Di sinilah Riani berada. Matanya tengah menatap pintu apartemen yang akan menjadi tempat kenestapaan hidupnya yang baru. Riani melangkah mundur, berusaha menyelamatkan tubuh dan harga dirinya. Tapi sekelebat wajah ayahnya hadir di pelupuk mata. Akan seperti apa jadinya jika Riani kabur dari pria yang ia ketahui bernama Om Deni? Riani meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Jadi, akan seperti ini kah akhir hidupnya? Setetes air mata menetes dari matanya yang sayu.
Riani menatap bel dengan sangat lama. Tangannya yang gemetar kemudian memencet bel apartemen mewah itu.Ceklek...Pintu terbuka. Akan tetapi, Riani tidak melihat pria ber*ngsek itu. Riani memindai ruangan dari depan pintu. Ingin melihat pria keji yang akan menghancurkan hidupnya. Tapi ia tidak melihat siapa pun di sana."Masuk!" Suara bariton pria membuyarkan lamunan Riani.Dadanya seakan dihimpit oleh batu yang amat besar di dasar jurang yang dalam. Dadanya sangat sesak bak tenggelam di Palung Mariana. Riani meneguk salivanya, membayangkan nasib buruk yang akan menimpa padanya di dalam apartemen mewah itu."Masuk wanita j*lang!" Bentak pria itu membuat Riani terlonjak."Wanita jalang?" Riani bergumam. Matanya meneteskan air mata mendengar penghinaan itu. Tapi bibirnya mengukir sebuah senyuman. Senyuman getir yang menertawakan takdir hidupnya kini."Benar. Aku memang j*lang! Dengan menerima tawaran ini saja aku sudah menjadi j*lang!" Riani menghapus air matanya sebelum kakinya melangkah ke sebuah pintu yang menurutnya adalah gerbang menuju neraka.Riani masuk sembari menundukan wajahnya. Tangannya bergetar sembari mencekal tas usang miliknya dengan kuat. Bahkan tungkai kakinya seolah lemas menopang bobot tubuhnya. Riani melihat bayangan pria itu berjalan ke arahnya. Riani mengigit bibirnya. Kepalanya masih tertunduk ke bawah."Angkat kepalamu!" Desisnya tajam.Tunggu! Riani seperti mengenali suara pria ini. Suara yang selalu menorehkan luka di hati karena penghinaan yang tak berperasaan pada ayahnya. Mungkinkah dia adalah?"Heh, anak si ODGJ!" Hardik Kenzo dengan suara menggelegar.Riani langsung mengangkat kepalanya. Matanya membola taktaka melihat pria yang amat ia benci berada di depan matanya. Mereka kini hanya berjarak beberapa centi saja. Tubuh tinggi nan kokoh milik Kenzo kini berdiri di hadapannya."Ka-kamu?" Riani masih membulatkan matanya. Mata teduh itu seakan akan loncat melihat pria yang tak ia sangka berdiri di depannya."Ah tidak, aku harus mengganti panggilanku padamu. Bukan anak si ODGJ, tapi si wanita j*lang!" Kenzo tersenyum sinis sembari menatap Riani."Apa yang kamu lakukan di sini?" Riani masih belum menguasai keterkejutannya."Dasar j*lang! Kamu kecewa karena aku bukan pria tua yang akan menikmati tubuh hinamu ini?" Kenzo tersenyum miring."Bahkan sampai mati pun, aku tidak sudi tubuhku di sentuh oleh pria macam dirimu!" Riani menatap Kenzo dengan geram, membuat darah Kenzo mendidih seketika karena tersulut emosi."Tidak adakah sedikit hormat untuk bosmu ini? Apa kau lupa jika aku adalah bosmu? Dan apakah kau lupa jika aku yang menyelamatkan nyawa ayahmu yang tidak berguna itu?" Kenzo mengapit pipi Riani dengan tangannya."Kenzo, lepaskan!" Riani melepaskan tas yang tengah ia genggam. Tangannya kemudian mencengkram tangan Kenzo yang sedang mengapit pipinya."Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu. Aku sudah membayarmu dengan mahal," Kenzo tertawa mempermainkan Riani dengan kata-katanya."Apa maksudnya semua ini? Mengapa kamu membeliku? Bukankah kamu sangat membenciku?" Riani memberanikan diri menatap wajah pria di hadapannya.Wajah pria itu begitu tampan, tubuhnya atletis, kulitnya sangat putih dan bersih, rahangnya tegas, hidungnya amat mancung, bibir itu selalu berwarna sedikit kemerahan, membuat semua wanita terpesona. Akan tetapi, tidak dengan Riani. Bibir pria yang ada di hadapannya amat Riani benci. Riani begitu membenci bibir itu, bibir yang selalu mengolok-olok penyakit ayahnya dengan kejam."Kamu tentu tahu mengapa aku membelimu. Sekarang lakukan tugasmu dengan benar, J*lang!" Kenzo menarik tangan Riani dan menghempaskan wanita itu ke atas kasur spring bed berukuran king size miliknya."Tidak, Kenzo. Jangan lakukan ini!" Tubuh Riani meringsut mundur."Jangan sok suci! Bukankah aku membelimu untuk ini? Sekarang puaskan aku!" Kenzo melepas bajunya dan melemparnya ke sembarang arah."Tidak, Jangan!" Riani menangis ketakutan."Jangan berpura-pura tidak mau seperti ini! Bukankah dirimu yang menjajakan tubuhmu sendiri di apikasi itu? Aku sudah membayarmu dengan mahal. Maka layanilah aku malam ini!" Kenzo menyeringai. Menikmati raut wajah ketakutan Riani. Kenzo begitu bahagia melihat wajah ketakutan itu.Ketakutan Riani seakan menghibur hatinya. Kenzo ingin melampiaskan semuanya. Melampiaskan sakit hati yang ia pendam bertahun-tahun. Menurutnya Riani adalah orang yang membuat Kenzo kehilangan Shakila, cinta pertamanya. Ini adalah waktu yang pas untuk membalaskan semua rasa sakit hatinya."Aku mohon, Kenzo! Jangan seperti ini!!" Riani terus terisak saat tubuh Kenzo yang bertelanjang dada semakin mendekat padanya. Bahkan kini pria itu merangkak ke atas kasur."Kenzo, bukankah kamu membenciku? Kamu tidak akan berselera dengan tubuhku," Riani berkata dengan parau."Kata siapa, Hah?" Kenzo tersenyum miring. Terus mendekat ke arah Riani yang masih memundurkan tubuhnya sampai terbentur ujung kasur."Ayo puaskan aku!" Kenzo menyeringai jahat. Hendak menyentuh tubuh Riani dengan tangannya."Aku tidak bisa," Riani meloncat dari kasur dan hendak keluar dari dalam kamar."Selangkah saja kamu keluar dari kamarku, lihat apa yang akan terjadi dengan ayahmu esok hari!" Ancam Kenzo yang membuat langkah Riani terhenti seketika."Selangkah saja kamu keluar dari kamarku, lihat apa yang akan terjadi dengan ayahmu esok hari!" Ancam Kenzo yang membuat langkah Riani terhenti seketika."Memangnya apa yang bisa kamu lakukan?" Riani mencoba menantang pria tampan itu. Ia masih belum tahu apa yang bisa teman SMA nya itu lakukan."Benar kamu ingin tahu?" Kenzo terbangun dari kasur empuk itu. Langkahnya mendekat ke arah Riani. Riani semakin waspada dengan pergerakan yang Kenzo buat."Kamu tidak akan bisa macam-macam!" Riani menggelengkan kepalanya."Aku bisa membuat ayahmu dijemput malaikat maut esok hari," Kenzo berbisik di telinga Riani."Apa maksudmu?" Riani terkesiap mendengar ucapan Kenzo."Kamu lupa aku memiliki banyak uang? Asal kamu tahu, rumah sakit tempat ayahmu di rawat adalah milik kakekku. Aku tinggal menyuruh seseorang untuk menyuntikan sesuatu pada infusan ayahmu. Dan Duaaarrr! Kamu akan melihat ayahmu di ruang jenazah," Kenzo tersenyum miring menikmati raut wajah ketakutan Riani."Jangan, Kenzo! Aku mohon
Tuti dan Gita kini sedang ada di Mall yang ada di pusat kota. Mereka kini sedang berbelanja dengan uang yang diberikan oleh Kenzo. Sisa uang yang mereka peroleh senilai 145 juta, karena Kenzo memang memberi DP 200 juta untuk membeli Riani. 55 juta Tuti pergunakan untuk biaya rumah sakit suaminya."Bu, kapan si pria tua itu bakal transfer sisanya?" Ucap Gita sembari menenteng banyak sekali belanjaan di tangannya. Ia memang membeli banyak sekali barang hari ini."Engga tau. Biarin aja dulu beberapa hari ini. Biar si Riani muasin dia dulu. Nanti dua hari lagi Ibu chat si Om Deni biar dia cepet transfer sisanya," jawab Tuti yang kini tengah mengelus rambutnya yang baru saja di smoothing."Jangan kelamaan ya, Bu? Gita pengen beli mobil," Gita tersenyum membayangkan dirinya menyetir kuda besi dan memamerkannya di hadapan teman-temannya."Iya. Kamu tenang aja ya, Nak! Ibu pasti bikin kamu seneng," Tuti mengelus rambut putrinya."Makasih ya, Bu? Gita sayang sama ibu," Gita tersenyum senang."
