Share

2. Hilang Ingatan.

Bruaghkh!

Sakit. Pandanganku mulai gelap, sesuatu menabrak tubuhku. Aku terpental, jauh. Terdengar bunyi air bergemericik. Badanku terasa dingin.

Gelap.

Inikah akhir hidupku?

Tuhan aku belum siap untuk menghadapmu. Aku masih muda, Papa, Mama, Alicia maafkan aku pergi tanpa berpamitan terlebih dulu.

***

"Hey, kenapa kamu tidur di sini?"

Siapa itu? Suara seorang perempuan. Tolong, tolong aku. Apa dia bodoh? Aku bukan tidur di sembarang tempat namun, badanku terasa sangat berat. Aku ini sekarat, hah!

Inginnya aku menjawab suara itu. Namun, bibirku kelu tak bisa digerakkan. Suaraku tercekat.

"Hey, bangun!"

Aku membuka mata perlahan. Sedikit menyipitkan sudut mata, memicing. Wajah seorang gadis berdiri menatapku. Alisnya tebal dengan bulu mata lentik, hidung mancung, bibir merah tipis. Rambutnya hitam dan bergelombang. Cantik.

Apa aku berada di surga? Surga terlalu menyilaukan. Kembali mata mengatup, tertutup. Tidak Tuhan, aku belum siap mati.

Apa dia malaikat pencabut nyawaku?

"Hey, bangunlah!"

Lagi dan lagi. Gadis ini bodoh atau apa? Kenapa dari tadi dia menyuruhku bangun. Tak tahukah dia seluruh tubuhku remuk redam? Aku bahkan tak bisa memerintah tubuhku untuk bergerak. Rasanya mati rasa.

"Ayo, cepat bangun!"

Aku merasa seseorang mengelus rambut. Selanjutnya, tangan lembut dan halus itu turun, membelai wajah.

Siapa dia?

Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Mata perlahan terbuka kembali. Ah … berat sekali rasanya, membuka kelopak mata. Berapa lama aku sudah tertidur?

"Abah, dia sudah bangun!" Seru suara seorang perempuan. Berikutnya terdengar suara langkah kaki mendekat.

"Alhamdulilah, akhirnya dia siuman juga," jawab sebuah suara bariton.

Dua wajah yang tak kukenal menatapku lekat.

"Minum, ayo diminum dulu." 

Perempuan dengan suara ramah itu terlihat senang. Ia tersenyum menatapku. Apa aku mengenalnya? Siapa dia? Di mana aku?

Lelaki paruh baya di sampingnya membantu mengangkat kepalaku, gadis tadi mendekatkan gelas berisi cairan kecokelatan beraroma melati. 

Rasa manis tertinggal di lidah, sementara hangatnya menuruni kerongkongan, masuk ke dalam perut. 

Kuangkat tangan kanan, menatap jemari dan lengan. Banyak goresan di kulit tubuh, "Argh, sakit!" 

"Kamu gak apa-apa?" 

Gadis itu mendekat, wajahnya terlihat panik dan khawatir.

"Mana yang sakit?" tanyanya dengan cepat.

Tanganku meraba bagian belakang kepala. Ada sesuatu yang menempel melingkar. Apa ini? Perban?

"Di-dimana ini?" tanyaku dengan terbata.

"Ini …."

Belum sempat gadis itu menjawab pertanyaanku, kepala kembali pusing, pandangan atau ruangan ini yang sedang berputar? Semua gelap kembali.

"Aduuh, Abah!"

"Dia pingsan lagi!"

Kata-kata terakhir yang bisa kudengar. Setelahnya, mataku mengatup rapat. Kembali menyatu dengan gelap.

***

"Dasar pemalas!"

"Ayo, bangun!" teriaknya. Matanya melotot ke arahku.

Suara cemprengnya membuyarkan lamunan. Sudah seminggu pemilik suara itu selalu mengomel setiap pagi, menyuruhku ini dan itu. Dasar cerewet.

Ah, apalagi ini. Aku melirik Gadis yang berdiri di ambang pintu itu, cerewet sekali dia. Kerjanya hanya mengomel dari pagi hingga malam, sampai keesokan harinya lagi.

"Apa?" tanyaku datar.

"Astogeh, 'apa' dia bilang? Sekarang sudah jam sembilan pagi dan dia baru bangun tidur?"

Kuangkat bantal di bawah kepala. Segera kututup wajah. Setidaknya dengan ini, suara cempreng Wulan tak akan menusuk kupingku. 

"Bangun!"

Wajah Wulan berada di samping ranjang. Gadis itu membuka bantal yang menutupi kepalaku. Kami saling bertatapan, cukup lama. Mata yang indah.

"Ko-a-la!" pekiknya. Ia menjewer satu kupingku. Lalu berlari menjauh.

Aku segera mengerjapkan mata. Suara cemprengnya merusak imajinasiku tentang wajah cantiknya. Suara gadis itu berbanding terbalik dengan wajahnya.

Dia gemar memanggilku dengan koala, hewan yang terkenal dengan kemalasan dan hobi tidurnya. 

Aku berdiri dari ranjang, segera mengejarnya menuju pintu. Ia berlari-lari kecil sambil menjulurkan lidah. Kekanak-kanakkan sekali bukan?

"Awas kamu!"

