Flashback....Tuti dan Gita datang ke rumah sakit tempat Andi di rawat. Mereka kecewa tatkala frontliner rumah sakit mengatakan jika Andi sudah pulang ke rumah. "Tolong apa anda tahu di mana suami saya berada? Kami adalah istri dan anaknya. Kami ingin bertemu dengan Pak Andi," Tuti menatap frontliner berjilbab biru muda itu dengan penuh harap."Mohon maaf, Ibu. Data pasien adalah rahasia rumah sakit. Kami tidak bisa memberi tahu di mana alamat pasien. Jika ibu dan adik adalah keluarganya, lantas mengapa kalian tidak tahu di mana yang bersangkutan tinggal?" Selidik Frontliner berwajah cantik itu."Nah itu masalahnya, ayahku dibawa oleh seseorang yang mengaku keluarganya. Padahal beliau sama sekali tidak memiliki keluarga lagi. Justru kami yang harus mempertanyakan kredibilitas rumah sakit ini, mengapa pasien bisa dibawa pulang oleh orang lain?" Gita yang sedari tadi berdiri di belakang Tuti maju beberapa langkah hingga kini ia berhadapan dengan frontliner itu."Semua yang mengambil pa
Rio kini telah dalam tahap penjajakan dengan seorang gadis cantik dan kaya raya yang dikenalkan oleh ayahnya. Ayahnya berkata jika gadis itu adalah pewaris dari perusahaan yang ada di ibu kota. Saat ini Rio dan gadis yang bernama Naya itu tengah makan malam di sebuah restoran fancy."Kamu manis ya?" Naya tersenyum saat ia menilik wajah Rio yang tampak dingin malam ini. Entah mengapa pria itu sangat tidak antusias dengan perkenalan mereka. Hatinya seakan tertinggal di Bali.Rio pikir ia akan segera melupakan Riani. Rio mengira jika perasaannya hanya rasa suka palsu belaka. Setelah mengetahui Riani adalah seorang asisten rumah tangga, dirinya pikir akan melupakan Riani dengan cepat. Baginya tak level sekali sang pewaris perusahaan seperti dirinya berkencan dengan gadis yang hanya seorang asisten rumah tangga. Tapi Rio salah. Riani seolah terus menari-nari di kepalanya dan mengusik hatinya yang paling dalam. Rio terus mengingat Riani. Pria itu tidak pernah seperti ini sebelumnya. Rio men
Seorang gadis menyeka keringat yang membasahi rambut sepinggangnya. Ia terus mengayuh sepeda untuk sampai di tempat kerjanya yang berada di pusat kota. Ia adalah Riani Mutia Azzahra, seorang karyawan pabrik biasa yang bekerja di sebuah perusahaan manufaktur tekstil terkenal. Riani cukup beruntung bisa bekerja di pabrik terbesar se Asia itu. Riani memang sudah bekerja semenjak ia lulus SMA di pabrik ini. Riani sebenarnya adalah seorang siswi yang pintar. Akan tetapi, gadis itu tidak bisa mengenyam perkuliahan seperti mimpinya. Riani harus mengubur keinginan melanjutkan pendidikannya karena terhalang oleh ekonomi keluarga. Jangankan untuk kuliah, untuk makan saja mereka kesusahan."Hufftt, sebentar lagi!" Riani mengatur nafasnya begitu pabrik sudah mulai terlihat. Riani mempercepat kayuhannya, berharap dirinya bisa segera duduk untuk melepas lelah.Sesekali Riani melirik kotak plastik yang ia bawa. Riani memang berjualan gorengan di pabrik. Ia biasa membawa dagangannya ke pabrik berharap
Riani terbuyar dari lamunannya. Ia segera meninggalkan area Gazebo. Riani menggendong tas usang berwarna krem yang sudah ia pakai semenjak duduk di bangku SMA. Tak lupa Riani juga menjinjing kotak berbahan plastik yang jadi tempat menyimpan gorengannya. Saat akan masuk ke dalam area produksi, tangan Riani di tarik oleh seseorang."Ri, mau lemper dua dong sama tahunya tiga," ucap salah seorang teman dekat Riani yang juga menjadi operator produksi yang bernama Asti. Gadis itu langsung memesan karena perutnya amat keroncongan. Maklum saja, Asti tadi tidak sempat sarapan di rumah."Gak ada. Gorengannya abis, Ti," Riani menatap wajah temannya."Lah, kok bisa?" Asti menimpali."Tadi ada mobil yang ngelakson. Akunya kaget dan jatuh. Jadi aja barang dagangannya berserakan di jalan," jawab Riani. Kebetulan Kenzo ada tak jauh dari mereka. Kenzo memang sedang ke area produksi untuk mencari manajer produksi."Kamunya ga apa-apa?" Asti mengambil tangan Riani dan memperhatikannya dengan seksama. Tak
