Share

Call Me, Reyn
Call Me, Reyn
Author: Silfiya

Tentangku

“Reyn! Ada yang mencarimu!”

Aku menghembuskan napas dengan kasar mendengar ada seseorang yang mencariku. Aku tahu siapa yang dimaksudkan oleh temanku. Para mafia-mafia itu memang selalu saja mengganggu istirahat siangku.

Aku sama sekali tak beranjak dari tempatku. Aku masih asyik memejamkan mataku seraya merebahkan tubuhku di sebuah sofa usang, tak peduli dengan perkataan teman-temanku.

“Tuan Reyner, bisakah berbicara dengan anda sebentar?”

Aku membuka mataku dan melihat seseorang yang mengenakan setelan jas hitam sedang berdiri tepat di sebelah kananku. Aku kembali menghela napas kasarku melihat pria yang terus saja menatapku itu.

“Reyn! Cukup panggil Reyn, tak perlu nama asliku,” kesalku pada pria tersebut.

“Baiklah, Tuan Reyn.”

“Mau apa?” tanyaku dengan memalingkan wajah kearah lain. Aku merasa muak melihat pria-pria seperti itu yang selalu saja menggangguku. Ingin rasanya sehari tidak diganggu dengan manusia kalangan atas yang selalu mengutamakan harta dan tahta di atas segalanya.

“Aku datang jauh ke sini hanya untuk bertemu denganmu. Ada tawaran yang menarik dari tuanku untukmu. Ku harap kau bisa meluangkan waktumu sedikit saja untuk berbicara denganku.”

“Ck, basa - basimu terlalu panjang,” decak kesalku. “Langsung saja ke intinya? Siapa yang harus ku bunuh? Lalu apa keuntunganku?” Pria itu menyunggingkan senyum sinisnya padaku.

“Tuanku tidak menyuruhmu untuk membunuh siapapun.”

“Lalu?”

“Menculik anak.”

Pfftt!

Aku tak kuasa menahan tawaku mendengar pernyataannya yang seperti lelucon. Aku adalah pembunuh bayaran paling bahaya dan terkenal kejam. Dengan seenaknya ia memintaku untuk melakukan penculikan apalagi terhadap anak kecil.

“Bung, sepertinya kau perlu obat.”

“Aku sedang tidak bercanda!”

Ia sedikit menaikkan nada suaranya yang terdengar menggema ke seluruh penjuru ruangan di gedung kosong yang sedang aku tempati.

“Lucu sekali leluconnya, Bung. Aku sampai tak bisa menahan tawaku.” Aku sengaja meledeknya yang sudah bermuka merah seperti ingin menelanku hidup-hidup.

“Aku tidak mau menuruti perintah tuanmu. Kau perintah saja preman-preman jalanan untuk melakukan penculikan sesuai keinginan tuanmu. Tentunya bukan aku,” tolakku. Meskipun aku penjahat, setidaknya penjahat sepertiku masih punya harga diri.

“Tapi tuanku mempunyai penawaran yang menarik untukmu,” sambungnya.

Aku tetap tak berekspresi apapun. “Tawaran seperti apa yang membuatku mengubah keputusanku?” tanyaku seraya meraih pemantik api yang ada di meja dan mengarahkannya pada rokok-ku.

“75% saham terbesar dari Frent Corporation.”

Aku menghentikan kegiatan menghisap nikotin-ku kala mendengar penawaran yang cukup menarik di telingaku. Pasalnya, perusahaan yang bergerak di bidang properti itu sedang naik daun dan terkenal dengan perusahaan terkaya nomor dua di dunia. Bahkan sudah berpuluh-puluh cabang diberbagai negara salah satunya di Indonesia.

“Kau ini ada hubungan apa dengan perusahaan itu?” tanyaku yang juga penasaran, mengapa ada kaki tangan perusahaan ternama seperti itu datang mencariku. Apakah sekarang aku sudah sangat terkenal karena pekerjaanku yang cukup memuaskan saat membunuh seorang pejabat tinggi.

Seketika aku merasa bangga pada diriku sendiri. Walaupun aku tahu, mungkin dosaku terlalu banyak bahkan tuhan pun entah bisa memaafkanku atau tidak. Setidaknya ada hal yang bisa dibanggakan selama aku hidup di dunia yang sangat ku benci ini.

“Tuanku adalah CEO Frent Corporation.”

Aku membelalakkan mataku mendengar pernyataan dari pria yang ada dihadapanku ini. Bisa-bisanya CEO perusahaan besar mengenalku. Seketika aku merasa tersanjung, tetapi aku tidak akan goyah meskipun ia CEO ternama.

“Tawarannya kurang menarik. Bilang pada tuanmu, aku tetap tidak mau,” tegasku yang selalu meninggikan gengsiku meskipun tawarannya benar-benar menarik.