Aku berlari mengejarnya. Ia mengitari meja makan rumah. Tetap dengan menjulurkan lidah di sisi meja satunya. Tanganku berusaha meraih bajunya. Jika dapat akan kujewer balik dua kupingnya itu.

Dia adalah Wulan Kirana. Gadis berumur sembilan belas tahun. Sudah tujuh hari ini aku menumpang tinggal di rumahnya. Badanku mulai sehat. Hanya saja, ingatanku belum kembali.

Gadis itu sangat perhatian dan hangat. Sampai-sampai semua urusan pribadiku pun ia ikut campur.

Tentang aku, aku sendiri tak tahu siapa aku ini. Kata Wulan dia menemukanku di pinggir sungai Ciliwung sekitar seminggu yang lalu. Pagi itu ketika ia akan mencuci baju, sebab pompa air di rumahnya sedang rusak. Tuhan mempertemukan kami. Aku berada di rerumputan pinggir kali Ciliwung.

Suatu keberuntungan, banyak orang berkata kemungkinan untuk hidup jika hanyut di kali Ciliwung sangat tipis. Namun, ini adalah takdirku. Mungkin belum saatnya aku mati. 

Aku siuman setelah dua hari ditemukan. Pak Dadang dan Wulan membawaku ke rumah seorang dokter, tetangga mereka. Pertolongan tercepat.

Aku sangat bersyukur bisa selamat. Walaupun, dengan keadaan tak mengingat apa pun. Mungkinkah Tuhan menghapus ingatanku untuk memberikan kenangan baru? Entahlah. 

Aku masih berusaha mengingat-ingat semuanya. Namun, setiap kali berusaha mengingat kepalaku pusing. Sangat sakit.

"Berhenti!"

"Apa-apaan kalian ini?"

Aku menoleh ke arah suara bariton itu. Pak Dadang melotot tajam ke arahku.

"Ali, Wulan, kenapa kalian main kejar-kejaran di dalam rumah? Kalian ini sudah besar. Jangan bertingkah kekanak-kanakkan."

Wulan memasukkan lidahnya yang menjulur ke arahku. Menundukkan kepala. Diam juga akhirnya gadis itu.

"Ali, kepala kamu masih sering pusing?"

Ali, mereka memberiku nama Ali. Nama yang lumayan bagus. Kata Abah Dadang, ayah dari Wulan, itu adalah nama anak pertamanya yang hanyut terbawa kali Ciliwung saat masih sekolah dasar dulu. Setidaknya mereka tak menamaiku dengan nama binatang.

"Heh, malah melamun!" sergah Abah Dadang lagi.

"Tidak Bah, sudah mendingan."

"Apa kamu sudah ingat siapa kamu? Masa lalu kamu?"

Aku menggeleng lalu terdiam kembali. Sekalipun aku sangat ingin untuk dapat mengingatnya. Namun, tak ada satupun yang dapat kuingat.

Siapa aku? Nama, alamat, orang tua, semua tentangku. Aku tak mengingatnya. Adakah seseorang yang mengetahuinya? Bagaimana caraku kembali pada kehidupanku, sementara aku tak mengingat apa pun.

"Tradahan gawe, si Ali, Bah, ngelamun terus!" cerocos Wulan lagi 

Aku melotot ke arah Wulan. Suara cemprengnya itu selalu membuatku emosi. 

"Hari ini, Ujang gak bisa bantuin ngernet Abah. Kamu mau ikut narik angkot ke terminal, Ali?"

"Sok, sana! Itung-itung biar berguna jadi orang. Jangan numpang doang, makan mulu, kerja kagak. Tidur bae!"

Ingin sekali rasanya kusumpal kaus kaki mulut itu. Suaranya berbanding terbalik dengan wajah cantiknya. Mungkin Tuhan sedang kehabisan stok suara merdu, saat giliran Wulan mengantre suara.

"Iya, Ali. Siapa tahu di jalan ketemu tetangga, atau temen kamu? Kan bisa jadi titik terang buat mengingat masa lalu kamu," usul Abah.

Betul, ide bagus. Bogor begitu luas. Jika aku hanya tinggal di dalam rumah ini, berdiam diri. Aku tak akan menemukan apa-apa selain kecerewetan Wulan. Mungkin di luar sana, ada orang yang sedang mencariku? Atau bahkan aku akan bertemu orang yang mengerti tentang asal-usulku?

"Te-tetapi, saya gak mengerti bagaimana jadi kernet itu, Bah?"

"Hahahha …."

Abah tersenyum lebar, sementara Wulan memegangi perutnya. Tawa Wulan meledak. Mulutnya terbuka lebar. Tangannya menunjuk ke wajahku.

"Ganteng-ganteng meni o'on ini. Namanya jadi kernet itu tinggal tereak, cari penumpang."

Lihat gadis itu tertawa terbahak-bahak lagi. Apa yang lucu? Selain tak memberikan suara yang merdu, ternyata Tuhan juga memberi otak second pada Wulan. Kinerja otak itu pasti hanya berfungsi setengah atau miring ke sudut kiri 360 derajat. 

Dasar gadis cempreng!

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Irma_Asma
Wulan keren banget! galaknya minta ampun!!!
goodnovel comment avatar
Khoirul N.
Itu Wulan galak bingiiits! Wkwkw, mau disumpal sepatu juga gak bakal diem 🤣🤣
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status