"Selangkah saja kamu keluar dari kamarku, lihat apa yang akan terjadi dengan ayahmu esok hari!" Ancam Kenzo yang membuat langkah Riani terhenti seketika.
"Memangnya apa yang bisa kamu lakukan?" Riani mencoba menantang pria tampan itu. Ia masih belum tahu apa yang bisa teman SMA nya itu lakukan."Benar kamu ingin tahu?" Kenzo terbangun dari kasur empuk itu. Langkahnya mendekat ke arah Riani. Riani semakin waspada dengan pergerakan yang Kenzo buat."Kamu tidak akan bisa macam-macam!" Riani menggelengkan kepalanya."Aku bisa membuat ayahmu dijemput malaikat maut esok hari," Kenzo berbisik di telinga Riani."Apa maksudmu?" Riani terkesiap mendengar ucapan Kenzo."Kamu lupa aku memiliki banyak uang? Asal kamu tahu, rumah sakit tempat ayahmu di rawat adalah milik kakekku. Aku tinggal menyuruh seseorang untuk menyuntikan sesuatu pada infusan ayahmu. Dan Duaaarrr! Kamu akan melihat ayahmu di ruang jenazah," Kenzo tersenyum miring menikmati raut wajah ketakutan Riani."Jangan, Kenzo! Aku mohon!" Riani langsung menyambar tangan Kenzo. Air matanya mengalir deras mendengar ancaman yang Kenzo layangkanTentu saja Kenzo hanya menggertak Riani. Walaupun kakek Kenzo adalah seorang pemilik Rumah Sakit, dirinya tidak akan bisa melakukan kejahatan sekecil apapun di rumah sakit. Kenzo hanya menakut-nakuti gadis malang itu. Rencananya berhasil. Riani kini bahkan terlihat sangat ketakutan."Maka jangan pernah pergi dari tempat ini. Kamu mengerti?" Kenzo menarik tangannya yang tengah di genggam oleh Riani."Aku akan melakukan apapun yang kamu inginkan," Riani berkata dengan suara bergetar. Ia sangat takut dengan ancaman yang Kenzo layangkan padanya."Lalu, bagaimana dengan pekerjaanku di pabrik dan juga ayahku? Siapa yang akan merawat dia jika aku di sini?" Riani yang berlinang air mata memberanikan diri menatap mata tajam Kenzo."Kamu tidak perlu lagi bekerja ke pabrik. Dan ayahmu aku yakin dia akan baik-baik saja. Aku akan mentransfer sisa uang itu," Kenzo berbalik dan berjalan menuju kasur mewahnya.Riani tampak kebingungan dengan sisa uang apa yang Kenzo maksud. Gadis itu ingin bertanya, akan tetapi dia urungkan. Riani yang terlanjur menyayangi Tuti takut jika ibu sambungnya terkena masalah apabila dirinya berkata yang sebenarnya."Kemarilah!" Kenzo terduduk di tepi ranjang. Riani meneguk salivanya dengan susah payah. Gadis itu tampak ketakutan."Bukankah kamu membenciku? Mengapa kamu membeliku?" Riani bertanya tanpa mendekat kepada Kenzo."Kamu pun tahu apa yang aku inginkan," Ucap Kenzo dengan senyumnya yang begitu memuakan di mata Riani."Apa tujuanmu yang sebenarnya?" Riani mengigit bibir bawahnya."Kemarilah! Aku akan membisikannya padamu!" Kenzo tersenyum merendahkan.Riani berjalan dengan pelan. Ia kemudian berdiri di hadapan Kenzo yang tengah terduduk di tepi kasur. Pria itu kemudian berdiri dan mendekatkan wajahnya pada telinga gadis berusia dua puluh tiga tahun itu."Tujuanku adalah menjadikanmu J*lang! Jika aku sudah puas dengan tubuhmu, aku akan segera membuangmu,," Kenzo berbisik.Sementara Riani membulatkan matanya. Ia sudah menebak jika Kenzo berniat buruk padanya. Tapi apa yang bisa ia lakukan sekarang? Riani tidak memiliki kekuatan apapun untuk melawan pria jahat itu. Apalagi kini ayahnya seakan berada di dalam genggaman pria jangkung itu."Maka layanilah aku sekarang!" Kenzo menarik tangan Riani dan menghempaskannya ke atas kasur."Aku belum siap," Riani menutupi tubuhnya dengan tangan."Aku tidak butuh kesiapanmu. Layani aku dengan baik," Kenzo langsung mengungkung tubuh Riani dengan tubuhnya.Kenzo kemudian mencium bibir Riani dengan kasar. Sebenarnya Kenzo hanya menakuti gadis itu, tapi entah mengapa hasratnya langsung naik seketika ketika bersentuhan dengan kulit gadis yang selalu ia sebut dengan si anak ODGJ itu."Ja-" Riani mendorong dada Kenzo. Akan tetapi, Kenzo langsung membungkam Riani kembali dengan ciumannya."Tuti dan Gita kini sedang ada di Mall yang ada di pusat kota. Mereka kini sedang berbelanja dengan uang yang diberikan oleh Kenzo. Sisa uang yang mereka peroleh senilai 145 juta, karena Kenzo memang memberi DP 200 juta untuk membeli Riani. 55 juta Tuti pergunakan untuk biaya rumah sakit suaminya."Bu, kapan si pria tua itu bakal transfer sisanya?" Ucap Gita sembari menenteng banyak sekali belanjaan di tangannya. Ia memang membeli banyak sekali barang hari ini."Engga tau. Biarin aja dulu beberapa hari ini. Biar si Riani muasin dia dulu. Nanti dua hari lagi Ibu chat si Om Deni biar dia cepet transfer sisanya," jawab Tuti yang kini tengah mengelus rambutnya yang baru saja di smoothing."Jangan kelamaan ya, Bu? Gita pengen beli mobil," Gita tersenyum membayangkan dirinya menyetir kuda besi dan memamerkannya di hadapan teman-temannya."Iya. Kamu tenang aja ya, Nak! Ibu pasti bikin kamu seneng," Tuti mengelus rambut putrinya."Makasih ya, Bu? Gita sayang sama ibu," Gita tersenyum senang."