“Aku mohon supaya kau bersedia, tuanku akan memberikan apapun yang kau inginkan.” Ucapannya membuatku besar kepala saja. Baru kali ini ada seorang tangan kanan perusahaan terkenal yang merengek meminta tolong padaku.

“Baiklah, aku menyetujuinya tapi bilang pada tuanmu. Aku ingin bertemu langsung dengannya.” Alhasil aku pun menerima tawaran pria berkulit sawo matang tersebut.

“Tuanku sudah mempersiapkannya matang-matang dan kau akan dibuatkan tim untuk melakukan penculikan tersebut,” jelas panjangnya.

“Tim? Kau kira aku sedang bermain sepak bola.”

“Ini serius, Tuan.”

Wajahnya memperlihatkan raut yang amat serius. Nampaknya ia tidak suka lelucon. Ck, membosankan sekali hidupnya. Hanya terfokus pada pekerjaan dan tuannya saja.

“Baiklah, kau atur saja. Aku akan ikuti permainanmu dan tuanmu itu.” Aku beranjak dari tempatku dan melangkah pergi meninggalkan pria berpakaian rapi itu sendirian.

Aku menghentikan langkahku sejenak dan menoleh kearah pria tersebut. “Dan satu lagi, cukup panggil namaku Reyn. Tak perlu menyebut nama asliku.” Aku kembali melangkahkan kakiku meninggalkan gedung kosong yang sedikit angker itu bersama teman-temanku.

**

“Ini soto mie sesuai pesanannya, Mas.”

Aku yang sedang asyik bermain ponselku seketika mendongakkan kepalaku melihat pedagang soto mie itu menghampiriku dan memberikan sebuah mangkuk pesananku.

“Terima kasih, Mang.”

Aku menerimanya dengan kedua tanganku. Perutku sudah sangat lapar ketika mencium bau aroma soto mie yang membuat cacing-cacing di perutku bersorak gembira.

Aku menaruh ponselku di meja dan segera melahap soto mie yang masih panas itu. Aku tak memperdulikan berisiknya jalanan ibukota yang tengah ramai di siang hari.

Kemacetan yang sering terjadi bukan hal yang asing bagiku. Seluruh penjuru ibukota telah aku lalui sejak kecil hanya seorang diri. Anak jalanan, mungkin itu yang lebih tepat menggambarkan sosok diriku.

Semenjak ayah dan ibuku meninggal dunia akibat kecelakaan maut yang menimpa kami sekitar lima belas tahun lalu, aku tinggal seorang diri di Jakarta. Tanpa ada satupun sanak saudara dan keluarga.

Hidup bagai orang yang tak tahu arah, aku hanya mengikuti kata hatiku untuk melangkah. Terkadang terasa jenuh menjalani kehidupan yang seperti ini.

Aku pernah mencoba bunuh diri dari atas jurang yang curam, tetapi tuhan justru menyelamatkanku dan memberikanku kehidupan yang tak berarti seperti ini lagi.

“Ehem!”

Samar-samar aku mendengar suara seseorang yang berdeham, aku menoleh ke sumber suara tersebut dan ku lihat pria yang tempo hari mencariku sedang berdiri tepat di sebelahku dan memperhatikanku sedemikian rupa.

Aku berdecak kesal karena selera makanku hilang melihat pria yang mengenakan setelan jas hitam itu lagi. “Kau lagi, sampai bosan aku melihatmu,” gerutuku yang tak dihiraukan olehnya.

“Kau mengganggu acara makanku saja, ada keperluan apa menemuiku?”

“Tuanku ingin bertemu denganmu, sekarang juga!”

Perkataan yang cukup singkat itu membuatku kesal. Apa ia tak bisa melihat aku yang sedang enak-enaknya melahap semangkuk soto mie panas yang ada di tanganku.

“Duduklah! Tunggu aku selesai makan dulu.” Aku kembali melanjutkan acara makan siangku yang sempat terganggu dengan kehadirannya. Pria itu pun duduk di sebelahku tanpa menoleh kearahku sama sekali.

“Siapa namamu?” tanyaku di sela-sela mengunyah makananku.

“Bimo.”

“Oh ksatria pandawa lima ya?”

“Bukan, itu Bima.”

“Ku kira sama.”

Aku melanjutkan memakan soto mie-ku saat merasakan ucapan asalku yang ternyata salah. “Sampai berapa lama aku harus menunggumu menghabiskan makananmu itu, Tuan?” tanyanya padaku.

“Makanku bisa sampai satu jam, terkadang lebih. Apa kau masih mau menungguku?” bohongku padanya dan ia justru mempercayainya.

“Aku akan tetap menunggumu, karena ini perintah majikanku.”

“Wow, sepertinya kau tangan kanan yang cukup setia pada tuanmu. Aku sudah selesai, ayo pergi! Aku tidak ingin kau dimarahi tuanmu itu karena terlalu lama menungguku.”

“Baiklah, Tuan.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
ceritanya menarik padahal baru awal2.. pengen aku share ke sosmed trs tag akun author tp akunnya ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status