Riani bekerja seperti biasa, pekerjaannya adalah memilah baju yang sudah di finishing. Dia ditempatkan di posisi Quality control atau sering disingkat dengan QC. Riani harus bersikap profesional. Jiika sudah melangkah ke pabrik, Riani akan melupakan semua masalahnya di rumah. Riani mencoba untuk fokus dengan segala kewajibannya sebagai pekerja. Riani sadar posisi QC memerlukan ketelitian yang sangat tinggi. "Segera bersihkan area kerja kalian! Hari ini ada Tuan Kenzo yang akan melakukan audit di tempat produksi bersama cliennya dari Jepang!" Seru ketua regu yang bernama pak Roby. "Oke, Pak!" Jawab semua karyawan produksi dengan serempak. Dengan cepat, mereka mengambil sapu, pengki, dan peralatan kebersihan yang lain. Mereka fokus memeriksa meja kerja mereka sedetail mungkin. Mereka tak ingin terkena SP atau mendapat surat teguran karena area kerja yang kotor. Sejak Kenzo mengambil alih perusahaan, semua aturan sangatlah ketat. Kebersihan area kerja menjadi hal yang sangat diperhatik
Tuti menghitung uang yang tersisa di dompet. Di dompetnya hanya tersisa sepuluh ribu rupiah. Kemarin uang gaji Riani ia pergunakan untuk ulang tahun anak kesayangannya, Gita. Tuti mendecakan lidahnya saat mengingat tanggal berapa Riani mendapatkan gaji, dan itu masih tiga Minggu lagi. Sangat lama. Kepala Tuti pusing tujuh keliling. Selain karena bahan pokok sudah habis, hari ini pun ada bank keliling yang akan meminta setoran untuk cicilan hutangnya. Ah, membayangkannya saja pusing bukan kepalang! "Tuti, ayo kita kumpulan! Si bapak adminnya udah ada tuh!" Seru tetangga Tuti, ia mengajak rekannya itu untuk berkumpul di rumah salah satu warga untuk menyetorkan cicilan. "Ya!" Sahut Tuti malas. Meskipun Tuti tak punya uang, ia wajib mengikuti perkumpulan itu. Semua duduk di teras salah satu rumah warga. Semua warga menyetorkan sejumlah uang pada pekerja bank yang dipercaya sebagai penagih. Kini giliran Tuti, namun ia tak bisa menyempilkan sejumlah uang di buku catatan utangnya. "Maaf,
Kenzo tengah asyik bermain billiard di ruangan khusus yang ada di rumahnya. Sesekali pria tampan dan jangkung itu tersenyum puas ketika bola yang ia pukul masuk secara akurat ke dalam lubang."Hebat lu, Ken!" Teman yang menemaninya bermain billiard memberikan pujian. Kenzo pun meletakan tongkat billardnya dengan asal. Kenzo kemudian mendudukan dirinya di atas sofa, sedangkan tangannya sibuk membuka minuman kemasan dingin yang akan ia teguk."Gimana kerjaan lu?" Teman Kenzo yang bernama Ardy terduduk di samping Kenzo. Pria itu memang terbiasa memanggil sapaan Gue-Lu karena dirinya berasal dari ibu kota."Ya gitu gitu aja!" Jawab Kenzo sembari meneguk minuman yang ada di tangannya. Setelah puas menuntaskan dahaganya, Kenzo menyimpan botol minuman itu di atas meja kecil."Mumet gak sih lu harus kerja keras tiap hari?" Ardy mengambil ponsel boba merk terbaru yang baru saja rilis bulan ini."Ya namanya kerja. Mumet sih pasti. Lagian gak tiap hari gue sibuk," Kenzo ikut mengeluarkan ponsel d
Kenzo tidak menyia-nyiakan waktu, keesokan harinya ia mengirimkan pesan agar Riani datang ke apartemen miliknya malam ini. Kenzo pun menggunakan nama samaran saat dirinya berhubungan dengan Tuti via medsos. Kenzo memperkenalkan dirinya sebagai Om Deni yang berusia 60 tahun. Di tempat lain, Tuti tampak senang karena Riani akan dijadikan alat pemu*s n*fsu pria tua. Tuti memutar otaknya agar Riani bisa datang ke apartemen milik Kenzo."Gimana caranya buat nih anak datang ke alamat si tua bangka Deni?" Tuti memijat keningnya yang seakan terus berdenyut. Ia terus menatap alamat apartemen yang Kenzo kirimkan padanya.Bak gayung bersambut, saat Tuti tengah sibuk memikirkan cara Riani datang kepada Kenzo, seorang tetangganya mengetuk pintu rumah Tuti dengan sangat keras."Ada apa sih? Kaya mau gerebek pasangan selingkuh aja?" Semprot Tuti kepada seorang pria yang seumuran dengannya."Ti, itu si Andi!!" Tetangga Tuti tampak mengatur nafasnya yang cepat. Terlihat pria paruh baya itu sangat panik