Riani masih memberontok dengan sekuat tenaga untuk keluar dari kungkungan tubuh orang yang ia benci itu. Kulit mulus Riani seakan membuat gairah Kenzo naik seketika. Ia yang belum pernah berciuman atau pun bercinta dengan seorang gadis seperti kehilangan akal sehatnya. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Kenzo seolah tidak bisa lagi membedakan antara dendam dan juga nafsu. "Kenzo, aku mohon!" Lirih Riani ketika Kenzo melepas pakaian gadis itu dengan tatapan berkabut."Tidak usah sok jual mahal. Aku akan membuktikan sendiri apa benar jika kamu masih suci!" Ucap Kenzo sebelum mencium kembali bibir Riani.Riani mati-matian terbebas dari ciuman yang menurutnya menjijikan itu. Ia begitu tidak menyangka bibirnya bisa bersentuhan dengan orang yang selalu menghina ayahnya sedemikian rupa."Aku memang sudah tidak suci, maka lepaskan aku!" Bohong Riani setengah memelas."Aku akan menilai sendiri. Bukankah aku sudah membayarmu?" Kenzo menyeringai sebelum ia menyatukan tubuhnya dan tubuh Riani.
Riani tengah berkutat dii dapur apartemen Kenzo. Apartemen pria itu memang sangatlah luas dan besar. Terdapat beberapa fasilitas yang ada di dalam apartemen. Kenzo memang sengaja membeli apartemen premium sebagai tempat hunian barunya. Kenzo memang baru pindah dari rumahnya selama tiga bulan ini. Pria itu sangat benci di atur oleh sang Mama dalam segala hal. Itulah yang melatar belakangi Kenzo membeli sebuah apartemen dengan suite yang begitu luas dan nyaman."Semoga aku tidak salah memasak," Riani bergumam ketika ia memutuskan untuk membuat ayam keremes dan sup bayam.Ketika selesai memandikan Kenzo, Riani memang langsung diberi tugas untuk memasak. Kenzo benar-benar memperlakukannya bak pembantu. Pikiran Riani kemudian menerawang jauh kepada ayahnya. Bagaimana kini kabar ayahnya? Apakah kondisi cinta pertamanya itu sudah membaik? Apakah Tuti menunggui ayahnya saat di rumah sakit? Riani begitu merindukan ayahnya. Saking sakitnya menahan rindu, mata Riani pun memanas. Ia menangis ters
Kondisi Andi semakin hari semakin membaik walau ia kini hanya berbaring di atas kasur rumah sakit. Tuti dan Gita tidak pernah menunggui Andi di rumah sakit. Mereka sedang bersenang-senang menghamburkan uang dari Kenzo. Dokter yang melakukan visit ke ruangan Andi pun sangat iba melihat pria itu. Andi seperti seorang pria yang sebatang kara di dunia ini, tanpa ada yang menungguinya saat di rawat di rumah sakit. Bahkan untuk makan, Andi di suapi oleh perawat yang berjaga. Untuk urusan buang air kecil dan buang air besar, perawat memasangkan diapers lansia pada Andi."Riani!" Gumam Andi saat ia terbangun dari tidurnya. Air matanya menetes dari sudut matanya. Walau pun dirinya sakit gangguan jiwa, tapi Andi sangat ingat jika Riani adalah putri kesayangannya. Matanya semakin layu ketika melihat kursi tunggu di samping ranjangnya masih kosong juga."Bapak berharap kamu ada di sini. Kamu ke mana, Nak?" Isak Andi dengan suara yang memilukan.Andi terus menangis terisak seorang diri di ruangan