Riani masih memberontok dengan sekuat tenaga untuk keluar dari kungkungan tubuh orang yang ia benci itu. Kulit mulus Riani seakan membuat gairah Kenzo naik seketika. Ia yang belum pernah berciuman atau pun bercinta dengan seorang gadis seperti kehilangan akal sehatnya. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Kenzo seolah tidak bisa lagi membedakan antara dendam dan juga nafsu. "Kenzo, aku mohon!" Lirih Riani ketika Kenzo melepas pakaian gadis itu dengan tatapan berkabut."Tidak usah sok jual mahal. Aku akan membuktikan sendiri apa benar jika kamu masih suci!" Ucap Kenzo sebelum mencium kembali bibir Riani.Riani mati-matian terbebas dari ciuman yang menurutnya menjijikan itu. Ia begitu tidak menyangka bibirnya bisa bersentuhan dengan orang yang selalu menghina ayahnya sedemikian rupa."Aku memang sudah tidak suci, maka lepaskan aku!" Bohong Riani setengah memelas."Aku akan menilai sendiri. Bukankah aku sudah membayarmu?" Kenzo menyeringai sebelum ia menyatukan tubuhnya dan tubuh Riani.
Riani tengah berkutat dii dapur apartemen Kenzo. Apartemen pria itu memang sangatlah luas dan besar. Terdapat beberapa fasilitas yang ada di dalam apartemen. Kenzo memang sengaja membeli apartemen premium sebagai tempat hunian barunya. Kenzo memang baru pindah dari rumahnya selama tiga bulan ini. Pria itu sangat benci di atur oleh sang Mama dalam segala hal. Itulah yang melatar belakangi Kenzo membeli sebuah apartemen dengan suite yang begitu luas dan nyaman."Semoga aku tidak salah memasak," Riani bergumam ketika ia memutuskan untuk membuat ayam keremes dan sup bayam.Ketika selesai memandikan Kenzo, Riani memang langsung diberi tugas untuk memasak. Kenzo benar-benar memperlakukannya bak pembantu. Pikiran Riani kemudian menerawang jauh kepada ayahnya. Bagaimana kini kabar ayahnya? Apakah kondisi cinta pertamanya itu sudah membaik? Apakah Tuti menunggui ayahnya saat di rumah sakit? Riani begitu merindukan ayahnya. Saking sakitnya menahan rindu, mata Riani pun memanas. Ia menangis ters
Kondisi Andi semakin hari semakin membaik walau ia kini hanya berbaring di atas kasur rumah sakit. Tuti dan Gita tidak pernah menunggui Andi di rumah sakit. Mereka sedang bersenang-senang menghamburkan uang dari Kenzo. Dokter yang melakukan visit ke ruangan Andi pun sangat iba melihat pria itu. Andi seperti seorang pria yang sebatang kara di dunia ini, tanpa ada yang menungguinya saat di rawat di rumah sakit. Bahkan untuk makan, Andi di suapi oleh perawat yang berjaga. Untuk urusan buang air kecil dan buang air besar, perawat memasangkan diapers lansia pada Andi."Riani!" Gumam Andi saat ia terbangun dari tidurnya. Air matanya menetes dari sudut matanya. Walau pun dirinya sakit gangguan jiwa, tapi Andi sangat ingat jika Riani adalah putri kesayangannya. Matanya semakin layu ketika melihat kursi tunggu di samping ranjangnya masih kosong juga."Bapak berharap kamu ada di sini. Kamu ke mana, Nak?" Isak Andi dengan suara yang memilukan.Andi terus menangis terisak seorang diri di ruangan
