesuatu di bawah bantalnya. Beruntung para rentenir tadi tidak menemukan ponselnya yang tergeletak di bawah bantal.

Tuti tersenyum samar saat sebuah ide brilian muncul di kepalanya. Dengan cepat ia menginstall akun m*ch*t dan membuat akun. Ia pun memberikan akun itu dengan nama Riani dan foto anak tirinya itu. Kebetulan Tuti mempunyai foto Riani yang tersimpan di galerinya saat dulu foto studio kelulusan SMA. Tuti akui kecantikan Riani diatas rata-rata. Riani sangat cantik dan manis. Tuti yakin akan banyak pria yang membeli Riani dan ia akan mendapatkan uang yang sangat banyak dengan cepat. Kini giliran Tuti yang harus memutar otak, bagaimana caranya menjebak Riani agar ia mengikuti permainannya?

Setelah selesai membuat akun, Tuti menutup ponselnya dan tersenyum licik. Ini adalah langkah pertama yang akan ia tempuh untuk.membalaskan dendamnya pada Riani, anak dari Andi yang sudah membuat nasibnya dan Gita sial dan malang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status