Ardy dan Yogi sedang menghabiskan waktunya di apartemen milik Kenzo. Kedua pria itu adalah sahabat baik Kenzo sedari SMA. Walaupun berbeda keperibadian, nyatanya hubungan pertemanan mereka masih terajut baik hingga kini."Katanya elu beli si Riani? Mana dia engga ada di sini tuh!" Ardy celingukan mencari keberadaan teman SMA nya itu."Ya bener lah," Kenzo menyeruput Vanila Latte yang baru ia buat."Ya terus mana? Gue engga lihat tuh batang hidungnya!" Seloroh Ardy lagi tidak percaya."Tunggu-tunggu! Kalian ngomongin siapa sih?" Yogi yang baru pulang dari Yunani terheran-heran."Itu si Riani, teman SMA kita. Yang anaknya di Bapak ODGJ," Jawab Ardy sembari menyesap kopi yang ada di dalam gelasnya. Sesekali Ardy menghisap vape yang ia bawa dan meniupkan asapnya ke udara."Gue udah bilang, jangan ngerokok di depan gue!!" Kenzo berkata dengan marah. Ia memang tidak pernah suka berdekatan dengan seorang perokok. Biasanya Ardy tidak akan berani merokok di hadapan pria pemarah itu."What? Si
Riani membawa ranselnya ke rumah sakit dan menemani kembali ayahnya di sana. Hati Riani sedikit resah, ia takut Kenzo melakukan hal yang buruk pada keluarganya. Riani menatap Andi yang sedang tertidur. Air matanya kembali menetes. Riani merasa sangat sedih karena ia tidak menemani sang ayah setelah operasi. Riani pun menghapus air matanya saat pintu kamar Andi dibuka oleh seseorang."Bu, tadi dokter sudah visit lagi. Hari ini Bapak Andi sudah boleh pulang ya?" Ucap seorang perawat sembari membawa kursi roda, obat dan juga surat kontrol agar Andi kembali memeriksakan dirinya seminggu kemudian."Boleh pulang?" Mata Riani berbinar. Setidaknya jika ia mengurus Andi di rumah, biaya yang dikeluarkan akan minim. Menunggu di rumah sakit seperti ini Riani harus membeli makanan dan minuman di luar."Iya. Bapak Andi boleh pulang hari ini. Saya lepas infusnya ya, Bu?" Perawat itu berucap dengan ramah. Riani mengangguk dan memeprhatikan perawat yang melepas infus dari tangan Andi. Andi yang sedang
"Sha, jangan tinggalin aku!!" Kenzo mengigau.Pria itu bermimpi tentang Shakila. Kenzo langsung terbangun dari tidurnya. Keringat terlihat membasahi piyama pria itu. Kenzo mengstabilkan nafasnya. Kemudian ia mengambil gelas berisi air mineral yang ada di atas nakas."Aku bermimpi Shakila lagi," Kenzo mengusap wajahnya kasar.Sekelebat ingatan tentang Shakilla kemudian melintas dalam memorinya."Sha, aku takut!!' Kenzo yang berusia sepuluh tahun gelagapan melihat jurang yang ada di bawah.Mereka memang tengah naik jembatan kaca yang ada di negara China. Di bawah jembatan itu adalah jurang yang sangat dalam. Shakilla dan Kenzo memang berteman dari kecil. Ibu Shakilla adalah sahabat dari ibu Kenzo. Shakilla maupun Kenzo sering kali bermain saat usia mereka kanak-kanak. Mereka pun sering berlibur ke luar negeri bersama."Zo, engga usah takut! Coba atur nafas kamu. Tarik dan lepaskan!" Shakilla memberi aba-aba."Baik," Kenzo menuruti perintah teman kecilnya itu."Bagaimana?" Tanya Shakill
Taksi online yang di tumpangi oleh Riani dan Andi sampai di depan gang menuju kontrakan kecil mereka. Ayah dan anak itu memang harus turun di depan gang karena mobil tidak akan masuk sampai halaman kontrakan. Perlu diketahui, gang itu terletak di sebelah sekolahan SMA yang merupakan sekolah Riani dan Kenzo di masa silam. Supir taksi segera membantu Riani dengan mengeluarkan kursi roda dari dalam bagasi. Supir taksi online itu juga membantu memangku Andi dari jok mobil ke kursi roda. Riani pun membayar ongkos plus memberi tip pada driver yang menurutnya sangat baik itu."Ini kebanyakan," supir taksi itu menatap ongkos yang dibayarkan oleh Riani."Sisanya tip dari saya, Pak. Terima kasih bantuannya," Riani tersenyum tulus."Sama-sama. Saya juga makasih ya? Semoga Bapaknya cepet sembuh," supir online itu dengan tulus mendoakan Andi."Iya, Pak," balas Riani dengan ramah.Supir taksi online pun pamit dan segera pergi untuk mengambil orderan dari penumpang yang lain. Riani kemudian mendoron