Ardy dan Yogi sedang menghabiskan waktunya di apartemen milik Kenzo. Kedua pria itu adalah sahabat baik Kenzo sedari SMA. Walaupun berbeda keperibadian, nyatanya hubungan pertemanan mereka masih terajut baik hingga kini."Katanya elu beli si Riani? Mana dia engga ada di sini tuh!" Ardy celingukan mencari keberadaan teman SMA nya itu."Ya bener lah," Kenzo menyeruput Vanila Latte yang baru ia buat."Ya terus mana? Gue engga lihat tuh batang hidungnya!" Seloroh Ardy lagi tidak percaya."Tunggu-tunggu! Kalian ngomongin siapa sih?" Yogi yang baru pulang dari Yunani terheran-heran."Itu si Riani, teman SMA kita. Yang anaknya di Bapak ODGJ," Jawab Ardy sembari menyesap kopi yang ada di dalam gelasnya. Sesekali Ardy menghisap vape yang ia bawa dan meniupkan asapnya ke udara."Gue udah bilang, jangan ngerokok di depan gue!!" Kenzo berkata dengan marah. Ia memang tidak pernah suka berdekatan dengan seorang perokok. Biasanya Ardy tidak akan berani merokok di hadapan pria pemarah itu."What? Si
Riani membawa ranselnya ke rumah sakit dan menemani kembali ayahnya di sana. Hati Riani sedikit resah, ia takut Kenzo melakukan hal yang buruk pada keluarganya. Riani menatap Andi yang sedang tertidur. Air matanya kembali menetes. Riani merasa sangat sedih karena ia tidak menemani sang ayah setelah operasi. Riani pun menghapus air matanya saat pintu kamar Andi dibuka oleh seseorang."Bu, tadi dokter sudah visit lagi. Hari ini Bapak Andi sudah boleh pulang ya?" Ucap seorang perawat sembari membawa kursi roda, obat dan juga surat kontrol agar Andi kembali memeriksakan dirinya seminggu kemudian."Boleh pulang?" Mata Riani berbinar. Setidaknya jika ia mengurus Andi di rumah, biaya yang dikeluarkan akan minim. Menunggu di rumah sakit seperti ini Riani harus membeli makanan dan minuman di luar."Iya. Bapak Andi boleh pulang hari ini. Saya lepas infusnya ya, Bu?" Perawat itu berucap dengan ramah. Riani mengangguk dan memeprhatikan perawat yang melepas infus dari tangan Andi. Andi yang sedang
"Sha, jangan tinggalin aku!!" Kenzo mengigau.Pria itu bermimpi tentang Shakila. Kenzo langsung terbangun dari tidurnya. Keringat terlihat membasahi piyama pria itu. Kenzo mengstabilkan nafasnya. Kemudian ia mengambil gelas berisi air mineral yang ada di atas nakas."Aku bermimpi Shakila lagi," Kenzo mengusap wajahnya kasar.Sekelebat ingatan tentang Shakilla kemudian melintas dalam memorinya."Sha, aku takut!!' Kenzo yang berusia sepuluh tahun gelagapan melihat jurang yang ada di bawah.Mereka memang tengah naik jembatan kaca yang ada di negara China. Di bawah jembatan itu adalah jurang yang sangat dalam. Shakilla dan Kenzo memang berteman dari kecil. Ibu Shakilla adalah sahabat dari ibu Kenzo. Shakilla maupun Kenzo sering kali bermain saat usia mereka kanak-kanak. Mereka pun sering berlibur ke luar negeri bersama."Zo, engga usah takut! Coba atur nafas kamu. Tarik dan lepaskan!" Shakilla memberi aba-aba."Baik," Kenzo menuruti perintah teman kecilnya itu."Bagaimana?" Tanya Shakill